Aliansi Kebangsaan Mengajak Para Intelektual Kembali Pecahkan Persoalan Bangsa
Ketua Aliansi Kebangsaan, Pontjo Sutowo, memberikan sambutan dalam HUT
Ke-14 Aliansi Kebangsaan di Jakarta, Selasa (29/10/2024). (Foto:
Republika Network)
JAKARTA -- Ketua Aliansi Kebangsaan, Pontjo Sutowo, mengajak para cendekiawan/intelektual untuk kembali terpanggil dalam memecahkan persoalan-persoalan mendasar yang dihadapi bangsa dan negara. Langkah ini dalam upaya mewujudkan cita-cita proklamasi berdasarkan Pancasila.
"Sebagai bangsa yang lahir dari gagasan para kaum cendekiawan melalui Budi Utomo dan Sumpah Pemuda, Aliansi Kebangsaan yang merupakan jaringan intelektual lintas kultural dan lintas keyakinan, yang dipersatukan oleh kepedulian yang sama untuk menguatkan dan mengembangkan kebangsaan Indonesia, ingin mengajak para cendekiawan/intelektual kembali terpanggil memecahkan persoalan-persoalan mendasar yang dihadapi bangsa dan negara dalam upaya mewujudkan cita-cita proklamasi berdasarkan Pancasila," kata Ketua Aliansi Kebangsaan, Pontjo Sutowo, dalam peringatan HUT Ke-14 Aliansi Kebangsaan di Jakarta, Selasa (29/10/2024).
Menurut Pontjo, bila kaum terpelajar, sebagai minoritas kreatif (creative minority) pada masa lalu, mampu bangkit merespons tantangan zamannya, lantas ia mempertanyakan apa respons kaum terpelajar/cendekiawan saat ini terhadap berbagai problematika kebangsan dan kenegaraan yang muncul setelah 79 tahun Indonesia merdeka. "Dengan “otoritas intelektual” yang dimiliki, saya percaya kaum cendekiawan mampu ambil peran dalam perjuangan menjawab tantangan ini," tegas dia.
Pontjo melanjutkan, berangkat dari kehendak untuk turut mengarusutamakan epistemologi Pancasila sebagai paradigma Pembangunan Nasional, mendorong transformasi ekonomi pengetahuan serta mengembangkan perangai ilmiah (scientific temper) kaum muda, Aliansi Kebangsaan dengan didukung oleh beberapa tokoh nasional yang peduli dengan masalah-masalah kebangsaan Indonesia, telah meluncurkan inisiatif “Dana Darma Pancasila” pada tanggal 28 Oktober 2023. "Inisiatif ini dimaksudkan untuk memberi bantuan dana penelitan dan kerja ilmiah dalam isu-isu yang terkait dengan Tiga Ranah Peradaban berdasarkan Pancasila (tata nilai, tata kelola, dan tata sejahtera)," jelasnya.
Pontjo menambahkan, Aliansi Kebangsaan juga ikut mendorong peningkatan nilai tambah ekonomi bagi pengelolaan sumber daya alam yang dimiliki dengan memanfaatkan sains, teknologi, dan inovasi. "Ini sebagai bentuk apresiasi terhadap para pelaku UMKM yang telah menunjukkan kinerja mengagumkan dengan berbagai inovasi dan kreativitasnya, pada kesempatan peringatan Ulang Tahun ke-14 ini, Aliansi Kebangsaan memfasilitasi UMKM untuk mengenalkan produk-produk inovasinya," ujarnya.
Di sisi lain, menurut Pontjo, setelah 96 tahun Sumpah Pemuda diikrarkan, harus diakui kebangsaan bangsa ini masih menghadapi berbagai masalah. Semangat kebangsaan terasa mulai memudar.
"Karenanya, harus terus direvitalisasi, dibangun, dan diperjuangkan oleh segenap bangsa Indonesia terlebih karena perkembangan lingkungan berubah secara dinamis. Bahkan tanpa disadari kita sedang berada dalam pusaran peperangan modern yang lebih menekankan penggunaan senjata non-militer (softpower) seperti penghancuran nilai, budaya, perusakan moral generasi masa depan bangsa, ekonomi, politik serta bidang kehidupan nasional lainnya," papar Pontjo.
Untuk membangun kebangsaan Indonesia dalam perkembangan lingkungan, lanjut Pontjo, sudah seharusnya pembangunan manusia Indonesia menjadi pusat perhatian pembangunan nasional, tentu didukung oleh pembangunan dimensi lainnya yaitu pembangunan ekonomi, sosial, politik, keamanan, dan wilayah. "Paradigma pembangunan saat ini memang sudah mengarah menjadi “People Centered Development” yang menempatkan manusia sebagai subyek, aktor, pengendali maupun penerima manfaat pembangunan," kata Ketua Aliansi Kebangsaan ini.
Pontjo menegaskan, manusia adalah pangkal dan ujung pembangunan. Dengan demikian, ukuran keberhasilan pembangunan nasional tidak saja ditentukan oleh ukuran-ukuran ekonomi seperti angka pertumbuhan, income per capita, inflasi, tetapi yang lebih penting adalah ukuran pembangunan manusia, antara lain Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index).
"Bahwa pembangunan menuntut pertumbuhan ekonomi, pendapatan per kapita yang lebih tinggi adalah fakta yang tidak bisa dibantah. Namun, pembangunan yang mereduksi nilai-nilai dasar kemanusiaan dan menempatkan pertumbuhan ekonomi sebagai satu-satunya indikator pembangunan justru mereduksi makna pembangunan itu sendiri," cetus Pontjo.
Aliansi Kebangsaan, sambung Pontjo, menaruh perhatian besar pada pembangunan manusia karena harus diakui bahwa pembangunan dimensi ini memang relatif tertinggal dengan pembangunan pada bidang-bidang lainnya seperti pembangunan politik, ekonomi, infrastruktur. Hal ini dapat dilihat dari berbagai indeks yang selama ini digunakan untuk mengukur pembangunan manusia seperti Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Kesehatan, Indeks Pendidikan.
"Yang pelu kita sadari bersama bahwa pembangunan manusia Indonesia tentu tidak terbatas pada dimensinya sebagai manusia individu dalam rangka memperbaiki kehidupannya," kata Pontjo menandaskan. "Namun lebih jauh dari itu, yaitu membangun manusia Indonesia dalam dimensinya sebagai warga masyarakat, warga bangsa, dan warga Negara agar mengerti hak dan kewajibannya sebagai warga negara yang baik, dalam rangka tumbuh dan berkembang bersama dalam kebhinekaan, sebagai suatu bangsa yang majemuk."
(eye)
Post a Comment