TPN Ganjar-Mahfud Desak Kepolisian Bongkar Pelapor Palty dan Uji Forensik Atas Video yang Beredar

Kuasa Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud. (Foto: gesuri.id)

JAKARTA -- Kuasa Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud mendesak kepolisian untuk membongkar pelapor Palty Hutabarat, yang ditangkap atas dugaan menyebarkan kabar bohong/tidak pasti sehingga menimbulkan keonaran.

TPN Ganjar-Mahfud juga mendorong dilakukan uji forensik digital atas video percakapan sejumlah pejabat dan aparat di Kabupaten Batu Bara, Provinsi Sumatera Utara, yang mendukung pasangan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) Nomor Urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Pernyataan itu, disampaikan tim hukum TPN Ganjar-Mahfud, dalam konferensi pers menanggapi penangkapan aktivis dan relawan Palty Hutabarat oleh Mabes Polri pada Jumat (19/1/2024) sekitar pukul 03.00 dini hari WIB.

Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis mengatakan, Palty ditangkap karena dipersangkakakan menyebarkan kabar bohong dan/atau tidak pasti yang menimbulkan keonaran.

Pasal yang disangkakan kepada Palty berlapis, yakni UU ITE Pasal 48 ayat 1, Pasal 32 ayat 1, Pasal 48 ayat 2, Pasal 32 ayat 2, dan Pasal 51 ayat 1, serta Pasal 35 UU ITE. Selain itu juga UU Nomor 1 tahun 1946 Pasal 14 ayat 1 dan 2, serta Pasal 15.

"Jadi, begitu banyak pasal yang digunakan kepolisian untuk menjerat Palty Hutabarat karena menyebarkan video yang diduga melibatkan percakapan beberapa pejabat dan aparat di Kabupaten Batubara, Sumatera Utara, yaitu Dandim, Kapolres, Kajari, dan Pj Bupati," kata Todung dalam siaran persnya yang diterima tim redaksi gebrak.id, Sabtu (20/1/2024).

Todung menjelaskan, video tersebut sudah viral sebelum direpost oleh Palty. Video berisi rekaman suara yang diduga dari Dandim, Kapolres, Kajari, dan Pj Bupati terkait arahan untuk mendukung Paslon 2 dengan menggunakan Dana Desa.

Postingan pertama video ini keluar pada 4 Januari 2024, sedangkan postingan Palty pada 14 Januari 2024. Dandim dan Kajari Batu Bara membantah suara dalam rekaman video itu sebagai suara mereka, pada 14 Januari 2024. Kapolres Batu Bara kemudian membantah suara dalam video tersebut suaranya, pada 15 Januari 2024.

Kemudian pada 16 Januari 2024, Panwaslu setempat menyatakan, masalah video yang beredar sudah clear dan tidak perlu dipersoalkan karena sudah dibantah oleh Kapolres, Dandim, dan Kajari.

"Tapi, kenapa setelah pernyataan Panwaslu bahwa sudah tidak ada masalah, sekarang ada penangkapan?" cetus Todung.

Todung menyampaikan, penangkapan Palty menunjukkan fenomena sikap tidak netral dari aparat kepolisian dan dapat mengancam jalannya demokrasi pada penyelenggaraan Pemilu 2024.

TPN Ganjar-Mahfud mengingatkan aparat untuk bersikap netral dan tidak memihak sejalan dengan pernyataan Presiden Jokowi dalam hal ini yang menyebut aparat harus bersikap netral.

"Kita mengamplifikasi pernyataan Presiden Jokowi bahwa aparat harus netral dalam pemilu ini. Meskipun sebetulnya tidak terjadi di lapangan karena selain kasus di Batu Bara, kami juga menemukan laporan di Medan, guru-guru diarahkan memilih Paslon Nomor 2. Di Takalar, Sulawesi Selatan pun sama, ada arahan untuk memilih Paslon Nomor 2," jelas Todung.

Todung mengungkapkan, pasal yang disangkakan kepada Palty mengandung ancaman pidana cukup tinggi, sekitar 8-9 tahun hukuman penjara dan denda Rp 3-12 miliar sesuai UU ITE. Sedangkan UU Nomor 1 Tahun 1946 ancamannya hukuman penjara sekitar 2-10 tahun. "Kedua UU ini bisa disalahgunakan untuk melakukan kriminalisasi terhadap perbedaan pendapat dan mengancam eksistensi dari demokrasi."
 
