Kepuasan Publik pada Demokrasi dan Hukum Era Jokowi Menurun, Ganjar-Mahfud Potensial Perbaiki dan Reformasi Hukum

Direktur Eksekutif Indopol Survey, Ratno Sulistiyanto. (Foto: rmol.id)

 

JAKARTA -- Indopol Survey bekerja sama dengan Fakultas Hukum (FH) Universitas Brawijaya Malang telah melakukan survei pada 6 hingga 12 November 2023 terkait pendapat publik pasca-Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 90 tentang persyaratan batas usia pencalonan presiden dan wakil presiden. Salah satu temuan survei tersebut adalah tingginya persentase publik yang tidak setuju dengan putusan MK yang mencapai 51,45 persen.

"Dalam survei ini ada 62,1 persen publik yang mengetahui tentang keputusan MK terkait perubahan syarat capres-cawapres 2024 tersebut, menyatakan tidak setuju sebesar 51,45 persen dan yang menyatakan setuju hanya sebesar 19,92 persen," ujar Direktur Eksekutif Indopol Survey, Ratno Sulistiyanto, dalam Rilis Hasil Survei dan Diskusi Publik tentang Kondisi Hukum Pasca-Putusan Mk No 90 dan Diskusi Mengenai Ancaman Demokrasi dan Negara Hukum (Dinasti Politik, Nepotisme, Politisasi Hukum, dan Kecurangan Pemilu), Senin (27/11/2023), dipantau dari siaran YouTube.

Ratno mengatakan alasan publik tidak setuju karena putusan MK tersebut penuh dengan unsur politis, yakni memberikan karpet merah anak presiden. Putusan MK itu juga mencederai rasa keadilan hukum di Indonesia.

"Dan karena keputusan MK tersebut tidak etis dalam penyelenggaraan negara karena penuh dengan praktik nepotisme. Ketua MK adalah paman Gibran dan adik ipar Presiden Joko Widodo," jelas Ratno.

Survei ini juga menunjukkan bahwa ada 46,69 persen publik menyatakan setuju jika mantan Ketua MK Anwar Usman dinyatakan bersalah karena melanggar etik oleh MKMK. Publik yang tidak setuju sebesar 21,13 persen.

Lantas, ada 43,39 persen publik setuju menyatakan jika putusan MKMK akan berakibat gagalnya Gibran Rakabuming Raka gagal menjadi cawapres Prabowo Subianto, yang tidak setuju sebesar 25,81 persen dan yang tidak jawab 30,81 persen. Indopol pun mencatat dampak dari putusan MK nomor 90 menurunkan kepercayaan publik terhadap kinerja MK yakni dari 76,94 persen pada bulan Oktober 2023, bulan November 2023 ini menjadi 58,54 persen.

Begitu pula tren kepuasan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia mengalami penurunan sejak bulan Juni 2023 sebesar 11,61 persen, di bulan November 2023 (64,68 persen menjadi 53,07 persen).

Selain itu dampak putusan MK ini adalah ada 47,42 persen publik menyatakan setuju bahwa majunya Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Prabowo Subianto pasca keputusan MK melahirkan politik dinasti Presiden Joko Widodo (Jokowi), sementara yang tidak setuju hanya 28,15 persen.

"Publik juga percaya adanya politik dinasti dan menganggap bahwa politik dinasti adalah hal yang tidak baik dalam sistem politik Indonesia. Kondisi inilah menurut publik dalam temuan survei adalah salah satu bentuk intervensi kekuasaan/penguasa terhadap penyelenggara hukum di Indonesia," kata Ratno. "Poin penting dalam temuan survei ini adalah bahwa kondisi sosial, ekonomi, politik, dan hukum akhir akhir ini sedang tidak baik-baik saja, ada 84,67 persen publik setuju dengan pendapat tersebut." 

 

Kepuasan publik terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia juga mengalami penurunan 7, 2 persen sejak bulan Juni 2023 (60.48 persen menjadi 53.3 persen). Begitu pula dengan pelaksanaan demokrasi di Indonesia mengalami tren menurun sejak bulan Juni 2023 sebesar 6,29 persen (dari 74,11 persen menjadi 67.82 persen).


Menurut Ratno, jika membaca data hasil Indopol tentang buruknya situasi penegakan hukum di Indonesia, secara kualitatif sepertinya kandidat potensial yang dapat memperbaiki dan mereformasi hukum dengan baik adalah Ganjar Pranowo-Mahfud MD. "Dalam paslon ini ada faktor Mahfud yang punya pengalaman panjang dalam dunia hukum dan terakhir sebagai Menkopolhukam ia membentuk tim reformasi hukum di Kemenkopulhukam," jelas dia.

Paslon yang memiliki rekam jejak dan pengalaman yang kuat dalam hukum, lanjut Ratno, dibutuhkan karena kondisi hukum berada sedang memprihatinkan, terutama pasca-putusan MK.

Adapun penelitian ini menggunakan metode survei dengan populasi penduduk Indonesia yang tersebar di 38 provinsi di Indonesia dengan kriteria responden yang berumur 17 tahun atau sudah menikah yang memiliki hak pilih dalam pemilu. Pengambilan sampel dengan cara multistage random sampling, berjumlah 1.240 responden.

Margin of error adalah sebesar ± 2,85%, pada tingkat kepercayaan 95 persen. Responden terpilih dilakukan wawancara tatap muka (face to face interview) oleh surveyor yang sebelumnya telah dilatih dan responden merefleksikan laki-laki/perempuan dan berbagai jenis profesi.

Ketua PBHI Nasional, Julius Ibrani, menyatakan, berdasarkan survei Indopol, untuk menyehatkan kembali hukum dan politik di Indonesia, butuh profil calon presiden-wakil presiden yang berpengalaman. "Kita kita cek Ganjar-Mahfud memiliki pengalaman dalam reformasi hukum," jelas dia.

Mahfud, lanjut Julius, menjadi satunya satunya calon yang mampu mendobrak kebobrokan hukum. Mahfud yang membuka wacana reformasi hukum di sosmed dan bisa berbicara masalah kebobrokan hukum. "Pilih sosok yang turun ke bumi dan yang berani ungkap kebobrokan. Mahfud memiliki rekam jejak dan pengalaman. Kita butuh orang yang berani ke depan," tegas dia.

Menurut Julius, temuan hasil survei Indopol mengkonfirmasi secara penuh apa yang disampaikan PBHI sejak 2017. Pertama, Pemerintah Jokowi pada periode pertama asal kasih harapan dalam reformasi hukum. Tapi sejak periode pertama ada switching hukum. Setelah itu hukum mulai dilihat sebagai gangguan.

"Pada sejumlah kesempatan Jokowi minta hukum jangan bikin gaduh. Dan sejak tahun 2017 Jokowi mulai berubah, hukum dilihat menghambat investasi dan bikin gaduh. Yang pertama dilakukan adalah dengan merevisi UU KPK. Jokowi tak menghargai bahkan menghina hukum," jelas Julius. "Selanjutnya adalah melemahkan KPK, putusan MK tidak dipatuhi. Jokowi kemudian mengabaikan putusan hukum. Berikutnya dia memainkan komposisi di lembaga negara dan sekarang istilahnya bangun koneksi Solo."

(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.