Atur Kandungan Gula Garam di Pangan, Pemerintah Terbitkan PP No 28/2024

Kandungan gula, garam, dan lemak (GGL). (Foto: Pixabay)

 
JAKARTA -- Pemerintah RI menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan pada 26 Juli 2024. PP ini guna menjawab sejumlah tantangan kesehatan, salah satunya kandungan gula, garam, dan lemak (GGL).

Hal tersebut untuk merespons isu seperti diabetes yang menjadi salah satu penyebab kematian terbesar secara global termasuk di Indonesia. Menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, diabetes serta penyakit turunannya seperti penyakit jantung dan stroke menjadi beban terbesar dalam Jaminan Kesehatan Nasional.

Ketua Tim Kerja Diabetes Melitus dan Gangguan Metabolik Kemenkes RI Esti Widiastuti mengatakan dalam temu media Hari Diabetes Sedunia 2023, pada 2021 biaya JKN tertinggi antara lain gangguan jantung dengan Rp 8,7 triliun dan stroke Rp 2,2 triliun. Menurutnya, konsumsi gula, minyak, dan garam yang berlebih menjadi salah satu penyebab diabetes.

PP tersebut menyebutkan penentuan batas maksimal kandungan gula, garam, dan lemak mempertimbangkan kajian risiko serta standar internasional. Pasal 194 ayat 4, disebutkan pemerintah pusat dapat menetapkan pengenaan cukai terhadap pangan olahan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya, dalam Pasal 195 ayat 1, disebutkan bahwa orang yang memproduksi, mengimpor, dan/atau mengedarkan pangan olahan termasuk pangan olahan siap saji wajib memenuhi ketentuan batas maksimal kandungan gula, garam, dan lemak, serta mencantumkan label gizi, termasuk kandungan GGL pada kemasan untuk pangan olahan atau pada media informasi untuk pangan olahan siap saji.

Dalam pasal yang sama, ayat 2, disebutkan bahwa setiap orang yang memproduksi, mengimpor, dan/atau mengedarkan pangan olahan termasuk pangan olahan siap saji yang melebihi ketentuan batas maksimum kandungan gula, garam, dan lemak dilarang melakukan iklan, promosi, dan sponsor kegiatan pada waktu, lokasi, dan kelompok sasaran tertentu.

Ada pula larangan untuk melakukan penjualan atau peredaran pangan olahan termasuk pangan olahan siap saji yang melebihi ketentuan batas maksimal kandungan gula, garam dan lemak pada kawasan tertentu.

Pada ayat 4, disebutkan bahwa setiap orang yang memproduksi, mengimpor, dan/atau mengedarkan pangan olahan termasuk pangan olahan siap saji dibatasi dan/atau dilarang menggunakan zat atau bahan yang berisiko menimbulkan penyakit tidak menular.

Sejumlah sanksi yang ditetapkan apabila tidak memenuhi ketentuan tersebut antara lain peringatan tertulis, denda, penghentian sementara dari kegiatan produksi, bahkan pencabutan izin usaha.

Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (30/7/2024), dikutip dari Antara, Rabu (31/7/2024), Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menjelaskan pengesahan PP ini merupakan salah satu langkah dari transformasi kesehatan guna membangun arsitektur kesehatan Indonesia yang tangguh, mandiri, dan inklusif.

“Kami menyambut baik terbitnya peraturan ini, yang menjadi pijakan kita untuk bersama-sama mereformasi dan membangun sistem kesehatan sampai ke pelosok negeri,” ujar Budi menegaskan.

 

 

(nnn)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.