NasDem Sebut Penambahan Kementerian tak Lewat Perppu atau Putusan MK

Ketua DPP Partai NasDem Bidang Hubungan Legislatif, Atang Irawan. (Foto: partai nasdem)

JAKARTA -- Ketua DPP Partai NasDem Bidang Hubungan Legislatif, Atang Irawan, menilai jika penambahan jumlah kementerian sebaiknya tidak dilakukan melalui skema Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) ataupun putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Sebaiknya melalui skema pengubahan UU Kementerian agar seluruh elemen masyarakat dapat berdialektika dalam dinamika pembahasan tidak hanya dalam ruang publik semata, termasuk memberikan pandangan dan pendapat dalam pembahasan baik Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) maupun dalam ruang audiensi dan lain sebagainya,” kata Atang dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (17/5/2024), seperti dikutip Antara.

Menurut Atang, penambahan jumlah kementerian melalui skema revisi UU Kementerian Negara menciptakan partisipasi dalam politik legislasi dapat menjadi ruang yang strategis. Ia juga menilai meskipun presiden terpilih Prabowo Subianto belum menyatakan akan terjadi penambahan jumlah kementerian, namun atmosfer gimik politik dari sejumlah elite partai politik yang mengarah pada permintaan jumlah menteri-menteri memicu dinamika ruang pubik.

“Bahkan mempertanyakan eksistensi koalisi dan semangat rekonsiliasi dikhawatirkan hanya terbatas pada bagi-bagi jatah kementerian semata,” jelas Atang.

Padahal, Atang memandang koalisi dan rekonsiliasi tidak melulu berbicara pembagian kursi, melainkan lebih kepada membangun sinergisitas di antara partai politik dalam rangka kepentingan bangsa untuk mencapai tujuan bernegara yang diamanatkan konstitusi.

Atang juga mengingatkan sebaiknya tim perumus memperhatikan secara komprehensif makna Pasal 17 ayat (3) UUD 1945 bahwa frasa “Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan” harus memprioritaskan urusan-urusan pemerintahan tertentu yang ditegaskan dalam UUD 1945 dan menjadi hak-hak fundamental rakyat.

“Misalnya hak atas perlindungan masyarakat adat yang selalu tergerus dan termarginalkan, alangkah baiknya dibuat nomenklatur kementerian tersendiri,” kata Atang.

Atang menegaskan pula bahwa urusan pemerintahan tidak hanya menjadi tanggung jawab kementerian selaku pembantu presiden, melainkan juga pemerintahan daerah. Misalnya, terkait dengan urusan pengelolaan wilayah perbatasan yang sebaiknya dilaksanakan melalui skema otonomi daerah atau tugas pembantuan, dan lainnya.

Selain visi-misi presiden terpilih, Atang mengatakan, dalam menentukan kementerian harus pula memperhatikan evaluasi terhadap kementerian yang sudah ada. "Karena problem besar bangsa Indonesia yang selalu berulang adalah ketika terjadi obesitas kementerian justru memicu terjadinya ego sektoral, birokratis, dan membuka ruang rente dalam rangka pelayanan terhadap rakyat."

Terakhir, Atang mengingatkan agar kementerian negara dilandasi oleh zaken kabinet atau pendekatan keahlian sehingga profesionalisme kinerja kementerian bisa akuntabel, serta memiliki responsibilitas tinggi terhadap problem rakyat dan futuristik.

“Sehingga tidak hanya semata-mata mendasarkan pada representasi, baik dari kalangan partai politik atau kelompok kebangsaan lainnya,” kata Atang.

Sebelumnya, Kamis (16/5/2024), Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan, pihaknya menunggu surat presiden (surpes) terkait penunjukan wakil pemerintah untuk bersama membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.


(nnn)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.