MPR RI dan LDII Sepakat Menjalin Penguatan Wawasan Kebangsaan Melalui Sekolah Virtual Kebangsaan
JAKARTA -- Ketua ke-16 MPR RI, Bambang Soesatyo, bersama Ketua Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah Islam Indonesia (DPP LDII) K.H. Chriswanto Santoso menandatangani nota kesepahaman antara MPR dengan LDII untuk penguatan pendidikan karakter dan wawasan kebangsaan melalui Sekolah Virtual Kebangsaan. Penandatanganan nota kesepahaman tersebut untuk memasifkan kegiatan internalisasi program Empat Pilar MPR RI di lingkungan warga LDII, khususnya bagi para pengurus, generasi muda dan Ustadz/Ustadzah LDII melalui kegiatan Sekolah Virtual Kebangsaan.
"Selain melalui penyelenggaraan Sekolah Virtual Kebangsaan, MPR dan LDII juga akan menyelenggarakan berbagai kegiatan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Pondok Pesantren, Sekolah/Madrasah, Yayasan, Majelis Taklim, dan/atau komunitas warga LDII baik di dalam maupun di luar negeri. Sekaligus mengajak partisipasi warga LDII dalam berbagai kegiatan sosial-kemasyarakatan yang diselenggarakan oleh MPR RI," ujar Bamsoet --panggilan akrab Bambang Soesatyo, dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, di Gedung Nusantara IV MPR RI, Jakarta, Selasa (3/9/24), dalam rilis yang diterima Gebrak.id
Hadir antara lain, Ketua Umum LDII K.H. Chriswanto Santoso, Sekretaris Umum LDII Dody Taufiq Wijaya, Ketua LDII Singgih Trisulistyono, dan Ulama KH Aceng Karimullah.
Bamsoet yang pernah menjabat Ketua DPR RI ke-20 dan Ketua Komisi III DPR RI ke-7 bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, kerjasama Sosialisasi Empat Pilar MPR RI memiliki makna penting, mengingat ormas keagamaan adalah entitas sosial yang memiliki pengaruh kuat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kehadiran ormas keagamaan pun, kata dia, cenderung lebih mudah diterima oleh masyarakat, dibandingkan organisasi kemasyarakatan lainnya, karena ormas keagamaan dipimpin oleh tokoh-tokoh agama yang menjadi teladan (role model) bagi masyarakat.
Menurutnya, kecenderungan penghormatan masyarakat terhadap eksistensi ormas keagamaan ini selaras dengan temuan hasil survei LSI, bahwa tingkat kepatuhan masyarakat terhadap himbauan tokoh agama memiliki persentasi yang cukup tinggi, mencapai 51,7 persen. "Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan kepatuhan terhadap seruan yang disampaikan politisi, yang hanya mencapai 11 persen," jelas Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI (Ormas Pendiri Partai Golkar) dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menerangkan, pada prinsipnya, hubungan kerjasama yang dibangun dengan ormas keagamaan, bersifat simbiosis mutualisme, saling menopang satu sama lain. Di satu sisi, ormas keagamaan dapat memanfaatkan kerjasama ini dalam kerangka internalisasi nilai-nilai dan wawasan kebangsaan secara lebih intensif dan mendalam.
Di sisi lain, eksistensi ormas kegamaan menjadi filter untuk menetralisir hadirnya isu-isu keagamaan yang sensitif, yang jika tidak disikapi dengan arif dan bijaksana, dapat menimbulkan kesalahpahaman, memantik konflik sosial, bahkan menggerus ikatan soliditas kebangsaan kita.
"Kemajuan zaman adalah sebuah keniscayaan yang tidak mungkin terelakkan. Seiring perjalanan waktu, tatanan kehidupan akan terus mengalami pergeseran dan perubahan, melahirkan paradigma baru pada berbagai aspek kehidupan. Rangkaian momentum kehidupan akan melahirkan ragam peradaban yang akan membentuk periodisasi zaman, di mana pada setiap periodisasi zaman tersebut akan menghadirkan tantangan yang terus berkembang secara dinamis," pungkas Bamsoet. (*)
(Zaky Al Hamzah)
Post a Comment