Sisi Positif Penjurusan di SMA
Ki Darmaningtyas (foto: darmaningtyas.blogspot.com)
Oleh Ki Darmaningtyas *)
Penjurusan di sekolah menengah atas (SMA) memiliki sisi positif yang lebih banyak dibandingkan dengan tanpa penjurusan. Pertama, penjurusan tampak lebih tegas dalam proses pembelajaran antara IPA, IPS, dan Bahasa, sehingga tidak terjadi tumpeng tindih.
Hal ini amat membantu membekali siswa yang akan melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Siswa yang akan melanjutkan ke prodik teknik misalnya, akan memperkuat mata pelajaran fisika dan matematika. Siswa yang akan melanjutkan ke farmasi dan kedokteran akan memperkuat mata pelajaran biologi dan kimia, dan seterusnya.
Kedua, siswa juga lebih mudah memilih sesuai dengan kemampuan dan bakat sehingga belajarnya juga lebih fokus sesuai minatnya. Mereka yang akan melanjutkan kuliah di bidang sain dan teknologi tentu akan memilih Jurusan IPA. Sedangkan mereka yang akan melanjutkan ke sastra, sejak awal akan memilih Jurusan Bahasa. Pilihan-pilihan ini juga akan sangat membantu memilih fakultas yang akan dimasuki saat mendaftar di perguruan tinggi.
Ketiga, tata kelolanya jauh lebih mudah. Pihak sekolah jauh lebih mudah mengatur jadwal pembelajaran karena kebutuhan guru untuk masing-masing mata pelajaran dalam satu kelas sudah diketahui secara pasti sehingga ketika jumlah gurunya tidak mencukupi, kekurangannya dapat diprediksi secara pasti. Bagi pemerintah sendiri, jauh lebih mudah memprediksikan kebutuhan guru SMA untuk masing-masing mata pelajaran.
Keempat, kebutuhan infrastruktur fisiknya juga dapat diketahui secara pasti, berapa ruang yang dibutuhkan untuk jurusan IPA, IPS, dan Bahasa; berapa kebutuhan ruang laboratorium untuk IPA, IPS, dan Bahasa juga dapat direncanakan secara pasti.
Sisi negatif dari penjurusan hanya pada aspek sosiologis saja, yaitu adanya persepsi yang salah bahwa Jurusan IPA adalah jurusan yang paling top. Padahal tidak demikian. Di tengah berkembangnya profesi baru yang memberikan imbalan tinggi dan justru itu banyak didominasi oleh mereka yang berlatar belakang sosial humaniora, persepsi negatif itu lama-lama akan terkikis juga.
Berdasarkan catatan plus-minus penjurusan dan tanpa penjurusan tersebut, maka jelas sekali bahwa kembali ke penjurusan di SMA seperti masa lalu itu merupakan kebijakan yang paling realistis, di tengah keterbatasan jumlah guru ASN, masih adanya regulasi guru harus mengajar minimal 24 jam seminggu guna memperoleh tunjang profesi guru, keterbatasan prasarana dan sarana, serta pertimbangan linieritas dalam melanjutkan stui ke perguruan tinggi dengan bekal landasan yang cukup.
Kembali ke penjurusan tidak dosa karena kebetulan peminatan ini juga baru dalam taraf uji coba, dan ternyata hasil uji cobanya tidak rekomended untuk dilanjutkan karena adanya berbagai kendala di lapangan.
Pertanyaan berikut yang muncul adalah kapan waktu penjurusan yang tepat? Penjurusan dapat dilakukan pada saat memasuki semester kedua (Kelas X) dengan pertimbangan, siswa dalam satu semester sudah dapat mengenali semua mata pelajaran di SMA sebagai dasar untuk memilih jurusan.
Di sisi lain, siswa tidak terlalu lama terbebani untuk belajar banyak mata pelajaran. Bisa juga penjurusan di lakukan saat naik Kelas XI dengan pertimbangan siswa mempunyai waktu cukup untuk menemukan minat dan talentanya.
Hanya saja untuk ini dibutuhkan bimbingan yang intens dari guru, wali kelas, guru konselor dan orang tua. Di samping risikonya, siswa harus belajar banyak hal dalam satu tahun pertama, yang mungkin ini bisa menjadi beban tersendiri.
Senin, 14 April 2025
*) Aktivitas Pendidikan dari Taman Siswa
Post a Comment