Respons Sultan HB X pada Ade Armando: Kalau Dianggap Dinasti, Ubah Saja UU-nya

Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X (kiri). (Foto: setkab.go.id)


JAKARTA -- Isu politik dinasti kembali memanas. Pemicunya komentar politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Ade Armando, yang menyinggung eksistensi dinasti politik yang saat ini memerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Gubernur DIY sekaligus Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X justru merespons santai pernyataan Ade Armando. Sultan menyebut pernyataan Ade merupakan hak masyarakat dalam berpendapat. Namun Sultan menegaskan bahwa aturan hukum soal kepala daerah di DIY sudah termaktub dalam Pasal 18B ayat 1 UUD 1945 dan Undang-undang Keistimewaan (UUK).

"Komentar boleh, komentar kok enggak boleh. Boleh saja, hanya pendapat saya, konstitusi peralihan itu kan ada, Pasal 18B kalau enggak keliru ya yang menyangkut masalah pengertian Indonesia itu menghargai asal usul tradisi DIY," kata Sultan dilansir dari Harian Jogja, Senin (4/12/2023).

Sultan menjelaskan, dalam Undang-Undang Keistimewaan No 13/2012 juga disebutkan bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur DIY diamanatkan kepada Sultan dan Pakualaman, sehingga tudingan Ade soal politik dinasti disebutnya merupakan persepsi masyarakat yang bebas ingin mengartikan kondisi tersebut dari sisi mana saja.

"Bunyi UU Keistimewaan itu juga mengamanatkan Gubernur Sultan dan Wakil Gubernur Pakualam, ya melaksanakan itu saja ya kan, dinasti atau tidak terserah dari sisi mana masyarakat melihatnya yang penting bagi kita di DIY itu daerah istimewa diakui keistimewaanya dari asal usulnya dan menghargai sejarah. Itu aja, bunyi UU Keistimewaannya itu," jelas Sultan.

Sultan juga menambahkan, dalam aturan tersebut tidak tertulis soal politik dinasti. DIY bagaimana pun tetap menjadi bagian dari Republik Indonesia sehingga pelaksanaan UU sesuai dengan ketentuannya wajib dilakukan.

"Kalimat dinasti atau enggak di situ juga enggak ada, yang penting kita bagian dari republik dan melaksanakan keputusan UU yang ada. Kalau dianggap dinasti ya diubah aja UUD. Ya silakan saja itu masyarakat, yang penting saya tidak menyuruh. Pernyataan itu belum ada ya jangan ditanggapi, ya kalau mau, kalau enggak," kata Sultan menegaskan.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI DIY, Hilmy Muhammad atau Gus Hilmy, menyoroti kritik Ade Armando yang menyebut politik dinasti telah terjadi di DIY dengan penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur. Menurutnya kritikan tersebut tanpa dasar dan ahistoris.

“Ngomong itu bebas, tapi kalau tak punya dasar, namanya ngawur. Gubernur dan Wakil Gubernur DIY itu ditetapkan melalui UU Keistimewaan, kalau ada yang mempermasalahkan itu, berarti dia ahistoris dan tak memahami konstitusi,” kata Gus Hilmy dalam keterangan tertulisnya, Senin (4/12/2023).

Gus Hilmy menduga Ade Armando juga kurang memahami tentang politik dinasti dan sistem monarki, dan hanya mengikuti tren pembicaraan nasional. Ia menyayangkan pernyataan tersebut disampaikan Ade yang juga seorang caleg.

Gus Hilmy mengatakan, dalam UU Keistimewaan tahun 2012, Gubernur dan Wakil Gubernur DIY disyaratkan bertakhta sebagai Sultan Hamengku Buwono untuk calon Gubernur dan bertahta sebagai Adipati Paku Alam untuk calon Wakil Gubernur. Hal ini, menurutnya, menjadi salah satu pengakuan pemerintah terhadap peran Keraton Ngayogyakarta dan Kadipaten Pakualaman di masa lalu. Dari peran itu, lanjut dia, mudah dipahami mengenai status keistimewaan Yogyakarta.

"Sebelum kemerdekaan republik ini, Keraton Ngayogyakarta dan Kadipaten Pakualaman sudah memberikan sumbangsihnya yang sangat besar. Kan kita mengenal Yogyakarta tidak sekadar sebagai kota pelajar, tetapi juga kota pergerakan, kota revolusi, dan pernah menjadi Ibu Kota Negara. Ini kan sebenarnya mudah dipahami, mengapa DIY mendapatkan status istimewa. Memang harus ada pembeda antara yang istimewa dengan yang lainnya,” jelas Gus Hilmy.

Gus Hilmy meminta masyarakat untuk tidak terlalu reaktif dalam menanggapi kritik Ade Armando tersebut dan tetap menciptakan suasana yang kondusif. Apalagi pegiat media sosial itu sudah meminta maaf.

"Terlalu besar energi kita untuk mengurusi satu orang. Terlebih hari ini suasana politik sedang panas-panasnya. Mari kita ciptakan suasana yang damai sebagaimana slogan kita, Yogyakarta berhati nyaman. Dia sudah meminta maaf, ya kita maafkan. Tapi tetap kita catat namanya," kata Gus Hilmy menegaskan.

 

(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.