KPK: Permintaan Bebas Terdakwa Korupsi Rafael Alun Hal Biasa

Eks pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI, Rafael Alun Trisambodo, yang jadi terdakwa kasus korupsi. (foto: merdeka.com)

JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo yang meminta dibebaskan dari segala tuduhan tindak pidana korupsi sebagai hal biasa.

"Hal biasa kalau terdakwa seperti itu, nanti majelis akan pertimbangkan," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (3/1/2024), seperti dikutip dari Antara.

Ali yakin klaim terdakwa Rafael Alun tidak akan berdampak terhadap fakta hukum yang telah disampaikan di dalam persidangan. "Kami yakin klaim tersebut tidak akan pengaruhi fakta hukum yang telah diungkap dan buktikan oleh jaksa KPK," jelasnya.

Sebelumnya pada sidang duplik di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (2/1/2024), Rafael Alun melalui penasihat hukumnya meminta majelis hakim untuk membebaskannya dari segala tuntutan dalam kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Melepaskan terdakwa Rafael Alun Trisambodo dari segala tuntutan karena persidangan a quo seharusnya menerapkan asas una via principle karena segenap tindakan terdakwa Rafael Alun Trisambodo telah diuji secara administratif," kata tim kuasa hukum Rafael, Junaedi Saibih, saat sidang pembacaan duplik di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (2/1/2024).

Kuasa hukum Rafael berdalih tuntutan pidana terhadap harta kekayaan Rafael tidak berdasar karena harta kekayaan yang bersangkutan telah diikutsertakan pengampunan pajak (tax amnesty) dan masuk dalam perlindungan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (UU Tax Amnesty).

Pihak Rafael meyakini Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menggunakan data dan informasi yang berasal dari Surat Pernyataan dan Lampiran Tax Amnesty dalam proses penyelidikan dan penyidikan perkara dimaksud.

Padahal, lanjut kuasa hukum, data dan informasi yang bersumber dari surat pernyataan dan lampiran yang diadministrasikan oleh Kemenkeu atau pihak lain yang berkaitan dengan UU Tax Amnesty tidak dapat dijadikan dasar penyelidikan, penyidikan, atau penuntutan pidana.

Selain itu, kuasa hukum berdalih bahwa penerimaan uang oleh Rafael dari wajib pajak melalui PT ARME, PT Cubes Consulting, PT Cahaya Kalbar, dan PT Krisna Bali International Cargo, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.

Kemudian, pembelian sejumlah aset berupa tanah, bangunan, dan kendaraan sebagai bentuk pencucian uang Rafel, juga disebut tidak berdasar oleh kuasa hukum.

Karena itu, kuasa hukum Rafael meminta majelis hakim menyatakan kliennya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan. Dimohonkan pula pemulihan nama baik dan hak-hak serta pengembalian sederet aset terdakwa.

Sebelumnya, Senin (11/12/2023), Rafael Alun dituntut hukuman 14 tahun kurungan penjara serta pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan. Ia juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 18.994.806.137,00, subsider 3 tahun.

 

(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.