Koalisi Masyarakat Sipil Desak Prabowo Dipecat Jadi Menhan karena Salahgunakan Kekuasaan untuk Kampanye
![]() |
Menteri Pertahanan (Menhan) RI sekaligus capres nomor urut 2, Prabowo Subianto. (Foto: setkab.go.id) |
JAKARTA -- Dalam sepekan terakhir, masyarakat disuguhi pemberitaan kehadiran Prabowo Subianto pada kegiatan peresmian pembangunan sumur bor air di sejumlah titik di Kabupaten Sukabumi dan proyek bedah rumah di daerah Cilincing, Jakarta Utara. Anggaran kedua proyek tersebut bersumber dari Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI yang dijalankan melalui Universitas Pertahanan (Unhan) dengan dalih program pengabdian kepada masyarakat.
Lebih jauh, dalam pelaksanaan proyek bedah rumah di Cilincing, juga terdapat keterlibatan anggota Babinsa TNI yang ditengarai melakukan pendataan KTP dan KK warga. Keterlibatan Babinsa TNI telah dikonfirmasi oleh Kapuspen TNI Brigjen Nugraha Gumilar yang menyatakan, pendataan KTP dan KK warga yang dilakukan oleh Babinsa untuk mendukung proyek Bedah Rumah.
Dalam siaran persnya, Sabtu (6/1/2024), Koalisi Masyarakat Sipil memandang, kehadiran Prabowo Subianto pada peresmian sumur bor di Sukabumi, Jawa Barat, dan program bedah rumah di daerah Cilincing, Jakarta Utara, yang dijalankan oleh Unhan patut diduga kuat sebagai penyalahgunaan kekuasaan, jabatan, dan fasilitas negara untuk kepentingan politik Pemilu 2024.
Kegiatan tersebut terindikasi kampanye politik, di mana kedudukan Prabowo sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) RI hanyalah akal-akalan untuk dapat mengakses fasilitas dan sumber daya negara dari jabatan yang didudukinya. Penting dicatat, penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan kampanye merupakan kejahatan pidana pemilu yang mencederai prinsip penyelenggaraan pemilu yang jujur, adil, dan bebas.
Indikasi penyalahgunaan sumber daya negara tersebut sulit untuk dibantah mengingat kedua proyek tersebut, yaitu pembangunan sumur bor dan proyek bedah rumah warga yang anggarannya disalurkan melalui Unhan tidak ada keterkaitannya dengan tugas dan fungsi Menhan.
Prabowo sebagai Menhan seharusnya fokus pada tugas dan fungsinya dalam membangun dan memperkuat pertahanan negara dalam menghadapi ancaman eksternal dari negara lain. Manfaat pembangunan sumur bor air dan proyek bedah rumah warga memang bisa dirasakan secara langsung oleh masyarakat, tapi hal ini seharusnya menjadi fungsi dan tugas kementerian terkait, bukan urusan Kemenhan.
Pengalokasian anggaran Kemenhan melalui Unhan untuk proyek pembangunan sumur bor air dan bedah rumah warga menunjukkan Prabowo selaku Menhan tidak memiliki prioritas kebijakan pembangunan pertahanan, bahkan anggaran pertahanan dialokasikan secara tidak tepat untuk proyek yang tidak berkaitan dengan urusan pertahanan negara.
Indikasi penyalahgunaan kekuasaan dan kampanye terselubung Prabowo bukan terjadi sekali saja. Sebelumnya, dugaan yang sama pernah dilakukan, seperti dalam kasus peresmian sumur bor air di Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Kuningan, Rakerda APDESI Jawa Barat, dan sarasehan kemandiran pondok pesantren yang diselenggarakan oleh Kemenag.
Prabowo terindikasi menjadi calon presiden (capres) yang diduga banyak menyalahgunakan kekuasaan dan jabatannya dalam konteks kepentingan kampanye dan membangun dukungan dalam kontestas politik elektoral.
