Catatan Perjalanan ke Afsel (4): Sayyid Malik, Sosok Ulama, Dokter dan Pejuang asal Batavia

Tim Delegasi Negeri Rempah Foundation ke Afrika Selatan bertemu Presiden Muslim Judicial Council
di Cape Town, Afrika Selatan. (ISTIMEWA)

Oleh: Yanuardi Syukur

(Ketua Tim Delegasi Negeri Rempah Foundation ke Afrika Selatan)

Kami berziarah ke Vredehoek kramat, yakni ke makam Sayyid Malik di Jalan Upper Buitenkant, dekat sekolah St. Cyprians, Vredehoek. Sayyid Malik dikenal sebagai ulama, dokter, dan pejuang. Di dalam makam tersebut tertulis: “Kramat/Mazaar of Sayed Abdul Malick R.A.” Di bawahnya tertulis: “In memory of Sayed Abdul Malick, born in Batavia, 3rd May 1483, died in Cape Town 21st Sept 1658.” Namun di bawahnya tertulis data yang salah, menurut Syekh Owaisi dari IPSA, sebab tertulis kehadirannya bersama Syekh Yusuf, yakni tertulis “Arrived at the Cape in the Voetboog with Prince Yusuf,” padahal yang benar bersama Tuan Guru. Sayyid Abdul Malik bersama dengan Tuan Guru menjadi pelopor yang pertama kali mendirikan masjid di Afrika Selatan. Kedekatannya dengan Tuan Guru karena dirinya juga merupakan orang kepercayaan Tuan Guru.

Kuburan tersebut ditutupi oleh kain berwana merah yang berada di atas sebuah bangunan kuburan sekitar setengah meter. Di dinding atas terpajang kaligrafi Allah di kanan dan Muhammad di kiri, sedangkan di bawahnya terdapat sebuah kubah berwana hijau di atas dua jendela terbuka. Menggunakan kaos biru dongker dan training bertuliskan ‘air’, sang penjaga makam asal Yaman, Bapak Adnan, menjelaskan bahwa makam tersebut pernah menjadi tempat tinggal orang yang homeless dan meminum minuman keras di sekitar makam. 

Masyarakat menghormati beliau karena jasanya dalam penyebaran Islam, kata beliau. Lelaki berjenggot dan bercincin di jari manis kanan tersebut menceritakan bahwa Sayyid Malik tiba di Cape dari Batavia sebagai seorang budak. Ia terlibat dengan Tuan Guru dalam mendirikan madrasah pertama di Dorp Street. Makam sayyid terletak di dalam mousaleum hijau dan putih yang indah dengan jendela lengkung dan kubah yang menambah suasana indah di sekitarnya. South African Heritage Resources Agency menetapkan makam Sayyid Abdul Malik sebagai warisan budaya nasional Afrika Selatan. Dengan demikian, maka bangunan makam tersebut akan dijaga dan dipelihara oleh negara. 

Yanuardi Syukur (Ketua Tim Delegasi Negeri Rempah Foundation ke Afrika Selatan)
di makam Sayed Abdul Malick, R.A. di Afrika Selatan. Ulama ini kelahiran Batavia, Indonesia. (ISTIMEWA)

Perkembangan Islam Kontemporer: Kampus dan Organisasi Keulamaan

Kami juga berkunjung ke Madina Institute, sebuah kampus Islam modern yang merupakan cabang dari kampus utama di Atlanta, AS, yang didirikan oleh Syekh Ninoy, salah seorang ulama berpengaruh dan termasuk dalam 500 tokoh Muslim berpengaruh di dunia. Di kampus tersebut, kami tidak hanya berdiskusi tentang kampus tersebut tapi juga tentang tradisi intelektual Muslim, salah satunya tentang publikasi. 

Sheikh Zaid Fataar, dosen Madina Institute yang menerangkan tentang kampus tersebut adalah alumni Universitas Al-Azhar, Mesir. Ia merupakan anak dari Presiden Muslim Judicial Council (MJC), sebuah organisasi keulamaan di Provinsi Western Cape yang berpengaruh, berdiri sejak 1945. Kepada Sheikh Zaid saya menceritakan salah satu buku saya terkait biografi Presiden Mesir Dr. Mohammad Mursi berjudul Presiden Mursi: Kisah Ketakutan Dunia pada Kekuatan Ikhwanul Muslimin. Ia tertarik untuk membacanya. Saya jadi terpikir, ‘mungkin sudah saatnya untuk melakukan translasi berbagai buku ke bahasa Inggris agar dapat dikonsumsi masyarakat luas’. 

Dari Madina Institute, kami lanjut berkunjung ke Muslim Judicial Council (MJC). Kami dijamu di lantai dua gedung tersebut. Warna hijau gedungnya mengingatkan saya akan warna gedung Majelis Ulama Indonesia di Jakarta dan gedung Majelis Permusyawaratan Ulama di Banda Aceh. Hijau menjadi ‘warna umum’ dalam tradisi keulamaan Islam. Di MJC, kami berdiskusi dengan Presiden MJC Sheikh Riad Fataar dan beberapa ulamanya. 

