Koalisi Masyarakat Sipil: Anggota Polri yang Intimidasi Pertunjukan Seni di TIM Langgar HAM
Koalisi Masyarakat Sipil. (Foto: Setara Institute) |
JAKARTA -- Seniman Butet Kartarejasa dan Agus Noor telah diberitakan mendapat intimidasi dari Kepolisian Sektor Cikini saat akan menggelar pertunjukan seni di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta pada 1 Desember 2023. Keduanya diminta untuk membuat surat pernyataan bahwa pertunjukan tersebut tidak menampilkan unsur politik.
Koalisi Masyarakat Sipil dalam keterangan tertulisnya, Selasa (5/12/2023) memandang, tindakan intimidasi anggota kepolisian tersebut secara jelas merupakan pelanggaran terhadap kebebasaan berekspresi warga negara yang telah dijamin di dalam Konstitusi dan Undang-undang.
Menurut Koalisi Masyarakat Sipil, pertunjukan seni dan muatan pesan di dalamnya, sekalipun mengandung unsur politik, sesungguhnya adalah hak setiap warga negara yang harus dihormati oleh siapapun, khususnya kepolisian. Tidak ada satupun alasan yang membanarkan bagi kepolisian untuk melakukan pembatasan terhadap kebebasan tersebut, apalagi hal tersebut dilakukan dengan cara-cara intimidatif.
Penting dicatat, setiap anggota kepolisian memiliki kewajiban untuk menghormati dan menjamin hak asasi manusia (HAM) dalam menjalankan fungsi dan tugas pokoknya. Kewajiban anggota kepolisian tersebut telah ditegaskan secara jelas dalam UU Nomor 2 tahun 2022 tentang Polri dan Peraturan Perpol No 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian. Karena itu, Koalisi Masyarakat Sipil menganggap tindakan intimidasi anggota kepolisian kepada para seniman di Taman Ismail Marzuki jelas merupakan pelanggaran hukum yang tidak boleh dibiarkan tanpa evaluasi dan koreksi dari pimpinan.
Koalisi Masyarakat Sipil menilai, di tengah penyelenggaraan Pemilu 2024 sangat penting bagi anggota kepolisian untuk bersikap profesional dan netral dalam menyikapi dinamika sosial-politik di masyarakat. Hal ini penting karena pemilu sesungguhnya merupakan perwujudan prinsip kedaulatan rakyat di dalam demokrasi, sehingga penyelenggaraannya harus dipastikan berlangsung jujur, bebas, dan adil. Pemilu merupakan ruang bagi pertarungan gagasan, bukan tempat untuk saling beradu kekuasaan.
Karena itu, lanjut Koalisi Masyarakat Sipil, untuk menjamin pemilu yang demokratis, intervensi alat-alat keamanan dan hukum negara, termasuk yang dilakukan dengan pembatasan kebebasan warga negara harus dihindari, sebab dapat merusak demokrasi pemilu. Kepolisian harus bertindak profesional dan menghormati HAM dalam mengawal jalannya pemilu dan tidak boleh digunakan untuk melakukan intimidasi maupun bentuk tekanan lain terhadap pilihan dan ekspresi politik warga negara.
"Hal ini tidak hanya mengancam kebebasan dalam pemilu, tapi juga merusak profesionalisme institusi, dalam hal ini Polri dan lebih jauh hal ini tentunya akan merusak kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian itu sendiri," jelas Koalisi Masyarakat Sipil.
Oleh karena itu, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak; Pertama, Kapolri harus menindak tegas anggota kepolisian yang melakukan intimidasi terhadap para seniman di Taman Ismail Marzuki, mengingat tindakanya merupakan pelanggaran hukum yang tidak boleh dibiarkan tanpa adanya koreksi dan penindakan. "Kedua, Kapolri harus menjamin pelaksanaan tugas oleh setiap anggota kepolisian menghormati dan menjunjung tinggi HAM untuk memastikan penyelenggaraan pemilu berlangsung jujur, adil, dan bebas."
Sejauh ini anggota Koalisi Masyarakat Sipil terdiri dari PBHI Nasional, Imparsial, WALHI, Perludem, ELSAM, HRWG, Forum for Defacto, SETARA Institute, Migrant Care, IKOHI, Transparency International Indonesia (TII), Indonesian Corruption Watch (ICW), KontraS, YLBHI, Indonesian Parlementary Center (IPC), Jaringan Gusdurian, Jakatarub, DIAN/Interfidei, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Yayasan Inklusif, Fahmina Institute, Sawit Watch, Centra Initiative, Medialink, Perkumpulan HUMA, Koalisi NGO HAM Aceh, Flower Aceh, dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers.
Masih ada pula Lingkar Madani (LIMA), Desantara, FORMASI Disabilitas (Forum Pemantau Hak-hak Penyandang Disabilitas), SKPKC Jayapura, AMAN Indonesia, Yayasan Budhi Bhakti Pertiwi, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Aliansi Masyrakat Adat Nusantara (AMAN), Public Virtue, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Yayasan Tifa, Serikat Inong Aceh, Yayasan Inong Carong, Komisi Kesetaraan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Aceh, Eco Bhinneka Muhammadiyah, FSBPI, Yayasan Cahaya Guru (YCG), serta Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK).
(dpy)
Post a Comment