KPK Periksa Nurdin Halid Soal Pengurusan Perkara oleh Tersangka Mantan Hakim Agung Gazalba Saleh

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri. (Foto: kpk ri)


JAKARTA -- Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, pengusaha dan politikus Partai Golkar Nurdin Halid diperiksa sebagai saksi soal dugaan gratifikasi dalam pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) oleh tersangka mantan Hakim Agung Gazalba Saleh (GS).

"Saksi Nurdin Halid hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya akses pengurusan perkara melalui jalur tersangka GS," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (13/12/2023), dikutip Antara.

Namun Ali belum memberikan keterangan lebih lanjut soal apa saja temuan penyidik dalam pemeriksaan terhadap Nurdin Halid.

KPK pada Kamis (30/11/2023) kembali menahan mantan Hakim Agung Kamar Pidana MA Gazalba Saleh (GS) dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait pengurusan perkara di MA.

"Terkait kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan tersangka GS untuk 20 hari pertama, mulai 30 November sampai dengan 19 Desember 2023 di Rutan KPK," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (30/11/2023).

Asep mengatakan, Gazalba Saleh diduga telah memanfaatkan jabatannya selaku Hakim Agung Kamar Pidana MA RI sejak 2017 untuk mengondisikan isi amar putusan yang mengakomodasi dan menguntungkan pihak-pihak tertentu yang berperkara dan mengajukan upaya hukum di MA.

Dari pengondisian isi amar putusan tersebut, Gazalba menerima pemberian sejumlah uang sebagai bentuk penerimaan gratifikasi di antaranya untuk putusan dalam perkara kasasi dengan terdakwa eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Rennier Abdul Rahman Latief, dan peninjauan kembali dari terpidana Jafar Abdul Gaffar.

Sebagai bukti permulaan awal dimana dalam kurun waktu 2018 sampai dengan 2022 ditemukan adanya aliran uang berupa penerimaan gratifikasi sejumlah sekitar Rp 15 miliar.

Atas penerimaan gratifikasi dimaksud, GS kemudian melakukan pembelian berbagai aset bernilai ekonomis antara lain pembelian tunai satu unit rumah yang berlokasi di salah satu klaster di wilayah Cibubur, Jakarta Timur, dengan harga Rp 7,6 miliar.

Kemudian pembelian satu bidang tanah beserta bangunan di wilayah Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan, dengan harga Rp 5 miliar.

Penyidik juga menemukan adanya penukaran sejumlah uang di beberapa money changer menggunakan identitas orang lain yang nilainya mencapai miiliaran rupiah.


(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.