Program 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat
Rosadi Jamani. (Foto: Istimewa) |
Oleh Rosadi Jamani *)
Saatnya anak Indonesia bangun pagi tanpa drama, belajar tanpa paksaan, dan makan sayur tanpa pingsan! Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) RI, Abdul Mukti, baru saja meluncurkan Program 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat. Apa isinya?
Spoiler alert! Anak-anak diharapkan bangun pagi, rajin beribadah, berolahraga, gemar belajar, makan sehat, bermasyarakat, dan tidur cepat. Tapi...siapa yang paling siap dengan tantangan ini? Anak-anaknya, orang tuanya, atau guru-gurunya?
Sambil menikmati kopi di teras rumah, yok kita bahas karakter Deep Learning yang mulai "menggantikan" Kurikulum Merdeka Belajar besutan Nadiem Makarim itu.
Di suatu siang yang tenang, berita menggembirakan muncul dari Mendikdasmen. Menteri Abdul Mu'ti baru saja memperkenalkan Program “7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat”, sebuah upaya revolusioner yang bertujuan membangun karakter anak-anak Indonesia dengan menanamkan kebiasaan sehat. Dari “Bangun Pagi” hingga “Tidur Cepat”. Konsep ini tampaknya siap untuk mengubah pagi yang biasanya penuh teriakan “Ayo bangun!” menjadi pagi yang indah penuh doa dan semangat olahraga (mungkin).
Pertama, Bangun Pagi, Mimpi atau Realita?
Mendikdasmen menyebut “Bangun Pagi” sebagai kebiasaan pertama. Namun, bagi para ahli pendidikan, bangun pagi ini sudah seperti misi mendirikan Menara Pisa. Miring tapi tetap berdiri. Di sini, anak-anak Indonesia ditantang untuk menatap langsung ke matahari pagi dengan senyum mengembang. “Kami ingin anak-anak bangun pagi dengan penuh sukacita, layaknya menyambut hari libur,” ujar Pak Menteri optimistis.
Howard Gardner, ahli pendidikan dan penggagas teori multiple intelligences, mungkin akan tertawa kecil jika mendengar ini.
"Ya, bangun pagi itu salah satu kecerdasan manusia, tapi tidak semua anak terlahir dengan kecerdasan alami untuk bangun pagi," mungkin begitu komentarnya. Apalagi jika anak-anak lebih akrab dengan kecerdasan yang aktif di malam hari, alias kecerdasan “binge-watching anime sampai pagi.”
Kedua, Beribadah, Mendekatkan Anak dengan Sang Pencipta
Kebiasaan kedua adalah beribadah. Program ini mengajarkan anak-anak untuk lebih dekat dengan Tuhan, tidak hanya saat ulangan matematika. Ada cerita populer dari pendidikan karakter bahwa “beribadah itu harus tulus, bukan karena takut nilai jatuh.” Dengan ini, diharapkan anak-anak bisa berdoa tanpa harus tergantung pada agenda sekolah atau ujian.
Maria Montessori, tokoh pendidikan anak, mungkin akan menyarankan agar beribadah bisa dilakukan melalui permainan atau kegiatan yang menyenangkan bagi anak. Bayangkan saja, ibadah sambil bermain lego? Montessori pasti setuju, selama anak paham esensi dari aktivitasnya.
Ketiga, Berolahraga, Bukan Cuma Lari dari Kenyataan
Selanjutnya adalah berolahraga. Program ini didorong agar anak-anak tidak hanya menjadi atlet jempol alias jago main gim. Program ini memang menyasar agar anak-anak Indonesia tidak hanya lincah dalam tap-tap gim mobile, tapi juga cekatan berlari di dunia nyata, bahkan ketika tak ada sinyal internet.
Ahli kebugaran dan pendidikan, seperti Jean Piaget, mungkin akan melihat ini sebagai langkah bagus untuk perkembangan motorik anak. Tapi, kalau Piaget melihat betapa anak-anak lebih ahli dalam berolahraga “lari dari kenyataan” mungkin dia akan mengusulkan program lari di lapangan sekolah sambil menyelesaikan soal matematika. Itulah yang disebut berolahraga sambil mengasah otak!
