Catatan Perjalanan ke Afsel (6-Penutup): Urgensi Diplomasi Budaya Indonesia


Tim Delegasi Negeri Rempah Foundation bertemu Konjen RI Cape Town H.E. Tudiono dan istri
dan dijamu makan malam di Cape Town, Afrika Selatan. (ISTIMEWA)

Oleh: Yanuardi Syukur

(Ketua Tim Delegasi Negeri Rempah Foundation ke Afrika Selatan)

Terkait dengan diplomasi, selain mampir ke kantor KJRI untuk foto-foto, kami dijamu makan malam bersama Konjen RI Cape Town H.E. Tudiono dan istri. Malam itu setelah bercerita terkait program selama kunjungan ke Cape Town, kami juga diajak untuk ke Cape Town pada November 2025 menghadiri event tahunan KJRI. Salah satu yang menarik adalah tentang rencana rencana Pemerintah Kabupaten Gowa untuk merealisasikan rencana lama untuk membuat replika rumah adat Balla Lompoa dari Gowa, Sulawesi Selatan yang menurut Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan pada 16 Juli 2020, “…biaya pembangunan dan pemeliharannya oleh Pemkab Gowa akan menggunakan kayu kelas yang telah diakui dunia, seperti kayu yang dipakai di Masjid Al-Aqsa.”

Terkait naskah buku yang kami telah susun, “Islam di Afrika Selatan”, Konjen juga memberikan advis agar bisa diluncurkan di Cape Town dalam dua bahasa (Indonesia-Inggris). Kami juga berbincang tentang pentingnya menjadikan Tuan Guru sebagai tokoh nasional di Indonesia dan Afsel, sebagaimana Syekh Yusuf yang telah menjadi pahlawan nasional di kedua negara. Bersama Konjen, kami juga berkontribusi sebagai narasumber konten Youtube beliau dengan obrolan ringan-ringan dan santai. 

Gagasan Tuan Guru sebagai pahlawan nasional pernah disuarakan diantaranya oleh Sultan Tidore H. Husain Sjah (2017) dan juga akademisi Universitas Nuku, Abdul Kadir Ali (2024) saat berkunjung ke Cape Town. Menurut Konjen Cape Town Tudiono, secara prosedural, pengusulan tersebut oleh masyarakat kepada Pemerintah Kota Tidore, ditandatangi oleh Gubernur Maluku Utara yang ditujukan kepada Menteri Sosial. Setelah itu, Menteri Sosial akan menyerahkan kepada tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) untuk dikaji kelayakan tersebut dan jika layak maka akan ditetapkan oleh presiden. 

Yanuardi Syukur menyerahkan naskah buku berjudul, “Islam di Afrika Selatan”, kepada Konjen RI Cape Town H.E. Tudiono. Konjen juga memberikan advis agar bisa diluncurkan di Cape Town dalam dua bahasa (Indonesia-Inggris). (ISTIMEWA)

Mengutip Kementerian Sekretariat Negara, gelar adalah penghargaan negara yang diberikan Presiden kepada seseorang yang telah gugur atau meninggal dunia atas perjuangan, pengabdian, darmabakti dan karya yang luar biasa kepada bangsa dan Negara. Sedangkan Pahlawan Nasional   adalah gelar yang diberikan kepada warga negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia.

Setelah simposium hari itu, kami segera ke bandara untuk kembali ke Jakarta. Rasanya masih ingin tinggal lebih lama untuk mengikuti kata sebuah iklan di Addis Ababa yang bilang, “There’s so much more to see”. Masih banyak tempat, orang, dan event yang belum kami hadiri, termasuk menikmati kuliner ala Cape Town. Kita telah tiba di Cape Town, menghadiri panggilan untuk berkunjung ke negeri para ulama dan wali tersebut, seperti kata ungkapan populer yang mengatakan, “Cape Town calling, and I must go.” Kita berharap semoga ada waktu berkunjung kembali di hari yang akan datang. 

Salah satu yang rasanya kurang dalam kunjungan ini adalah kami tidak sempat bertemu dengan Professor Muhammad Haron yang sedang sakit, dan diaspora Indonesia asal Sumatera Barat, Inoki Nurza yang sementara bekerja di Johannesburgh. Keduanya adalah sosok penting yang mendukung kunjungan ini dan kami berharap di lain waktu dapat bersilaturahmi. 

Tim Delegasi Negeri Rempah Foundation foto bersama Konjen RI Cape Town H.E. Tudiono dan istri,
di Cape Town, Afrika Selatan. (ISTIMEWA)

Kami menyadari bahwa butuh banyak supporting dalam diplomasi budaya. Mantan Menteri Luar Negeri RI Dr. Hassan Wirajuda pernah mengatakan bahwa; “Upaya diplomasi seperti orkestra yang melibatkan banyak pemain, bukan upaya pribadi” (Antara, 8/11/2023). Maka, berbagai inisiatif diplomasi kita membutuhkan sinergi dari sekian banyak ‘pemain’ agar orkestranya berjalan dengan indah dan maksimal dalam semangat bersama untuk saling mendukung, termasuk dalam dukungan studi-studi kearsipan. Waktu di Cape Town kami sempat berkunjung ke arsip yang penuh dengan berbagai dokumen masa lalu yang kaya untuk di-elaborasi. 

Akhirnya, menggunakan burung besi Qatar Airways, pada tanggal 11/12/2024 kami bertiga kembali ke Jakarta dengan rute Cape Town-Doha-Jakarta (flight QR1372 dan QR954), dan mendarat di bandara internasional Soekarno-Hatta dengan selamat dan semangat untuk terus menggali sejarah dan mendekatkan hubungan antara Indonesia dan Afsel hingga tingkat yang lebih bermakna bagi kedua negara. (TAMAT) *

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.