Transformasi LPS Menjaga Ketenangan Nasabah

 

Direktur Eksekutif Klaim dan Resolusi Bank LPS, Suwandi (kedua dari kiri) Kepala Kantor Plt Persiapan PRP dan Hubungan Lembaga Herman Saheruddin dan Sekretaris Lembaga Jimmy Ardianto didampingi moderator Arif Budiarto berbicara pada acara LPS Media Workshop 2024 di Bandung, Sabtu (19/10/2024). (Foto-foto: Gebrak.id)


BANDUNG -- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) kini dapat lebih maju ke depan dalam menangani bank sebelum kondisi bank  tersebut menjadi lebih buruk. Melalui UU Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), , fungsi LPS sebagai otoritas resolusi bank tidak hanya sekedar menjadi paybox dan loss minimizer 

LPS telah meningkat menjadi fungsi risk minimizer di mana kewenangan LPS juga telah dilengkapi dengan fungsi pengawasan dan early involvement dengan tetap berkolaborasi bersama otoritas pengawas perbankan. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Klaim dan Resolusi Bank LPS, Suwandi di acara Temu Media bersama insan media se-Jawa Barat, dihelat di Bandung, Sabtu (19/10/2024).


Direktur Eksekutif Klaim dan Resolusi Bank LPS, Suwandi memaparkan sejumlah perkembangan Lembaga Penjamin Simpanan pada acara LPS Media Workshop 2024 di Bandung, Sabtu (19/10/2024). Mei 2024 silam LPS berhasil sehatkan kembali sebuah BPR di Indramayu melalui proses bail in.


“LPS pun sekarang memiliki berbagai macam opsi untuk menangani bank sebelum bank tersebut dicabut izin usahanya kemudian dilikuidasi. Opsi tersebut telah dipraktekkan dalam penanganan beberapa BPR yang tengah ditangani LPS atau berstatus Bank Dalam Resolusi (BDR) misalnya dengan melakukan investor gathering untuk menawarkan aset-aset bank,” ujarnya. 

LPS telah mencetak sejarah dalam penanganan bank bermasalah. Di mana pada bulan Mei 2024 silam LPS berhasil sehatkan kembali sebuah BPR di Indramayu, menjadi bank normal yang sebelumnya masuk dalam kategori Bank Dalam Resolusi (BDR). Ini adalah kali pertama LPS melakukan penanganan BDR dengan cara metode Bail In (konversi kewajiban menjadi saham).

“Hal ini merupakan inovasi baru untuk penanganan bank yang lebih efektif, sehingga memungkinkan LPS melakukan tindakan penyelamatan dengan melibatkan calon investor atau pihak lainnya sebelum LPS memutuskan opsi resolusi.” jelasnya.

Kepala Kantor Plt Persiapan PRP dan Hubungan Lembaga Herman Saheruddin (kanan) berbicara  pada acara LPS Media Workshop 2024 di Bandung, Sabtu (19/10/2024).


Sebagaimana tertuang pada UU P2SK, LPS berwenang melakukan penanganan bank yang berstatus BDR di mana LPS dapat melakukan penjajakan kepada calon investor  yang berminat untuk mengambil alih seluruh, atau sebagian aset dan kewajiban bank serta penjajakan kepada calon investor lainnya, dimana sebelumnya LPS tidak memiliki kewenangan ini.

“Dengan dilaksanakannya opsi ini, LPS tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membayar klaim penjaminan apabila bank dilikuidasi, artinya kita bisa berhemat,” jelasnya.


Rencana Resolusi (Resolution Plan)

Dalam kesempatan tersebut, Suwandi juga menjelaskan mengenai Resolusi Bank khususnya dalam alur penanganan dan Penyelesaian Bank sesuai UU P2SK yaitu bank dalam pengawasan normal, bank dalam penyehatan dan bank dalam resolusi.

Rencana Resolusi (Resolution Plan) adalah dokumen yang berisi strategi dan informasi mengenai bank yang menjadi pertimbangan LPS dalam menangani bank gagal. Rencana ini harus komprehensif dan mencakup langkah-langkah untuk mengatasi potensi kegagalan bank.

Rencana Resolusi harus disusun, disampaikan, diperbaiki, dan dimutakhirkan sesuai dengan pedoman dan format yang ditetapkan oleh LPS. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam Rencana Resolusi, antara lain, mempersiapkan diri menghadapi situasi krisis terburuk, seperti krisis likuiditas atau modal dan menjamin kelangsungan operasional yang lancar dalam situasi krisis, serta meningkatkan perlindungan nasabah.

“UU P2SK telah mewajibkan semua bank membuat resolution plan. Untuk bank yang belum ada resolusi, kita senantiasa sosialisasi untuk penyusunannya. Manfaat bagi bank juga sangat penting, karena ini adalah langkah antisipasi dan juga mitigasi. Karena mencegah kegagalan bank itu lebih baik daripada mengobati kalau gagal,” jelasnya.

Sekretaris Lembaga Jimmy Ardianto (kanan) menjawab pertanyaan wartawan  pada acara LPS Media Workshop 2024 di Bandung, Sabtu (19/10/2024).


Single Customer View

Dalam kesempatan tersebut, Suwandi juga memaparkan mengenai Single Customer View (SCV) atau informasi menyeluruh terkait simpanan dan pinjaman setiap nasabah pada Bank serta nilai Simpanan yang dapat dijamin sesuai dengan ketentuan program penjaminan simpanan.

“Tanpa sistem SCV, akan sulit bagi LPS untuk mempercepat pembayaran klaim penjaminan sesuai dengan standar internasional. Apalagi jika bank yang dilikuidasi adalah bank skala menengah atau bank besar yang memiliki ratusan ribu atau bahkan jutaan rekening simpanan,” tambahnya.

SCV dapat meningkatkan layanan klaim penjaminan LPS jika bank dilikuidasi, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap sektor perbankan semakin meningkat. Hal ini bertujuan untuk percepatan pembayaran klaim penjaminan dalam rangka mencapai target pembayaran klaim dalam 7 hari kerja.


Direktur Eksekutif Klaim dan Resolusi Bank LPS, Suwandi (tengah) berbincang bersama Kepala Kantor Plt Persiapan PRP dan Hubungan Lembaga Herman Saheruddin (kiri) dan Sekretaris Lembaga Jimmy Ardianto (kanan) pada acara LPS Media Workshop 2024 di Bandung, Sabtu (19/10/2024).


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.