Mendorong Prabowo Sebagai Bapak Penyehatan Negara
Oleh Yudhie Haryono (Presidium Forum Negarawan) dan PG Slamet Gandhiwidjaja (Pemimpin RP1. Merdeka Berpikir dan Bertindak)
Masih ingat konsep empat sehat lima sempurna dalam pola makan? Konsep ini menekankan pentingnya empat golongan makanan berupa sumber kalori untuk tenaga, protein untuk pembangun, sayur plus buah sumber vitamin, mineral untuk pemeliharaan serta susu sebagai penyempurna. Dengan konsep ini, masyarakat yang mengkonsumsinya sehat dan kuat. Dengan kesehatan prima, mereka bisa belajar, bekerja, berdoa, berwisata, berinovasi dan berinvestasi.
Mewarisi negara yang biasa saja, ada baiknya presiden terpilih Prabowo Subianto segera bekerja cerdas untuk membuat Indonesia melenting mengejar ketertinggalannya dari negeri maju. Dalam hal ekonomi (kebijakan uang yang adil kepada rakyat dan politik yang waras) untuk mengurangi secara bertahap korupsi-korupsi dan nepotisme, kerja itu disebut "penyehatan negara." Menjadi negara sehat artinya: tak ada KKN, tak ada kemiskinan, tak ada pengangguran dan ketimpangan.
Untuk mencapai empat sehat lima sempurna dalam bernegara yang belum terengkuh, kunci utamanya dua: merealisasikan keadilan dan kesentosaan. Keduanya, pasti menjadi mimpi, cita-cita, serta tujuan tatanan warga negara Indonesia merdeka. Tanpa keduanya, kita tak layak menyebut negara Pancasila, negara Indonesia. Sebaliknya pantas disebut negara swasta, negara predatorian.
PG Slamet Gandhiwidjaja |
Kita tahu, adil artinya sama, menyamakan, setara, setimbang; menjaga hak-hak orang lain; memberikan hak kepada yang berhak menerimanya; sama berat; tidak berat sebelah; tidak memihak; sepatutnya; tidak sewenang-wenang; berpihak kepada yang benar; berpegang teguh pada kebenaran.
Jika keadilan diletakkan dalam perspektif Pancasila sebagai filosofi bangsa dan negara, maka itu merupakan perlakuan yang adil setimbang bagi seluruh rakyat Indonesia dalam segala bidang yaitu ipoleksosbudhankam. Tanpa pandang bulu, di manapun, kapanpun dan oleh siapapun.
Sedangkan sentosa artinya bebas dari segala penindasan, kejahatan, penjajahan, kesukaran dan bencana; aman dan tenteram; terbebas dari dominasi, kolonialisme lama dan baru, ancaman, tantangan, hambatan, gangguan; sejahtera lahir batin; panjang umur kebahagiaan.
Jika sentosa diletakkan dalam prespektif Pancasila sebagai dasar bangsa dan negara, maka kita semua wajib membawa dan menghadirkan keadilan, kemakmuran, kedamaian, keamanan, keterlindungan, dan kesentosaan yang dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Tanpa pandang bulu, di manapun, kapanpun dan oleh siapapun.
Mulia dan keren bukan cita-citanya? Tentu. Terlebih, adil dan sentosa ini dalam konteks negara merdeka selalu dihadapkan dengan kata penderitaan. Sebuah keadaan yang tidak normal karena itu produk penjajahan.
Penderitaan artinya menanggung atau merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan. Penderitaan dapat didefinisikan sebagai keadaan menyedihkan yang harus ditanggung oleh seseorang baik sengaja maupun tidak. Dus, merdeka itu artinya bahagia, bebas derita, berdaulat dan mandiri (berdikari).
Dalam sejarahnya, kondisi adil dan sentosa di sebuah negara ternyata hanya bisa hadir jika ditopang oleh warga negara dan pemimpin yang punya lima karakter: berani, jujur, amanah, idealis, dan cerdas. Artinya, tanpa mental dan perilaku berani, jujur, trust, idealis, dan cerdas, maka tak mungkin hadir keadilan dan kesentosaan. Artinya makin terpenuhi 5 kondisi itu maka makin tinggi indexnya.
