Belajar Menjadi Pemimpin dari Paus Fransiskus

Mila Muzakkar. (Foto: Ist)

Oleh Mila Muzakkar *)

Dua belas narapidana perempuan duduk berbaris. Wajah mereka penuh haru, sebagian menangis tersedu sambil melap matanya dengan tisu.  

Satu-per satu, kedua kaki mereka dicuci dari air wadah berwarna emas, dilap dengan kain putih bersih, lalu dicium.  Bukan oleh anak para narapidana, bukan pula pelayan di salon, yang melakukan itu. Tapi dialah Paus Fransiskus.

Pemandangan itu terjadi bertepatan dengan Misa Kamis Putih tahun 2024 di Penjara Wanita Rebibbia, Roma, Italia. Hal yang sama pernah terjadi di tahun 2018. Saat itu, Paus mencuci kaki narapidana di Penjara Regina Caeli, Roma. Dua di antara narapidana itu adalah seorang Muslim.

Sejak terpilih menjadi Paus tahun 2013, Paus Fransiskus telah melakukan ritual mencuci kaki umat Katolik. Hal ini juga dilakukan oleh Paus-Paus sebelumnya. Yang berbeda, Paus Fransiskus melampui kebiasaan sebelumnya.

Jika tradisi mencuci kaki biasanya dilakukan di lingkungan gereja, dan hanya untuk umat Katolik, Paus Fransiskus justru mencuci kaki siapa saja: umat agama lain, seperti Islam dan Hindu, perempuan, lansia, disabilitas, bahkan narapidana.  

Makna Lukisan Paus Mencuci Kaki Rakyat Indonesia

Mendengar berita rencana kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia, tanggal 3-6 September 2024, Denny JA, pelukis dengan bantuan Artificial Intelegence (AI) pertama di Indonesia, tak ketinggalan merespons dengan karya. Ia memang selalu update dengan perkembangan terkini, termasuk dalam isu-isu kebangsaan dan perdamaian.

Terinspirasi dari lukisan Meister des Hausbuches, di abad 1475, yang berjudul: “Crist Washing The Feet of The Apostles”, di mana dalam lukisan tersebut digambarkan Yesus Kristus sedang membersihkan kaki murid-muridnya.

Denny melihat lukisan itu sekitar lima tahun lalu, dan merasakan kekuatan simbol seorang guru suci, yang membersihkan kaki murid-muridnya. Denny lalu membuat beberapa lukisan AI yang menggambarkan Paus Fransiskus sedang mencuci kaki rakyat Indonesia.

Pada lukisan itu, Denny menggambarkan suasana yang Indonesia banget. Misalnya, gambar kerumunan orang dengan pakaian Muslim, orang dengan baju batik, bendera merah putih berkibar, juga bangunan Masjid menjulang tinggi sebagai simbol Indonesia dengan mayoritas penduduk Islam.

Hemat saya, lukisan ini merupakan imajinasi liar seorang Denny JA dalam memaknai kepemimpinan Paus Fransiskus. Denny melihat Paus Fransiskus memiliki kepemimpinan yang lebih inklusif dan universal. Sebagai pemimpin agama, ia tak hanya melayani umatnya, umat Katolik, tapi seluruh umat manusia dan alam semesta.

Lihat saja, bagaimana ia mencuci kaki semua orang, khususnya mereka yang marginal dan terpinggirkan, seperti orang miskin, perempuan, disabilitas, dan Lansia.

Bagi saya, mencuci kaki adalah setinggi-tingginya simbol pelayanan, kesederhanaan, dan kesetaraan. Ia juga bermakna bahwa seorang pemimpin tidak lebih besar atau lebih tinggi dari yang dipimpinnya, tidak juga membuatnya berjarak dan jauh dari yang dipimpinnya.

Pemimpin idealnya seperti “sepasang kaki” yang terhubung dengan anggota tubuh lainnya, dan dibawa kemana pun kita melangkah. Bahkan jika kaki adalah simbol “kelompok marginal”, dan katakanlah kepala adalah simbol “pemimpin”, maka keduanya pasti terhubung dan terus bersama. Jika kaki sakit, kepala pun merasakan. Ke mana pun kepala pergi, di situlah kaki dibawa.

Pilihan Paus Fransiskus untuk mencuci kaki kelompok di atas (orang miskin, perempuan, disabilitas, lansia, dan orang berhadapan dengan hukum) adalah pilihan tepat dan penting, untuk menguatkan pesan kesetaraan dan keadilan dalam kemanusiaan, karena kelompok tersebut paling sering ditinggalkan.

Paus Fransiskus lalu datang mencuci kaki mereka, menunjukkan bahwa mereka berhak diperlakukan dan dilayani sama tinggi dan besarnya dengan mereka yang berjenis kelamin laki-laki, kaya raya, pejabat, atau elite.

Pada konteks ini, dalam bahasa Denny, agama akhirnya menjadi berkah bagi semua orang karena terjadi universalisasi pesan agama. Dengan mencuci kaki semua kelompok manusia, Paus Fransiskus telah melakukan universalisasi pesan agama berupa  menebar cinta kasih, kesetaraan, semangat melayani sesama, kesederhanan hidup, dan kepedulian pemimpin pada seluruh umat manusia.

Kritik untuk Pemimpin Indonesia

Lukisan Paus mencuci kaki rakyat Indonesia lebih jauh, bagi saya, adalah kritik pedas Denny JA kepada para pemimpin di Indonesia. Jika seorang Paus saja, yang notabene pemimpin tertinggi agama Katolik yang disegani dunia, mau dan senang hati mencuci kaki rakyat yang terpiggirkan, mengapa tidak dengan pemimpin Indonesia?

Jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 25,22 juta (BPS, 2024). Sebagian dari mereka terpaksa tidur di jalanan, di gerobak sampah, di kolong jembatan.

Sekitar 25.000 orang lansia terbuang di panti jompo (Kemensos, 2022). 34.682 perempuan menjadi korban kekerasan di rumah, kantor, ruang publik, dan lembaga pendidikan (Komnas Perempuan, 2024). Sementara kelompok disabilitas mencapai 22,97 juta jiwa (Kemenko PMK, 2023). Kelompok ini khususnya, yang sangat membutuhkan kepedulian dan aksi konkrit dari pemimpin bangsa.

Menurut Denny, Indonesia membutuhkan pemimpin yang autentik, di berbagai bidang kehidupan. Baik pemimpin agama, pemimpin negara hingga level desa, juga pemimpin di berbagai organisasi, perlu memiliki kepekaan sosial, peduli dan berempati pada mereka khususnya, kelompok yang termarginalkan, tanpa memandang latar belakangnya.

Para pemimpin di Indonesia perlu belajar dan menghadirkan semangat Paus Fransiskus ke dalam praktik kepemimpinan di berbagai bidang kehidupan.

29 Agustus 2024



*) Penulis adalah Aktivis Kemanusiaan dan Founder Generasi Literat.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.