Konsultan Politik dan Eks Timses Jokowi: Prabowo-Gibran Berpotensi Kalah
Konsultan politik, pendiri atau founder dan CEO PolMark Indonesia, Eep Safulloh Fatah. (Foto: tangkapan layar youtube abraham samad speak up) |
JAKARTA -- Konsultan politik yang juga pendiri sekaligus pemimpin di PolMark Research Centre, Eep Saefulloh Fatah, mengingatkan bahwa Pilpres 2024 akan berlangsung dua putaran karena berdasarkan hasil survei yang dilakukan Polmark di 32 provinsi dengan masing-masing 1.200 responden, menemukan hasil elektabilitas Prabowo-Gibran di bawah 40 persen, sedangkan paslon Ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin di atas 20 persen.
Eep menyebut ada 43 persen pemilih yang diperebutkan suaranya karena belum menentukan pilihan. Konsultan politik terkemuka di Indonesia itu menegaskan, kubu Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan kelompoknya, capres-cawapres Prabowo-Gibran, masih bisa dikalahkan dalam Pemilu 2024 nanti.
Pendiri sekaligus pemimpin PolMark Indonesia itu menyebut Jokowi bisa menjadi contoh buruk bagi pemimpin-pemimpin berikutnya. Mantan aktivis itu juga menyinggung krisis yang sedang terjadi dan hasil survei terbaru. Pria kalahiran 13 November 1967 itu menyampaikan hal ini dalam sebuah forum yang diikutinya belum lama ini.
Eep yang mengaku sebagai konsultan politik dan tim sukses (timses) Jokowi pada tahun 2014, menyebut judul penyampaiannya di forum itu adalah "Empat Krisis Jokowi dan Satu Bonusnya".
Menurut Eep, Jokowi saat ini berkubang dalam krisis. Ia menyebut krisis itu adalah krisis moral, krisis politik atau krisis dukungan politik, dan krisis kebijakan. Untuk masing-masing krisis itu, ia memberikan contohnya secara gamblang. Ia kemudian menjelaskan survei yang sudah dilakukan Polmark di 32 provinsi beberapa waktu lalu dan survei ulang yang baru saja dirampungkan PolMark.
Di survei sebelumnya, Eep menyebut tingkat kepuasan pada pemerintahan Jokowi memang tinggi. Hanya saja, itu Eep mengibaratkannya seperti pelayat orang meninggal. "Semua orang yang melayat jenazah umumnya akan mengiyakan kebaikan orang yang meninggal," ujar dia dikutip dari siaran Youtube Eep, Selasa (12/12/2023).
Namun, ketika ditanyakan lima hal mendasar, warga secara umum tidak puas. Mulai dari harga kebutuhan pokok yang tidak terjangkau, korupsi yang merugikan, pembangunan infrastruktur yang tidak mensejahterakan, hingga sulitnya mencari pekerjaan.
Dalam survei terbaru di 32 provinsi dengan masing-masing 1.200 responden, Eep menambahkan beberapa elemen pertanyaan. Termasuk keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan nepotisme, juga ada keputusan soal IKN. D
Eep menjelaskan, ia memperbesar cakupan untuk pertanyaan tentang kehidupan masyarakat menjadi delapan dari sebelumnya hanya lima. Juga ada pertanyaan terkait krisis iklim dan kerusakan lingkungan. “Hasilnya, tidak ada perubahan. Masyarakat menganggap hidup mereka tidak baik-baik saja. Mereka menganggap hidup mereka susah. Ini suara rakyat,” tegas dia.
(dpy)
Post a Comment