Setara Institute: Indeks HAM Sejak Pemerintahan Presiden Jokowi Kian Merosot

Setara Institute pada Selasa (10/12/2024) merilis Indeks Hak Asasi Manusia (HAM) Indonesia pada 2024 yang turun dibandingkan 2023. (Foto: Istimewa)
 

JAKARTA -- Setara Institute merilis Indeks Hak Asasi Manusia (HAM) Indonesia pada 2024 turun dibandingkan 2023. Peneliti Setara Institute, Sayyidatul Insiyah, mengatakan, skor rata-rata untuk seluruh variabel pada Indeks HAM 2024 adalah 3,1. Angka ini turun 0,1 dibandingkan pada 2023.

Indeks HAM merupakan studi pengukuran kinerja negara, sebagai pemangku kewajiban (duty bearer) dalam perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM di Indonesia. Indeks HAM disusun dengan mengacu pada rumpun-rumpun hak yang terdapat dalam Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik dan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik dan Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, Budaya.

Indeks ini menetapkan 6 indikator pada variabel hak sipil dan politik serta 5 indikator pada variabel hak ekonomi, sosial, budaya (ekosob) yang selanjutnya diturunkan ke dalam 50 sub-indikator. Penilaian dilakukan menggunakan skala Likert dengan rentang 1-7 yang menggambarkan nilai 1 sebagai perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan HAM yang paling buruk, dan angka 7 menunjukkan upaya komitmen pemajuan HAM yang paling baik. Penilaian menggunakan triangulasi sumber dan expert judgment sebagai instrumen justifikasi temuan studi.

Pada Indeks HAM 2024, lanjut Insiyah, skor rata-rata untuk seluruh variabel adalah 3,1, yaitu turun 0,1 dari tahun 2023 sekaligus dari periode pertama Presiden Jokowi, yaitu pada Indeks HAM 2019 yang membukukan skor 3,2 untuk situasi HAM sepanjang 2014-2019.

"Variabel hak ekosob berkontribusi lebih banyak terhadap akumulasi skor rata-rata nasional, yaitu mencapai angka 3,3 dibandingkan dengan variabel hak sipol yang hanya menyentuh angka 2,9," kata Insiyah dalam keterangan tertulisnya yang diterima gebrak.id, Selasa (10/12/2024).

Menilik dari Indeks HAM 2019 hingga 2024, perjalanan satu dekade Presiden Jokowi dalam upaya pemajuan HAM, tercatat tidak pernah menyentuh angka moderat 4 dari skala 1-7. Di akhir kepemimpinan periode pertama Jokowi, Indeks HAM yang mencatat kinerja Presiden Jokowi selama 2014-2019 hanya mencapai skor 3,2, lalu menurun menjadi 2,9 di era pandemi 2020, beranjak di angka 3 pada tahun 2021, lalu 3,3 di tahun 2022, turun menjadi 3,2 pada 2023, dan ditutup pada angka 3,1 di akhir jabatannya pada tahun 2024.

"Rendahnya skor pemajuan HAM memvalidasi gagalnya Presiden Jokowi dalam memenuhi janji-janji yang disampaikan, baik dalam Nawacita Pertama maupun Nawacita Kedua." jelas Insiyah.

Skor pada indikator Kebebasan Beragama/Berkeyakinan (KBB) sebesar 3,2 pada Indeks HAM 2024 ini menunjukkan tidak bergesernya angka peristiwa dan tindakan pelanggaran KBB yang cukup tinggi di era kepemimpinan Presiden Jokowi. Sepanjang dekade pemerintahan Presiden Jokowi dari tahun 2014-2023, pelanggaran terhadap KBB telah terjadi sebanyak dan 1.792 peristiwa dan 2.815 tindakan.

Gangguan tempat ibadah masih terus mengalami kenaikan yang signifikan dalam pemerintahan Jokowi, yaitu 65 gangguan tempat ibadah di tahun 2023, 50 tempat ibadah pada tahun 2022, 44 tempat ibadah di tahun 2021, 24 tempat ibadah pada 2020, 31 di tahun 2019, 20 pada tahun 2018, dan 16 tempat ibadah di tahun 2017. Masifnya gangguan terhadap tempat ibadah merefleksikan rendahnya komitmen negara dalam mengakomodasi ruang-ruang spiritualitas sebagai manifestasi atas keyakinan terhadap agama/kepercayaannya.

Penurunan skor sebesar -0,3 pada indikator hak memperoleh keadilan pada Indeks HAM 2024 dikontribusi oleh masifnya penyiksaan dalam proses penegakan hukum, krisisnya perlindungan terhadap pembela HAM, hingga nihilnya penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu.

Masyarakat dihadapkan pada masa depan HAM yang suram dan hampir tidak ada harapan bergantung kepada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk berkomitmen dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu.

Berdasarkan analisis terhadap situasi HAM tersebut, Setara Institute melalui Direktur Eksekutif Halili Hasan, merekomendasikan beberapa kebijakan untuk dapat diperhatikan oleh Presiden Ke-8 RI Prabowo Subianto dalam mewujudkan pemajuan HAM yang lebih substantif.

Pertama, Presiden Prabowo bersama DPR RI mengakselerasi agenda pengesahan sejumlah RUU yang kontributif pada pemajuan HAM, seperti RUU Masyarakat Adat, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, RUU Tindak Pidana Perdagangan Orang, serta melakukan tinjauan ulang terhadap regulasi yang kontra-produktif terhadap pemajuan HAM seperti RUU Penyiaran maupun upaya pelemahan checks and balances seperti RUU Mahkamah Konstitusi.

Kedua, Presiden Prabowo segera melakukan penghentian dan/atau evaluasi serius berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN) yang tengah berjalan demi mencegah keberulangan atas kriminalisasi dan pelanggaran HAM terhadap masyarakat maupun aktivis lingkungan dan memberikan hak restitusi terhadap korban akibat PSN.

Ketiga, Presiden Prabowo mengadopsi dan memastikan tata kelola pemerintahan yang inklusif (inclusive governance) sebagai basis dalam penerbitan regulasi dan kebijakan dalam pengelolaan keberagaman.

Keempat, Presiden Prabowo memastikan penghormatan terhadap kebebasan berekspresi dan berpendapat oleh masyarakat, jurnalis, maupun insan akademis, dan menjamin ruang civic tanpa intervensi. Termasuk dan terutama memulihkan lingkungan politik demokratis yang patuh pada prinsip rule of law dan standar-standar etik demokrasi.

Kelima, Presiden Prabowo memperkuat dukungan kebijakan yang mengikat sektor bisnis dan dukungan penganggaran yang signifikan untuk pengarusutamaan bisnis dan HAM sebagai instrumen perwujudan kesetaraan akses terutama hak atas tanah untuk mencegah keberulangan kasus pelanggaran HAM pada sektor bisnis.


(eye)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.