YLKI: Perketat Pengawasan Peredaran Antibiotik tanpa Resep Dokter
![]() |
Peneliti BPOM sedang bekerja. (Foto: istimewa)) |
JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah lebih ketat lagi dalam pengawasan peredaran antibiotik yang ada di lapangan. Termasuk melakukan review regulasi pemberian atau pembelian antibiotik di apotik dan toko obat.
"Terutama penggunaan antibiotik di peternakan hewan, yang menurut WHO akan menjadi sumber dari pandemi baru dari bakteri yang resisten antibiotik," kata Ketua Plt Pengurus Harian YLKI, Indah Suksmaningsih, dalam rilis yang diterima Gebrak.id.
Sikap YLKI terkait pernyataan Kepala BPOM, Taruna Ikrar, yang mengungkap data penggunaan antibiotik tanpa resep dokter sebagai peringatan adanya bahaya resistensi pada manusia akibat penggunaan antibiotik yang berlebih. "Sebesar 70% antibiotik banyak beredar di pasar tanpa resep dokter ini membuktikan tidak ada pengawasan ketat yang dilakukan oleh Pemerintah," ujar Indah.
Sebelumnya, Taruna Ikrar menjelaskan bahwa AMR (antimicrobial resistance/resistensi antimikroba) telah menjadi isu kesehatan global. WHO mengidentifikasi AMR sebagai salah satu dari 10 ancaman terbesar kesehatan masyarakat. Bahkan data WHO menunjukkan bahwa AMR secara langsung bertanggung jawab atas 1,27 juta kematian dan berkontribusi terhadap 4,95 juta angka kematian pada tahun 2019.
“Ini adalah silent pandemic jika terus dibiarkan, 10 juta kematian akibat AMR diprediksi akan terjadi pada 2050,” tukas Taruna Ikrar, pada acara Semarak Aksi Nyata Pengendalian Resistensi Antimikroba, pada Jumat (29/11/2024). Kegiatan ini bagian dari momen World AMR Awareness Week (WAAW) tahun 2024.
Sehingga, menurut Indah, masyarakat bebas membeli antibiotik tanpa mendapatkan penjelasan dosis penggunaannya. Bukan hanya penggunaan pada manusia, harus diperhatikan juga penggunaan terhadap hewan yang tentunya meningkatkan potensi resiko kontaminasi bakteri yang resisten pada makanan terutama pada daging ayam dan olahannya.
Indah lantas mengungkapkan, pada tahun 2021, YLKI bersama Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies (CIVAS) melakukan study kontaminasi bakteri resisten antibiotik dalam karkas ayam.
Sampling diambil sebanyak 110 sample yang berasal dari beberapa gerai rantai dingin (cold chain), dan supermarket di Jabodetabek. Hasilnya ditemukan 80% sample terkontaminasi bakteri kebal antibiotik. Artinya banyak antibiotik dijual dipasaran tanpa resep dokter yang digunakan pada ternak khususnya ayam broiler.
Hal tersebut, ujar Indah, yang disebabkan juga karena peternak tidak menggunakan standar kesejahteraan hewan sesuai dengan ketentuan. Konsumen tentunya akan sangat dirugikan jika mengkonsumsi daging ayam yang sudah terkontaminasi bakteri resisten tersebut dan merugikan secara finansial karena proses penyembuhan penyakit lebih lama atau bahkan berakibat fatal.
Selanjutnya, berdasarkan hasil survey YLKI pada tahun 2020 tentang Persepsi Konsumen Masyarakat tentang Kekebalan/Resistensi Antibiotik, Lebih dari separuh responden tidak pernah berkonsultasi dahulu dengan dokter ketika membeli antibiotic yang sama pada saat merasakan gejala sakit yang sama seperti sebelumnya.
"Diantara responden yang pernah membeli, lebih dari separuhnya menyatakan bahwa apoteker atau petugas yang ada di apotik atau toko obat tidak menanyakan atau meminta resep dokter terlebih dahulu," jelas Indah.
(zaky)
Post a Comment