Tim Delegasi Negeri Rempah Foundation berkunjung ke Madina Institute Cape Town, Afrika Selatan. (ISTIMEWA)

Sheikh Riad menyampaikan bahwa muslim Indonesia dan Malaysia seperti saudara, sebab Islam di Cape Town bermula dari situ. Pemerintah Kolonial menangkap ulama dan membuang ke sini, namun Islam berkembang di sini. Masjid juga membangun masjid sendiri/komunitas sendiri karena Belanda menganggap Muslim sebagai setan dan budak. “Masyarakat kami berjuang untuk miliknya,” kata beliau. Pengaruh Indonesia pada Cape Town adalah pada akhlak, adab, semangat atau ghirah pada agama dan pengetahuan, serta mazhab Syafi’i dan berbagai kosa kata bahasa Indonesia. MJC berdiri pada 1945 dan melihat bahwa ‘pendidikan adalah investasi.’ 

Islam di Cape Town dipengaruhi oleh kontribusi ulama asal Indonesia di masa penjajahan Belanda. Akan tetapi, Muslim Cape Town setelah menjadi komunitas pada akhirnya menjadi mandiri. Muslim Cape Town berjuang untuk mempertahankan identitasnya, ‘establish something unique here’, bahkan melawan Israel di International Court of Justice (ICJ) yang itu merupakan roots dari Indonesia. Islam menguatkan ‘language of liberation’ untuk melawan apartheid. 

Muslim Cape Town berusaha menjadikan agar suara Muslim tetap ada dan diproteksi. Mereka juga menjaga perasaan bersaudara (sense of brotherhood) sebab ‘Muslim adalah bersaudara’ sebagaimana perintah Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 10. Batas-batas negara menurut beliau dibuat oleh Barat yang membuat umat menjadi terkotak-kotak berdasarkan ‘identitas nasional’ negara, padahal semua Muslim adalah bersaudara. Salah seorang ulama yang hadir menyampaikan ‘pengaruh kultural yang kuat dari Indonesia ke Cape Town.’ Kawasan Bo Kaap adalah ‘cultural hub’ Muslim, sebab di wilayah tersebut Islam berkembang dan menyebarkan pengaruhnya ke berbagai daerah di Afsel.

Kami juga dijadwalkan menjadi narasumber Radio 786. Sebagai ketua tim, saya sekaligus menjadi juru bicara bagi tim ini. Saat masuk ke ruangannya, terlihat foto Imam Abdullah Haron, seorang ulama dan pejuang perlawanan terhadap apartheid yang syahid di penjara. Radio ini dikenal sebagai ‘a leading multi-award winning South African broadcaster’. Mereka punya motto ‘at all times think, my Allah is watching me with much love and affection.’ Di sini saya menjawab wawancara tentang kegiatan simposium di IPSA dan hubungan Indonesia-Afsel. Diskusi di radio ini penting untuk berbagi dan menguatkan ikatan sejarah antara Indonesia dan Afsel. 

Kami juga diberikan sebuah majalah Vision Advertiser edisi Desember 2024 yang di dalamnya full dengan iklan produk, layanan dan jasa, dan diselingi dengan tulisan yang bernuansa keislaman. Di dalamnya ada produk makanan, farmasi, edukasi, hingga layanan keamanan bersenjata berpengalaman 25 tahun yang menawarkan respon bersenjata (armed response), pemantauan (monitoring), kontrol akses (access control), alarm pencuri (burglar alarms), dan CCTV. 

Pada halaman 30 majalah tersebut ada tulisan berjudul ‘a God fearing king’, yakni kisah seorang raja yang Takut Tuhan. Diceritakan bahwa pada zaman dahulu kala, di India ada seorang raja muslim yang dikenal dengan nama Sultan Nasiruddin. Ia adalah seorang raja yang sangat saleh dan hidup sangat sederhana. Ia sangat takut kepada Tuhan sehingga tidak akan mengambil sepeser pun dari kas negara. Ia menganggap pendapatan negara sebagai amanah suci rakyat, yang hanya milik rakyat. Raja menganggap dirinya hanya sebagai penjaga pendapatan yang seharusnya digunakan untuk kebaikan rakyat. Raja mencari nafkah dengan menulis kaligrafi Al-Qur’an dan buku-buku baik lainnya. Ratunya tidak memiliki pembantu untuk memasak makanan mereka. Ratu dari kerajaan sebesar itu memasak makanannya sendiri. 

Suatu ketika, sang ratu membakar jari-jarinya sendiri ketika sedang memasak. Ia menunjukkan jari-jarinya yang terbakar kepada suaminya, sang kaisar India, dan meminta agar ia menyediakan seorang pembantu untuk membantunya menyiapkan makanan bagi keluarga.  Sang kaisar berkata, “Ya ampun, berapa pun yang saya peroleh dengan menulis Al-Qur'an terlalu sedikit untuk menyediakan seorang pembantu. Saya tidak dapat mengambil sepeser pun dari kas negara untuk keperluan saya sendiri karena itu bukan milik saya. Itu milik rakyat. Saya minta maaf karena saya tidak dapat menyediakan pembantu untuk Anda. Anda harus memasak makanan sendiri.”

Moral tulisan ini adalah bahwa seorang pemimpin haruslah memiliki rasa takut kepada Tuhan, yang dengan begitu ia akan bertindak adil dan tidak memanfaatkan fasilitas untuk kepentingannya sendiri. *

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.