Mendagri Tito Karnavian Puji Presiden Jokowi Sebagai Bapak Pengendali Inflasi
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI Tito Karnavian (kiri) dan Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi). (Foto: setkab.go.id)
JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI Tito Karnavian, mengatakan bahwa Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) merupakan orang yang tepat dikatakan sebagai 'Bapak Pengendali Inflasi'.
"Kalau Puang (sebutan gelar bangsawan masyarakat Bugis) menyampaikan saya Bapak Inflasi, sebetulnya Bapak Inflasi adalah Bapak Jokowi karena saya dapat perintah dari beliau itu bulan September 2022, ketika angkanya 6 persen,” kata Tito di sela Rapat Koordinasi Perluasan Areal Tanam dan Penandatanganan Nota Kesepahaman bersama Menteri Pertanian di Jakarta, Jumat (7/6/2024) malam dikutip dari Antara, Sabtu (8/6/2024).
Tito menyampaikan hal itu menanggapi pernyataan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman yang menyebut bahwa Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian sebagai 'Bapak Pengendali Inflasi'.
Menurut Tito, orang yang tepat untuk disematkan sebagai Bapak Inflasi Indonesia adalah Presiden Joko Widodo. Ia mengaku hanya menjalankan tugas yang diberikan oleh Kepala Negara sehingga bisa menekan inflasi dari 6 persen per September 2022, kini menjadi 2,84 persen per Mei 2024.
“Dan kita memang pemerintah pusat menargetkan kendali inflasi pada angka 2,5 persen plus minus 1 persen, artinya maksimal 3,5 persen dan paling rendah 1,5 persen,” ujar Tito.
Tito mengatakan bahwa Indonesia tidak akan bisa mencapai inflasi 0 persen karena Indonesia sebagai negara produksi, bukan seperti Singapura yang merupakan negara konsumsi yang tidak memiliki sawah dan petani.
Tito menjelaskan bagaimana inflasi Indonesia bisa ditekan hingga 2,84 persen. Awalnya pada September 2022, ketika inflasi 6 persen, Tito mengaku dipanggil oleh Presiden Jokowi.
Ketika dipanggil Kepala Negara, Tito menjelaskan bahwa langkah yang harus dilakukan adalah daerah harus dikendalikan dan tidak boleh diam saja.Karena ilmunya menangani inflasi itu, lanjut Tito, menurut Harvard cuma satu instrumen dan berlaku di seluruh dunia, yaitu pengendalian bunga bank.
“Ketika kemudian terjadi inflasi tinggi maka suku bunga dinaikkan, begitu suku bunga dinaikkan maka produksi akan turun, demand (permintaan) juga akan turun, otomatis inflasi akan turun. Tapi ketika inflasi terlalu rendah, maka bunga juga akan direndahkan supaya demand akan naik. Ilmunya itu,” papar Tito.
Namun, Tito mengaku bahwa penjelasan itu tidak disetujui oleh Presiden Jokowi saat itu. Bahkan Kepala Negara langsung menginstruksikan kepada Mendagri agar menangani inflasi seperti mengatasi wabah pandemi Covid-19.
“Pak Jokowi bilang enggak, kita pake ilmu yang lain, ilmu Covid-19. Semua seluruh dunia tidak ada yang ahli Covid, karena Covid yang terakhir sekali pandemi adalah pada saat tahun 1927 artinya 100 tahun lebih,” ungkap Tito.
Presiden Jokowi lalu memerintahkan Mendagri memetakan per wilayah mulai rumah sakit mana yang penuh, daerah dengan kasus meninggal terbanyak, hingga kasus positifnya tertinggi dikategorikan merah.
Sementara, untuk wilayah di luar kategori itu diberi tanda kuning dan hijau. Bagi yang kuning bisa bergerak, namun masih ada sejumlah pembatasan sedangkan hijau bisa bergerak bebas.
Kebijakan itu diambil sebagai langkah menyeimbangkan antara penanganan Covid-19 dengan pengendalian ekonomi. Karena ada negara yang kencang dan berhasil menangani Covid-19 tetapi ekonominya kolaps.
Ilmu itu kemudian yang diminta oleh Jokowi untuk diterapkan terhadap penanganan inflasi. Dan Presiden RI itu juga meminta semua pemangku kepentingan berkumpul setiap daerah dicek dengan menggunakan data Badan Pusat Statistik (BPS).
Melalui mekanisme itu, lanjut Tito, pengendalian inflasi bisa di angka 2,84 persen dan bahkan di bulan Mei 2024 pertama kali sejak September 2022 secara bulanan terjadi deflasi yaitu minus 0,03 persen.
“Biasanya makanan, minuman, tembakau selalu merah. Baru bulan Mei 2024, makanan, minuman, tembakau yang bisa selalu merah ini justru deflasi 0,29 persen,” ujar Tito.
Tetapi, Tito mengaku bahwa pencapaian itu juga merupakan kerja keras dari Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi, dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi yang bekerja di bidang pangan.
“Jadi, sebetulnya Bapak Inflasinya adalah Bapak Jokowi, tapi sebetulnya yang bekerja Pak Menteri Pertanian, Kepala Badan Pangan dan Direktur Bulog sebetulnya. Kami (Kemendagri) hanya membantu mengkoordinasi saja,” kata Tito.
(nnn)
Post a Comment