Forpemi Soroti Isu Lingkungan, Iklim, dan Energi dalam Debat Cawapres Mendatang

Founder Forum Pemuda Membangun Indonesia (Forpemi), Ibnu Tokan. (Foto: istimewa)


JAKARTA -- Gagasan mengenai lingkungan, iklim, dan energi akan dibahas pada sesi debat calon wakil presiden (cawapres) pada 21 Januari 2024 mendatang. Momentum debat ini merupakan ajang untuk mengevaluasi sekaligus menawarkan berbagai rancangan kebijakan serta evaluasi kebijakan dan inisiatif dalam memaparkan gagasan masing-masing cawapres tentang potensi tantangan perubahan iklim lima tahun ke depan.

"Isu perubahan iklim serta dampaknya tentunya harus kita dengar dan nilai pada perhelatan debat cawapres kali ini tentang bagaimana menanggulangi potensi krisis lingkungan, iklim, dan energi sebagai bagian dari pada upaya penyerapan aspirasi rakyat selama ini dan kebijakan pemerintahan era Presiden Joko Widodo yang tentu sedikit bertolak belakang dengan kenyataan atau fakta sosial yang terjadi hari ini," ujar Founder Forum Pemuda Membangun Indonesia (Forpemi), Ibnu Tokan, dalam keterangannya kepada tim redaksi gebrak.id, Sabtu (20/1/2024).

Ibnu melanjutkan, Forpemi berharap ada gagasan besar yang lahir dari masing-masing cawapres untuk mengatasi tekanan psikologis yang diderita oleh rakyat Indonesia akhibat perubahan iklim dan potensi serta ancaman krisis perubahan iklim.

Perubahan iklim yang disebabkan oleh timbulnya Gas Rumah Kaca (GRK) yang besar dari aktivitas manusia, yang menutupi atmosfer bumi, menjebak energi matahari dalam bumi, dan meningkatkan suhu bumi, lanjut Ibnu, harus menjadi topik serius yang harus di bahas oleh masing-masing cawapres. "Baik berupa gagasan maupun rancangan kebijakan untuk mengevaluasi secara serius kebijakan-kebijakan yang telah ada tentang pengendalian terhadap potensi adanya perubahan iklim yang cukup serius," tegas dia.

Ibnu menambahkan, Forpemi juga berharap adanya gagasan dari masing-masing cawapres untuk memberikan penjelasan dan rancangan kebijakan yang akan direalisasikan nanti seputar pengendalian terhadap pembangkit listrik dan panas yang bersumber pada pembakaran bahan bakar fosil (batubara, minyak bumi, dan gas) yang tentunya akan menghasilkan emisi GRK global, yakni karbon dioksida dan nitrous oxide.

Topik debat nanti, sambung Ibnu, harus mengarah juga pada pengendalian industri dan manufaktur barang dalam kegiatannya yang menghasilkan GRK, terutama dari pembakaran bahan bakar fosil sebagai sumber utama energi untuk menghasilkan barang seperti semen, besi, baja, barang elektronik, plastik baju, dan barang lainnya.

Pengendalian iklim yang ramah lingkungan serta rancangan kebijakan yang akan dipaparkan oleh masing-masing cawapres, lanjut Ibnu, diharapkan mampu menyentuh titik persoalan, seperti penebangan hutan yang massif, pengendalian pada struktur transportasi, kehigenisan produksi makanan, daya konsumsi perumahan dan real estate, serta adanya konsumsi yang berlebihan baik berupa energi, listrik, bahan bakar fosil, suhu bumi yang lebih panas, meningkatnya kekeringan, meningkatnya suhu dari permukaan laut hilangnya spesies, kelangkaan pangan, risiko kesehatan, serta kemiskinan kronis dan perpindahan penduduk. "Ini semua membutuhkan adanya perencanaan kebijakan yang serius."

Ibnu menggarisbawahi, segala aktivitas ini tentunya memerlukan adanya pengendalian agar tidak menimbulkan efek atau dampak yang buruk bagi keberlangsungan hidup masyarakat Indonesia terutama dari para mafia dalam sektor lingkungan, iklim, dan energi.

"Ini akan menjadi titik tolak bagi masyarakat Indonesia dalam melihat dan menilai gagasan yang paling konkret terhadap keberlangsungan kesejahteraan masyarakat Indonesia lima tahun ke depan," kata Ibnu menegaskan.

 

(eye)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.