Disahkan Jelang Lebaran, UU BUMN Tegaskan Kerugian BUMN Bukan Lagi Kerugian Negara, Warga Gugat ke MK


Rapat Paripurna DPR RI. (Foto: dpr.go.id)


JAKARTA -- Ketua DPR RI Puan Maharani pada Selasa (25/3/2025) menyatakan DPR RI bersama pemerintah telah menyetujui tiga rancangan undang-undang (RUU) untuk disahkan menjadi undang-undang (UU) pada Rapat Paripurna Ke-16 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024–2025. Pengesahan ini dilakukan jelang Hari Raya Lebaran pada akhir Maret 2025.

Tiga RUU yang disetujui DPR RI bersama pemerintah untuk menjadi UU pada Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 adalah RUU tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba), RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (RUU BUMN), dan RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI).

Khusus untuk RUU BUMN menegaskan bahwa kerugian BUMN tidak termasuk kerugian negara. Dalam ketentuan sebelumnya, modal BUMN merupakan bagian dari kekayaan negara yang dipisahkan. Karena itu, BUMN juga tunduk pada UU Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara. Ketentuan inilah yang kemudian banyak menjerat direksi BUMN ke penjara karena kerugian BUMN dianggap sebagai kerugian negara.

Namun, penjelasan atas Pasal 4B RUU BUMN menegaskan, “Modal dan kekayaan BUMN merupakan milik BUMN dan setiap keuntungan atau kerugian yang dialami oleh BUMN bukan merupakan keuntungan atau kerugian negara.”

“Keuntungan atau kerugian BUMN termasuk namun tidak terbatas pada keuntungan atau kerugian BUMN yang timbul dari pengelolaan sebagian atau seluruh aset kekayaan BUMN dalam kegiatan investasi dan/atau operasional BUMN bersangkutan,” demikian penjelasan Pasal 4B yang dikutip Theiconomics.com.

Berbeda dengan sebelumnya, kepemilikan negara atas BUMN diwakili oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI yang kemudian memberikan kuasa pengelolaan BUMN kepada Kementerian BUMN.

Dalam revisi, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3A, Presiden TI selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan BUMN sebagai bagian dari kekuasaan pemerintah negara dalam bidang pengelolaan keuangan negara.

Selanjutnya, Kekuasaan dalam hal kewenangan sebagai wakil negara dalam kekayaan negara yang dipisahkan dalam BUMN dikuasakan kepada menteri yaitu Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang BUMN.

Selanjutnya, masih di Pasal 3A, tugas dan kewenangan menteri dilimpahkan kepada badan, yaitu Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara. Danantara adalah lembaga yang melaksanakan tugas pemerintah di bidang pengelolaan BUMN. Pelaksanaan tugas Badan atau Danantara ini diawasi oleh Menteri BUMN dan dilaporkan kepada Presiden RI.

Seperti disebutkan dalam Pasal 3Z, menteri, organ dan pegawai badan, tidak dapat diminta ganti kerugian investasi jika: Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian sesuai dengan maksud dan tujuan investasi dan tata kelola; tidak memiliki benturan kepentingan, baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengelolaan investasi; dan tidak memperoleh keuntungan pribadi secara tidak sah.

Dalam Pasal 9F disebutkan anggota direksi tidak dapat diminta ganti kerugian investasi jika: kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan tujuan BUMN; tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

Demikian pula, anggota dewan komisaris atau dewan pengawas BUMN tidak dapat diminta ganti kerugian investasi jika: telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan BUMN dan sesuai dengan tujuan BUMN; tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian; dan telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

Rapat pengesahan revisi Undang-Undang BUMN ini dipimpin Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad.

Adapun Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan UU BUMN yang disahkan ini akan menjadi awal langkah strategis dalam transformasi BUMN guna memperkuat daya saing dan mendukung target pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sebab, salah satu fokus utama dalam perubahan UU ini adalah restrukturisasi organisasi, reorganisasi, serta konsolidasi perusahaan BUMN.

Sementara itu, warga bernama Rega Felix mengajukan gugatan terhadap sejumlah pasal dalam UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal yang digugat itu antara lain terkait Badan Pengelola Investasi yang diberi nama Daya Anagata Nusantara (Danantara) hingga kerugian BUMN.

