Galon Guna Ulang Bahan Polikarbonat Sebabkan Autis, Pakar Spesialis Anak: Itu Belum Ada Bukti
Air minum dalam kemasan galon/ilustrasi. (Foto: pixabay)
JAKARTA -- Hingga saat ini belum ada bukti bahwa air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang biru berbahan polikarbonat bisa menyebabkan penyakit autis pada anak. Itulah sebabnya hingga saat ini pun belum ada kajian yang dilakukan terkait hal tersebut.
"Tidak ada kajian tentang pengaruh air dari galon guna ulang biru dengan penyakit autis pada anak. Sebab, belum ada buktinya juga,” ujar dokter spesialis anak yang juga Guru Besar Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof Dr dr Rini Sekartini SpA (K), belum lama ini, seperti dikutip dari cari.republika.co.id, Selasa (18/6/2024).
Prof Rini menjelaskan, autis atau autisme merupakan masalah atau gangguan perilaku pada anak yang disebabkan banyak faktor, salah satunya faktor genetik. Beberapa faktor risiko yang teridentifikasi seperti riwayat prematur, riwayat kejang pada masa bayi, dan karena infeksi masa lampau.
“Tapi, yang pasti air galon guna ulang biru itu tidak menjadi penyebab autis. Itu sudah pasti salah. Sebab, belum ada satu pun penelitian yang mengungkap bahwa autis itu karena air galon guna ulang biru,” tegas Prof Rini.
Menurut Prof Rini, air galon guna ulang biru itu justru sangat baik untuk kesehatan karena mengandung mineral yang sangat dibutuhkan tubuh manusia. “Kalau dikatakan bisa menyebabkan autis, seharusnya sudah banyak anak-anak di Indonesia yang menderita autis karena yang minum air galon kan banyak. Tapi, nyatanya, yang autis bisa dihitung jari,” tukasnya.
Dulu, kata Prof Rini, ada penelitian yang mendukung pengaruh zat tembaga logam terhadap penyebab autis ini. Tapi, lanjut dia, tidak konklusif juga bahwa penyebab autis itu karena logam tersebut. “Akhirnya, penelitian ke arah situ juga makin jarang dilakukan,” ujarnya.
Karena itu, menurut Prof Rini, pencarian penyebab autis itu pun tidak lagi menjadi perhatian saat ini. “Biasanya pada anak autis, kita nggak mencari pasti penyebabnya. Pemeriksaan darah, CT Scan, biasanya tidak kita lakukan. Kita langsung masuk ke intervensi untuk penanganannya,” kata dia.
Prof Rini menjelaskan, adapun gejala yang ditemukan pada anak penderita autis adalah mereka memiliki keterlambatan bicara dan kontak mata yang kurang, tidak dapat bersosialisasi, melakukan beberapa gerakan berulang tanpa tujuan seperti melirik, menjejerkan benda, memutar roda, dan terkadang disertai perilaku hiperaktif.
Untuk penanganannya, terhadap anak-anak autis itu dilakukan tergantung gejalanya. Menurut Prof Rini, karena autis itu merupakan gangguan perilaku, jadi penanganannya juga harus dengan memperbaiki perilakunya. Terapinya dilakukan dengan berbagai cara, ada terapi sensor integrasi, ada okupasi, ada terapi bicara, dan terapi perilaku. “Jadi, ada multifaktor untuk terapinya,” paparnya.
Lebih lanjut Prof Rini menjelaskan, yang bisa terjadi pada anak autis itu adalah suka mengalami alergi makanan. Misalnya alergi susu sapi dan alergi makanan laut. “Tapi, itu juga tidak semua anak alergi itu jadi dikatakan menderita autis,” ucapnya.
Prof Rini mengatakan, autis itu bisa dibagi menjadi autis ringan, sedang, dan berat. Untuk mendeteksinya biasanya ditentukan menggunakan perangkat skrining berupa kuesioner bernama M-CHAT-R. Anak dengan gejala ada kontak matanya sebentar itu biasanya masuk autis ringan. Jika gejalanya tidak ada kontak mata tapi anaknya tidak cuek, itu masuk autis sedang. “Tapi, yang sama sekali cuek dan nggak ada kontak mata biasanya kita masukkan kategori autis berat,” cetusnya.
Prof Rini menambahkan, kondisi anak-anak autis dapat diperbaiki dengan mengembangkan kemampuan anak melalui beberapa jenis terapi. Termasuk pengulangan jenis terapi yang dilakukan oleh terapis. “Terapinya meliputi terapi perilaku, terapi sensori integrasi, okupasi, dan terapi bicara. Tetapi perlu waktu cukup panjang melakukan terapi ini,” katanya.
Sebelumnya, dokter spesialis anak lainnya dr. Bernie Endyarni Medise, SpA(K) MPH, juga menegaskan tidak pernah ada anak menjadi autis karena mengkonsumsi air galon guna ulang biru. Menurutnya, penyebab pastinya anak autis ini masih belum diketahui hingga kini. Yang baru diketahui adalah anak autis ada hubungannya dengan genetik tertentu seperti adanya autism pada kelainan Fragile X syndrome.
(nnn)
Post a Comment