BMKG Ingatkan Indonesia Waspada Dampak Gempa Megathrust Nankai Jepang

Gempa/ilustrasi. (Foto: Pixabay)

JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan Indonesia patut mewaspadai dampak yang ditimbulkan oleh gempa yang bersumber dari Megathrust Nankai di timur lepas pantai Pulau Kyushu, Shikoku, dan Kinki, di Jepang Selatan.

Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan, Megathrust Nankai adalah salah satu zona seismic gap (zona sumber gempa potensial tetapi belum terjadi gempa besar dalam masa puluhan hingga ratusan tahun terakhir) dan diduga saat ini sedang mengalami proses akumulasi medan tegangan atau stres kerak bumi.

Berdasarkan sejarah yang dihimpun BMKG menunjukkan gempa Megathrust Nankai telah membangkitkan beberapa kali gempa dahsyat yang destruktif. Contohnya, kata Daryono, Gempa Hakuho Nankai – Tsunami (tahun 684), Gempa Ninna Nankai (tahun 887), Gempa Kōwa Nankaido (tahun 1099), Gempa Shōhei Nankaido 8,4 magnitudo- Tsunami (3 Agustus 1361).

Kemudian Gempa Keichō Nankaido 7,9 magnitudo - Tsunami (3 Februari 1605), Gempa Hoei 8,7 magnitudo - Tsunami (28 Oktober 1707), Gempa Ansei Nankai 8,4 magnitudo - Tsunami (24 Desember 1854), Gempa Nankaido 8,4 magnitudo - Tsunami (21 Desember 1946).

Daryono menjelaskan gempa-gempa dahsyat tersebut hampir semuanya memicu tsunami, karena sistem Megathrust Nankai berpotensi sangat aktif. Berdasarkan data sejarah gempa menunjukkan zona sumber gempa ini dapat memicu gempa dahsyat yang berkekuatan 8,0 magnitudo hingga lebih di setiap satu atau dua abad.

Bahkan seperti yang  diyakini para ilmuwan Jepang, kata Daryono, Palung Nankai memiliki beberapa segmen megathrust yang jika seluruh tepian patahan tersebut tergelincir sekaligus mampu menghasilkan gempa berkekuatan hingga 9,1 magnitudo.

Daryono menyebutkan kondisi itu juga yang dikhawatirkan para ilmuwan Jepang sebagaimana telah dikeluarkannya peringatan pasca-gempa Miyazaki 7,1 magnitudo (8/8/2024) karena gempa besar tersebut dipicu oleh salah satu segmen di Megathrust Nankai.

Di zona megathrust ini terdapat palung bawah laut sepanjang 800 kilometer yang membentang dari Shizouka di sebelah barat Tokyo hingga ujung selatan Pulau Kyushu, sehingga gempa 7,1 magnitudo kemarin dikhawatirkan menjadi pemicu atau pembuka gempa dahsyat berikutnya di Sistem Tunjaman Nankai.

Jika kekhawatiran terjadinya gempa yang disampaikan para ahli Jepang tersebut menjadi kenyataan, lanjutnya, maka akan terjadi gempa dahsyat yang tidak saja berdampak merusak tetapi juga memicu tsunami.

"Jika gempa dahsyat di Megathrust Nankai tersebut benar-benar terjadi dan menimbulkan tsunami, maka hal ini perlu kita waspadai, karena tsunami besar di Jepang dapat menjalar hingga wilayah Indonesia," kata Daryono dikutip dari Antara, Selasa (13/8/2024).

Meski demikian Daryono menegaskan gempa besar di Megathrust Nankai tersebut tidak akan berdampak terhadap sistem lempeng tektonik di wilayah Indonesia karena jaraknya yang sangat jauh, dan biasanya dinamika tektonik yang terjadi hanya berskala lokal hingga regional pada sistem Tunjaman Nankai.

Daryono memastikan masyarakat Indonesia tidak perlu khawatir karena BMKG sudah menyiapkan sistem monitoring, prosesing, dan diseminasi informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami yang semakin cepat dan akurat sebagai langkah antisipasi dan mitigasi.

BMKG memiliki sistem InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System) yang dapat digunakan untuk segera meyebarluaskan informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami di seluruh Indonesia, termasuk memantau aktivitas gempa dan tsunami di zona Megathrust Nankai Jepang dan sekitarnya secara realtime.

Kekhawatiran ilmuwan Jepang terhadap Megathrust Nankai saat ini sama persis yang dirasakan dan dialami oleh ilmuwan Indonesia, khususnya terhadap Seismic Gap Megathrust Selat Sunda M 8,7 dan Megathrust Mentawai-Suberut M 8,9.

BMKG menilai rilis gempa di kedua segmen megathrust tersebut dapat dikategorikan tinggal menunggu waktu karena kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar.

Untuk itu BMKG terus memberikan edukasi, pelatihan mitigasi, drill, evakuasi, berbasis pemodelan tsunami kepada pemerintah daerah, instansi terkait, masyarakat, pelaku usaha pariwisata pantai, industri pantai dan infrastruktur kritis pelabuhan dan bandara pantai yang dikemas dalam kegiatan Sekolah Lapang Gempa bumi dan Tsunami (SLG), BMKG Goes To School (BGTS) dan Pembentukan Masyarakat Siaga tsunami (Tsunami Ready Community).

"Kami berharap upaya dalam memitigasi bencana gempa bumi dan tsunami tersebut dapat menekan sekecil mungkin risiko dampak bencana yang mungkin terjadi, bahkan hingga dapat menciptakan zero victim," ujar Daryono menegaskan.

 

(nnn)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.