Komisi VI DPR RI Dengar Masukan Pakar Hukum Soal Perlindungan Konsumen

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Anggia Erma Rini (Foto: DPR RI)

JAKARTA -- Komisi VI DPRI RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan 2 (dua) Pakar hukum Perlindungan Konsumen di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (11/11/2024), terkait rencana perubahan Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Melalui rencana revisi ini, regulasi ini diharapkan menjadi payung kuat yang melindungi serta memberikan kepastian hukum yang tegas kepada setiap stakeholder (pemangku kepentingan). 

Kedua pakar hukum perlindungan konsumen tersebut yakni Guru Besar Universitas Parahyangan, Prof. Dr. Bernadette Mulyati Mulyono, dan Prof. Johannes Gunawan. UU ini memiliki peran krusial karena memberikan wawasan yang kaya dan berimbang, baik dari sisi konsumen, pemerintah, maupun perusahaan.

RDPU dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Anggia Erma Rini. Anggia menjelaskan setiap masukan dan aspirasi yang disampaikan oleh pakar tersebut terkait perubahan UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen memainkan peran krusial. Pasalnya, masukan dan aspirasi tersebut memberikan wawasan yang kaya dan berimbang, baik dari sisi konsumen, pemerintah, maupun perusahaan. Harapannya, regulasi ini menjadi payung kuat yang melindungi serta memberikan kepastian hukum yang tegas kepada setiap stakeholder.

Sejak diundangkan, menurut Anggia, UU Nomor 8 Tahun 1999 ini dinilai masih lemah dan belum mampu menyelesaikan masalah terkait perlindungan konsumen. Apalagi dengan perkembangan globalisasi dan teknologi. "Kami menilai UU yang sudah existing ini perlu dilakukan dan masukan dari kedua pakar ini, kami sangat nantikan," tutur legislator daerah pemilihan Jawa Timur VI ini

Sebagai informasi, setelah 22 tahun dinyatakan berlaku untuk diterapkan, UU Nomor 8 Tahun 1999 dinilai memiliki kekurangan di sejumlah aspek. Di antaranya gramatika, sistematika, tanggung jawab pelaku usaha, penyelesaian sengketa konsumen, dan kelembagaan. 

Sementara itu, Pakar Hukum Perlindungan Konsumen Prof. Johannes Gunawan, memaparkan penyusunan dari perubahan Perlindungan Konsumen harus berlandaskan UUD 1945, dimana negara yang diwakili oleh pemerintah harus melindungi segenap bangsa Indonesia. Maka dari itu, sebagai salah satu pihak yang berkontribusi menyusun naskah akademik perubahan UUPK sejak 2007, dirinya mencatat perlu ada empat perubahan yang subtantif. 

Senada, Pakar Hukum Perlindungan Konsumen Prof. Bernadette Mulyati Mulyono, menambahkan, perubahan UU Perlindungan Konsumen harus menjadi peraturan yang memberikan kepastian hukum. "Tidak hanya itu saja, UU Perlindungan Konsumen juga membuka kesempatan untuk UU lainnya agar bisa mengatur perlindungan konsumen, selama UU lain menyesuaikan serta tidak bertentangan dengan UU Perlindungan Konsumen," jelasnya.

Menanggapi pendapat kedua pakar tersebut, Anggia memastikan bahwa Komisi VI DPR berkomitmen kuat menyelesaikan perubahan UU Perlindungan Konsumen. Oleh karena itu, ia mengapresiasi masukan dan aspirasi, terutama soal kolaborasi antar stakeholder untuk melindungi konsumen. 

Walaupun tidak mudah mewujudkannya, ia berharap Komisi VI memperoleh dukungan dari setiap pihak yang terkait. Menurutnya, sistem perlindungan konsumen nasional di Indonesia perlu diperbarui. Banyak PR (pekerjaan rumah) yang harus diselesaikan. "Kami, Komisi IV, sangat serius menyusun perubahan (UU Nomor 8 Tahun 1999). Stakeholder pun harus serius untuk membahas ini. Damage-nya sudah terlihat di depan mata. Harus kita berinisiasi untuk melindungi masyarakat," pungkasnya. (*)

(www.dpr.go.id/zaky)


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.