Lebih jauh, Koalisi Masyarakat Sipil juga menilai, keterlibatan aparat Babinsa dalam kegiatan pendataan KTP dan KK warga di Cilincing, Jakarta Utara, secara nyata merupakan pelanggaran terhadap UU TNI. Pendataan tersebut bukanlah tugas TNI dan bahkan mengingat kegiatan tersebut terindikasi menjadi kampanye Capres Prabowo Subianto, keterlibatan Babinsa TNI dapat dikatakan sebagai bentuk dukungan baik langsung maupun tidak langsung terhadap kampanye politik.
Dengan demikian, Babinsa TNI telah menyalahi tugas pokok TNI dan melanggar prinsip netralitas yang diatur di dalam UU TNI dan seharusnya dihukum secara pidana sebagaimana perintah tegas Panglima TNI.
Koalisi Masyarakat Sipil memandang, UU TNI sesungguhnya telah menegaskan secara jelas bahwa TNI harus bersikap netral dan tidak boleh terlibat dalam kegiatan politik apapun. Hal ini merupakan bagian dari prinsip profesionalisme TNI yang dibangun sejak bergulirnya era reformasi TNI. "Keterlibatan TNI dalam kegiatan politik praktis merupakan pelanggaran serius terhadap UU TNI dan tidak boleh dibiarkan tanpa adanya proses hukum yang tegas sesuai dengan tingkat pelanggarannya," demikian pernyataan bersama dari Koalisi Masyarakat Sipil.
Jika pelanggaran tersebut dibiarkan dan tidak ada penindakan yang jelas, lanjut Koalisi Masyarakat Sipil, maka semakin memperkuat dugaan yang berkembang di publik bahwa TNI tidak netral dan ada pemihakkan terhadap capres tertentu. Pembiaran terhadap pelanggaran sama saja sebagai bentuk persetujuan terhadap pelanggaran dan penyimpangan TNI dalam kegiatan politik praktis.
Berdasarkan pandangan di atas, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) harus memecat Prabowo Subianto dari jabatan Menhan karena diduga kuat kerap menggunakan jabatannya untuk melakukan kampanye politik.
Koalisi Masyarakat Sipil juga meminta Presiden Jokowi segera memerintahkan Kemenhan untuk menghentikan pembangunan anggaran untuk yang tidak sesuai dengan bidang pertahanan dan Presiden Jokowi harus memastikan tidak ada penggunaan sumber daya negara dan anggaran negara untuk kepentingan pemenangan salah satu capres atau paslon pada Pemilu 2024.
Adapun Koalisi Masyarakat Sipil terdiri dari Imparsial, KontraS, YLBHI, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Amnesty Internasional Indonesia, WALHI, Perludem, ELSAM, HRWG, Forum for Defacto, SETARA Institute, Migrant Care, IKOHI, Transparency International Indonesia (TII), Indonesian Corruption Watch (ICW), Indonesian Parlementary Center (IPC), Jaringan Gusdurian, Jakatarub, DIAN/Interfidei, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), dan Yayasan Inklusif.
Kemudian, Fahmina Institute, Sawit Watch, Centra Initiative, Medialink, Perkumpulan HUMA, Koalisi NGO HAM Aceh, Flower Aceh, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lingkar Madani (LIMA), Desantara, FORMASI Disabilitas (Forum Pemantau Hak-hak Penyandang Disabilitas), SKPKC Jayapura, AMAN Indonesia, Yayasan Budhi Bhakti Pertiwi, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Aliansi Masyrakat Adat Nusantara (AMAN), Public Virtue, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Yayasan Tifa, Serikat Inong Aceh, Yayasan Inong Carong, Komisi Kesetaraan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Aceh, Eco Bhinneka Muhammadiyah, FSBPI, Yayasan Cahaya Guru (YCG), dan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK).
(dpy)
Post a Comment