Dilihat dari situs resmi MK, Rabu (26/3/2025), gugatan tersebut teregistrasi dengan nomor 38/PUU-XXIII/2025. Total, ada lima pasal yang digugat dalam perkara ini.

Berikut isi pasal-pasal yang digugat:

Pasal 3H:

(2) Keuntungan atau kerugian yang dialami Badan dalam melaksanakan investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan keuntungan atau kerugian Badan.

Pasal 3X:

(1) Organ dan pegawai Badan bukan merupakan penyelenggara negara

Pasal 4B:

Keuntungan atau kerugian yang dialami BUMN merupakan keuntungan atau kerugian BUMN

Pasal 9G:

Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.

Pasal 9G:

Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.

Pasal 87:

(5) Karyawan BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan penyelenggara negara.

Sebagai informasi, UU BUMN juga memuat penjelasan Pasal 4B. Begini isinya:

Modal dan kekayaan BUMN merupakan milik BUMN dan setiap keuntungan atau kerugian yang dialami oleh BUMN bukan merupakan keuntungan atau kerugian negara. Keuntungan atau kerugian BUMN termasuk tetapi tidak terbatas pada keuntungan atau kerugian BUMN yang timbul dari pengelolaan sebagian atau seluruh aset kekayaan BUMN dalam kegiatan investasi dan/atau operasional BUMN bersangkutan.

Pemohon pun meminta agar MK menghapus pasal-pasal itu. Dia meminta MK menyatakan pasal-pasal tersebut telah bertentangan dengan UUD 1945.

"Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujar Raga.

Dalam permohonannya, pemohon mengatakan UU tersebut dibuat secara ugal-ugalan. Raga menilai penerapan business judgement rule (BJR) telah bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945 dan rawan menimbulkan korupsi di tubuh BUMN.

"VOC zaman dahulu juga merupakan perusahaan paling besar di seluruh dunia, bahkan mungkin sampai dengan saat ini belum ada perusahaan yang dapat menandingi kebesaran VOC. Mungkin VOC dapat dikatakan mirip BUMN bahkan lebih kuat dari BUMN karena memiliki hak octroi (hak untuk perdagangan dan eksploitasi wilayah). Tetapi, toh ujungnya bangkrut juga karena pengawasan yang tidak jelas menyebabkan korupsi secara masif. Untuk apa di masa seperti ini bermimpi ala-ala VOC, besar dan berkuasa tetapi minim pengawasan. Atau, mungkin contoh di era saat ini jangan sampai menjadi skandal seperti 1MDB di Malaysia," kata Raga.

Raga mengatakan, aneh jika pejabat BUMN, yang menerima kewenangan dari Presiden RI, tak dianggap penyelenggara negara. Ia meminta MK memperbaiki persoalan yang dipicu UU BUMN.

"Bahwa Pasal 3H ayat (2), Pasal 3X ayat (1), Pasal 4B, Pasal 9G, dan Pasal 87 ayat (5) UU BUMN substansinya sangat kritikal secara konstitusional. Terlebih norma yang memisahkan organ, pengurus, dan karyawan Badan/BUMN dari penyelenggara negara yang belum memiliki preseden sebelumnya. Pikirkanlah, bagaimana mungkin secara ketatanegaraan suatu badan yang menerima delegasi kewenangan secara langsung dari presiden pejabatnya tidak dikatakan sebagai penyelenggara negara?" ujar Raga.

Raga mengatakan, seharusnya kerugian BUMN tidak boleh dianggap cuma kerugian badan. Ia mengatakan hal itu memicu kerawanan korupsi yang menyebabkan kerugian besar.

"Bahwa berkaca dari kekacauan tata kelola BUMN saat ini hingga menyebabkan korupsi BUMN besar-besaran, alangkah tidak tepatnya jika kita melaksanakan Pasal 3H ayat (2), Pasal 3X ayat (1), Pasal 4B, Pasal 9G, dan Pasal 87 ayat (5) UU BUMN. Pemohon khawatir kebijakan tersebut bersifat 'blunder' dan justru meningkatkan ketidakpercayaan besar-besaran terhadap BUMN," kata Raga menandaskan.


(berbagai sumber/eye)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.