Pengawasan Penggunaan Semua Jenis Air Minum Lebih Penting daripada Pelabelan Galon "Berpotensi Mengandung BPA"
Galon-galon air minum dalam kemasan (AMDK)/ilustrasi. (Foto: Istimewa)
JAKARTA -- Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) menyatakan pengawasan penggunaan dari semua jenis air minum yang dijual di pasaran saat ini menjadi amat penting. Sehingga, tidak perlu ada pelabelan "Berpotensi Mengandung BPA" pada galon air minum dalam kemasan (AMDK) yang sudah terstandardisasi atau memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI).
“Jadi, tidak perlu ada kekhawatiran yang berlebihan dari masyarakat terhadap produk-produk AMDK yang sudah terstandardisasi. Apalagi belum ada survei yang menemukan sudah ada masyarakat yang terganggu kesehatannya karena mengonsumsi AMDK yang sudah terstandardisasi itu,” kata Ketua Umum Pengurus Pusat IAKMI, Dr. Hermawan Saputra, SKM., MARS., CICS, dalam sebuah webinar yang diselenggarakan Pusat Riset Konsumen Ganesha, Selasa (5/11/2024).
Menurut Hermawan, yang juga seorang akademisi, pakar bidang kesehatan, dan pengamat kebijakan kesehatan Indonesia, IAKMI lebih tertarik untuk melakukan survei terhadap masyarakat yang mengonsumsi produk air minum yang dijual di depot-depot air minum isi ulang ketimbang AMDK yang sudah jelas-jelas terstandardisasi.
“Kami menemukan banyak kejadian yang dialami masyarakat yang mengonsumsi air minum dari depot air isi ulang. Ada orang yang mengalami diare, kemudian gangguan ISPA, terutama pada bayi dan balita,” jelas Hermawan.
Hermawan menekankan, dari pantauan dan kajian cepat yang dilakukan IAKMI, terjadinya penyakit pada masyarakat pengguna air minum isi ulang dari depot-depot itu lebih disebabkan karena adanya paparan bakteri yang ada di dispenser atau mesin pompanya. “Jadi, bukan pada sumber air dalam galonnya, tapi pada sanitasi dan higienitas prosesnya,” cetusnya.
Sebelumnya, Balai Besar Kimia, Farmasi, dan Kemasan (BBKFK) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) RI juga sudah membuktikan bahwa migrasi Bisfenol-A (BPA) dari galon polikarbonat berbagai merek yang diteliti masih jauh di bawah ambang batas aman yang ditetapkan BPOM. Artinya, galon-galon tersebut aman untuk digunakan sebagai kemasan air minum.
Manajer Teknis BBKFK Kemenperin, Roni Kristiono, mengatakan BBKFK baru-baru ini telah melakukan penelitian terhadap migrasi BPA galon polikarbonat berbagai merek. “Sampai bulan ini ada delapan perusahaan yang mengajukan uji migrasi BPA dari galon polikarbonat,” ujarnya.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, Roni mengungkapkan bahwa hasil migrasi BPA dari galon-galon polikarbonat itu tidak ada yang melebihi ambang batas aman yang ditetapkan BPOM sebesar 0,6 bpj.
“Kalau yang masuk ke kita, nilainya itu masih dalam batas ambang semua. Kita juga uji tiga kali setiap 10 hari, tetap masih di bawah batas ambangnya,” kata Roni menjelaskan. “Rata-rata migrasi BPA dari galon-galon polikarbonat yang kita teliti itu masih jauh di bawah angka 0,012 bpj, juga ada yang 0,1 bpj. Tapi, semua masih di bawah batas ambang aman yang ditetapkan BPOM.”
Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran Institut Teknologi Bandung (ITB), Akhmad Zainal Abidin, juga menyatakan hasil penelitian terbaru terhadap AMDK galon berbahan polikarbonat tidak menunjukkan adanya kandungan zat berbahaya BPA.
Kelompok Studi Polimer ITB, lanjut Zainal, melakukan penelitian yang menguji keamanan dan kualitas air minum dalam kemasan galon berbahan polikarbonat (PC) dari berbagai merek ternama di Provinsi Jawa Barat.
Zainal melanjutkan, studi tersebut berfokus untuk mendeteksi peluruhan atau migrasi BPA dari kemasan galon berbahan polikarbonat ke dalam air minum terhadap empat sampel dari merek AMDK terpopuler. "Dari penelitian yang kami lakukan, kami tidak mendeteksi (non-detected/ND) BPA di semua sampel AMDK yang diuji," ujarnya.
Artinya, menurut Zainal, kadar BPA masih sangat aman, berada jauh di bawah ambang batas yang ditetapkan otoritas keamanan pangan nasional dan internasional, seperti SNI, BPOM, dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). "Penelitian ini menunjukkan semua sampel air minum yang diuji terbukti aman untuk dikonsumsi masyarakat dan telah sesuai dengan standar serta regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah dan juga standar internasional,” katanya.
Zainal memaparkan penelitian yang dilakukan merupakan bagian dari upaya mengedukasi masyarakat mengenai kualitas dan keamanan AMDK yang berbasis pada serangkaian uji ilmiah yang ketat, terpercaya, dan independen.
Penelitian tersebut mengikuti metode uji baku keamanan dan kualitas air minum nasional dan internasional, baik standar dari BPOM, SNI, Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), maupun American Public Health Association (APHA), dengan menggunakan detail analisis kimia dari Association of Official Analytical Chemist International (AOAC).
Zainal menambahkan, penelitian dilakukan menggunakan alat ukur canggih, yaitu High Performance Liquid Chromatography (HPLC) yang terkenal akan ketepatan akurasinya, dengan nilai Limit of Detection (LoD) sebesar 0,0099 mikrogram per liter (mcg/L). Sedangkan menurut Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019, ambang batas maksimal migrasi BPA dalam wadah penyimpanan adalah 600 mikrogram per liter (0,6 ppm).
(dinar kd)
Post a Comment