Delik Aduan

Sementara itu Direktur Gakkum & Advokasi TPN Ganjar-Mahfud, Ifdhal Kasim mengatakan, penangkapan dan pemeriksaan terhadap Palty menurut UU ITE hanya bisa diproses berdasarkan delik aduan.

Dengan demikian, lanjutnya, pihak yang harus melapor terkait video penggalangan dukungan terhadap Paslon Nomor 2 yang direpost Palty, seharusnya dilakukan oleh Dandim, Kapolres, Kajari, dan Pj Bupati Batu Bara.

"Yang mengadukan haruslah orang-orang atau pihak yang dirugikan atas video yang beredar. Tapi sampai sekarang kami belum mengetahui siapa yang melapor, dan polisi belum menjelaskan soal itu," kata Ifdhal.  

Mantan Ketua Komnas HAM itu juga menyampaikan kecurigaan atas proses laporan hingga penangkapan yang dilakukan polisi sesuai yang disampaikan, yakni laporan yang diberikan kepada kepolisian tanggal 16 Januari 2024, dan tanggal 19 Januari 2024 sudah dilakukan penangkapan terhadap Palty.

"Dari jangka waktu pelaoporan hingga penangkapan, itu menimbulkan tanda tanya. Seharusnya laporan diproses dari pemeriksaan pelapor dulu. Tapi, ini waktunya singkat sekali, dari tanggal 16 ke 19 Januari 2024 sudah ada penangkapan terhadap yang disangkakan. Maka,  ada tanda yang jelas bahwa ini mengarah ke kriminalisasi," jelas Ifdhal.

Pernyataan senada disampaikan Firman Jaya Daeli, Wakil Deputi Hukum TPN. Menurutnya, jika tidak ada pengaduan dari para pejabat dan aparat di Kabupaten Batu Bara, maka dugaan adanya intervensi pihak-pihak lain dalam kasus penangkapan Palty sangat kuat.

Selain pendampingan terhadap Palty, Tim Hukum TPN Ganjar-Mahfud juga akan mengembalikan ke isu pokok dari kasus ini bahwa ada elemen negara dari sudut pandang video ini yang harus memastikan apakah mereka melapor, dan apakah mereka telah dimintai keterangan atas aduan yang menjerat Palty.

"Kalau tidak ada yang melapor, maka penangkapan Palty untuk menimbulkan ketakutan publik untuk kritis, atau bersuara terhadap dugaan-dugaan kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024," jelas Firman.

Firman juga menyatakan TPN mendorong dilakukan uji forensik digital terhadap atas video yang beredar dan ini harus dilakukan oleh tim independen bukan dari kepolisian. "Jadi, ini yang harus dibongkar, jangan hanya dengan menangkap Palty, tapi sumber atau kebenaran video ini tidak diungkap," ujar dia.

Firman menyayangkan kepolisian terlibat dan melakukan intervensi dalam kasus ini, apalagi Bawaslu selaku lembaga pengawas Pemilu sudah menyatakan tidak ada masalah.

"Maka, dengan masalah ini kami dalam posisi mengabil langkah hukum tapi kami ingin dibuka oleh polisi siapa yang melaporkan, atau mengadukan karena kalau tidak ada maka polisi sudah melangkah jauh dan ini membuang-mbuang tenaga juga waktu saja," kata Firman.


Prioritas

Sementara itu, Wakil Direktur Kajian Dithukkan TPN, Tama S. Langkun mengatakan, isu yang diungkap di video tersebut subtansinya adalah dugaan pelanggaran pemilu yang melibatkan pejabat pemerintah yang mendukung Paslon Nomor 2.

Jika benar ada keterlibatan pejabat untuk mendukung Paslon Nomor 2, tentu membahayakan jalannya pemilu yang jujur dan adil. "Ini justru lebih prioritas untuk diperiksa daripada menangkap Palty dengan menggunakan UU ITE yang mengancam kebebasan berpendapat," kata Tama.

Tama juga mendesak Bawaslu untuk mengungkap keputusan dan proses pemeriksaan dari Panwaslu di Batu Bara sehingga menyatakan bahwa kasus ini sudah dianggap selesai tidak perlu dipermasalahkan.


(eye)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.