Keempat, Gemar Belajar. Ayo Belajar dengan Gaya!
“Gemar Belajar” juga masuk dalam daftar kebiasaan yang harus ditanamkan. Ini adalah momen di mana, kata para ahli, kita butuh keajaiban untuk mengubah kata “belajar” menjadi sesuatu yang anak-anak sukai, seperti kata “liburan” atau “diskon besar-besaran.”
Di sini, kita bisa belajar dari pendidik Finlandia yang sukses membuat sekolah seperti surga bagi anak-anak. Mereka tak banyak PR, lebih sering di luar ruangan, dan pendekatannya tanpa tekanan. Di Indonesia? Gemar belajar biasanya disertai nada merdu dari “Ma, ada PR lagi nih!”
Kelima, Makan Sehat dan Bergizi. Perang Lawan Camilan Instan
Program ini mendorong anak-anak untuk makan sehat, alias melawan godaan keripik, ciki, dan mie instan yang menjadi sahabat setia. Menteri Mu'ti bercita-cita agar anak-anak merindukan sayur dan buah seperti merindukan liburan.
Ahli nutrisi sekaligus pakar pendidikan, Jamie Oliver, pasti mengangguk setuju dengan program ini. Namun, jika melihat budaya camilan Indonesia yang serba goreng, Oliver mungkin akan memberikan saran bijak, “Buat salad terlihat semenarik bakso goreng!”
Keenam, Bermasyarakat. Dari Gadis Kecil Sampai Tokoh Masyarakat
Selanjutnya, anak-anak diharapkan bisa bermasyarakat dengan baik, alias tidak menjadi “introvert akut” karena terlalu lama di rumah. Bermasyarakat bagi mereka tidak hanya soal berkumpul, tapi belajar berbicara dengan sopan dan mendengarkan dengan hati. Program ini bertujuan agar anak-anak bisa bergaul tanpa harus merasa gengsi.
Henry Giroux, ahli pendidikan kritis, mungkin akan menyarankan agar “bermasyarakat” ini juga melibatkan pelajaran berpikir kritis, bukan sekadar mengikuti arus atau tren. Dalam budaya pendidikan Indonesia, sepertinya ini bisa disederhanakan jadi, “Ayo bergaul, tapi jangan terlalu percaya hoaks!”
Ketujuh, Tidur Cepat. Demi Anak yang Produktif
Program ini ditutup dengan “Tidur Cepat.” Ya, anak-anak diharapkan tidur cepat agar esoknya siap menjadi generasi hebat. Menurut Mendikdasmen, tidur yang cukup adalah kunci kesehatan mental dan fisik anak-anak Indonesia.
Ahli tidur seperti Matthew Walker akan senang mendengar ini. Namun, tantangan yang sebenarnya adalah bagaimana membuat anak-anak tidur lebih awal di dunia yang penuh dengan gadget, gim, dan video lucu kucing di internet. Walker mungkin akan setuju, tidur cepat itu bagus, tapi kalau bisa jangan tidur saat guru menjelaskan matematika.
Para ahli pendidikan global tentu akan mendukung program ini. Tapi, dengan beberapa catatan yang mungkin perlu diperhatikan. "Semua kebiasaan ini bagus. Asal, jangan lupa anak juga punya keinginan dan kebebasan yang harus dihormati," kata seorang psikolog anak terkenal. Mungkin dengan pandangan ke arah ibu-ibu dan bapak-bapak yang berharap anaknya jadi Einstein.
Dengan Program 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat ini, Mendikdasmen berharap generasi penerus bangsa bisa bangkit, tidak hanya di pagi hari tetapi juga dalam hal karakter. Tentu, kita semua berharap semoga program ini tidak hanya jadi lembar kerja mingguan, tapi benar-benar menjadi kebiasaan nasional. Biar Bangun Pagi dan Tidur Cepat jadi prestasi anak Indonesia!
11 November 2024
*) Ketua Satupena Kalimantan Barat (Kalbar), Dosen UNU Kalbar
Post a Comment