Penyelenggaraan UN akan Diumumkan Kemendikdasmen Sebelum Tahun Ajaran 2025/2026

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) RI Abdul Mu’ti diwawancarai di sela-sela acara Taklimat Media Akhir Tahun 2024 di Kantor Kemendikdasmen, Jakarta, Selasa (31/12/2024). (Foto: Biro Kerja Sama dan Humas Setjen Kemendikdasmen)
 

JAKARTA -- Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) RI Abdul Mu’ti menyatakan, kajian terkait Ujian Nasional (UN) sudah selesai dilakukan. Namun demikian, pelaksanaannya akan diumumkan sebelum tahun ajaran baru 2025/2026 dimulai.

Mendikdasmen Mu'ti juga memastikan pada 2025 mendatang tidak ada UN. Selanjutnya pada tahun pelajaran 2025/2026 Kemendikdasmen akan menyelenggarakan ujian yang bentuk dan namanya akan diumumkan kemudian.

"Jadi sebelum mulai tahun pelajaran 2025/2026 sudah kami umumkan. Tetap akan ada yang namanya evaluasi. Itu amanat UU Sisdiknas. Nanti bentuknya seperti apa, namanya apa, tunggu saja pengumuman resmi. Tapi kajian kami menyangkut ini sudah selesai," kata Mendikdasmen Mu'ti dalam Taklimat Media Akhir Tahun 2024 di Kantor Kemendikdasmen, Jakarta, Selasa (31/12/2024).

Menurut Mendikdasmen Mu’ti, pembahasan soal penamaan dilakukan mengingat evaluasi pembelajaran di Indonesia beberapa kali mengalami perubahan nama. “Dulu kita pernah pakai istilah yang berbeda-beda. Awal sekali, zaman-zaman dulu itu kan ada namanya ujian penghabisan. Kemudian yang seusia saya ini mengalami EBTA dan EBTANAS. Kemudian ada ujian negara dan ujian sekolah hingga asesmen nasional yang tak menjadi penentu kelulusan,” jelas dia.

Mendikdasmen Mu'ti menambahkan, sistem evaluasi belajar yang baru nanti telah mempertimbangkan berbagai pengalaman dalam penyelenggaraan ujian-ujian serupa di masa lalu serta dalam belajar mengajar.

"Kami tegaskan bahwa yang menjadi penyelenggara ujian itu adalah satuan pendidikan yang terakreditasi. Jadi, satuan pendidikan yang tidak terakreditasi tidak bisa menjadi penyelenggara ujian nasional. Nah yang kedua, saya tadi sampaikan bahwa yang kami lakukan adalah evaluasi hasil belajar. Nah, evaluasi hasil belajar itu bentuknya bisa bermacam-macam," tegas Mendikdasmen Mu'ti.

Mendikdasmen Mu'ti menyebutkan banyak yang menilai asesmen nasional (AN) belum memadai, mengingat sifatnya yang berupa sampling, contohnya tim Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi yang butuh hasil belajar yang sifatnya individual. Ia juga menyoroti isu belajar mengajar, yakni soal rapor, yang dinilai sarat subyektivitas, terlihat dari banyaknya guru yang bermurah hati dalam memberikan nilai.

Mendikdasmen Mu'ti mencontohkan, yang seharusnya nilai rapor 6 dibuat 9, demi meningkatkan pencapaian murid tersebut.

"Karena itu, kami sudah mengkaji semua pengalaman sejarah itu, termasuk kekhawatiran masyarakat dan nanti pada akhirnya kami akan memiliki, ini saya buka saja ya. Kita memiliki sistem evaluasi baru yang berbeda dengan sebelumnya," kata Mendikdasmen Mu'ti menandaskan. "Nah, tapi sistem evaluasi baru yang berbeda itu seperti apa? Ya tunggu sampai kami umumkan kira-kira begitu."


(eye)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.