Sayangnya kita kini panen sikap dan perilaku sebaliknya: khianat (pengkhianatan), dendam (pendendam), tamak (ketamakan), dengki (kedengkian), dan sombong (kesombongan). Praktis suasana hubungan antarwarga negara kita begitu menyesakkan, terutama atmosfer ekonomi-politik dan hukum terkini. Mereka mempertontonkan saling berkhianat, saling mendendam, saling bertamak-ria, saling berdengki, dan saling sombong yang kelewat batas.
Kultur jegal-menjegal itu kini dianggap wajar. Tradisi tidak setia dan selingkuh itu kini trendi. Kelakuan bohong dan menipu itu kini seperti keharusan. Bersikap menusuk dari belakang dan mengadu domba itu ciri kesuksesan. Nyolong, nyopet, nggarong, ngrampok, dan ngentit kini dijadikan rukun kekuasaan ekonomi politik dan politisi Indonesia yang merdeka.
Hukum semesta yang bersifat pasti bahwa barang siapa ingkar dan aniaya pada sesama, hakekatnya ia ingkar dan aniaya terhadap diri pribadinya. Ini hukum tabur tuai yang pasti persisi hasilnya. Ini perjalanan hukum alam raya yang tidak tak terbantahkan. Nah, tak ada pilihan bagi Prabowo Subianto harus menghentikan "warisan tradisi tersebut" secara seksama, segera, dan secepatnya serta sesingkat-singkatnya.
Di tengah index prestasi dalam kenegaraan yang makin minus, kita kini menikmati negara 78 tahun merdeka yang mengalami kedaruratan di mana-mana. Minimal ada lima darurat nasional: 1) Darurat politik karena kita menghapus konstitusi asli; 2)Darurat ekonomi karena dicengkeram oligarki yang tamak; 3) Darurat pangan karena dihabisi el nino dan impor pangan; 4)Darurat pendidikan karena kita dihempas liberalisasi dan komersialisasi; 5) Darurat budaya karena kini penetrasi budaya asing begitu hegemonik di semua lini.
Sekelas Prabowo Subianto, seorang jenderal jenius yang menguasai banyak bahasa dan jaringan berkualitas dunia, kaya pikir dan kaya materi, serta sebagai Presiden Terpilih RI diharapkan dapat melakukan penyehatan negara untuk 7 (tujuh) hal berikut:
1) Menjadikan kembali Pancasila sebagai sumber bernegara; 2 )Mengembalikan konstitusi asli; 3) Memilih pembantu presiden yang jenius, jujur, berani, out of the box dan outward-looking; 4) Menghidupkan kembali GBHN agar semua pembangunan itu terintegrasi dan sambung menyambung; 5 )Memutar balik haluan keindonesiaan menjadi ipoleksosbudhankam yang bertuhan, bermanusia, bersemesta secara resiprokal (theo-antro-eco-centris); 6) Mampu mensejahterakan (membagikan uang secara bijak kepada rakyat bukan dalam bentuk fisik) tetapi berupa kebijakan di bidang pendidikan yang normal, kesehatan, keamanan, perumahan, dan kenormalan mesin birokrasi sehingga NKRI harga hidup dan makmur; 7) Enam poin di atas bila dapat dilakukan oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto akan menjadikan legacy sehingga berbangsa dan bernegara setara dalam pergaulan dunia. Presiden Terpilih Prabowo Subianto mampu mengkonekan cahaya atas (teknologi) dengan cahaya bawah (sumber daya manusia dan sumber daya alam).
Kita, baik Presiden Terpilih Prabowo Subianto dan Rakyat Indonesia bila bergotong-royong mengatasi hal-hal di atas, maka dipastikan index kenegaraan kita pasti top (markotop). Kita akan menuju mercusuar dunia: jadi peradaban martabatif. Semoga presiden terpilih Prabowo Subianto dan timnya memilih praktik patriot sejati pancasilais yang menyehatkan republik kita semua.
Post a Comment