Putusan MK Mencawapreskan Gibran Puncak Gunung Es Kemunduran Demokrasi

Direktur Imparsial Gufron Mabruri. (foto: rmol.id)



JAKARTA -- Baru-baru ini, Handesblatt, salah satu media asal Jerman menyoroti langkah politik Gibran Rakabuming Raka, anak dari Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang maju sebagai cawapres Prabowo Subianto pada Pilpres 2024. 


Menurut media tersebut, pencawapresan Gibran dipandang sebagai pembangunan politik dinasti yang merusak dan mematikan demokrasi di Indonesia. Sebelumnya, kondisi kemunduran demokrasi di Indonesia juga diberitakan oleh Time, media yang berbasis di Amerika Serikat.


"Kami memandang, kondisi kemunduran demokrasi di Indonesia yang menjadi sorotan dua media asing tersebut merupakan persoalan politik yang nyata-nyata terjadi dan sulit untuk dibantah, terutama jika mencermati dinamika politik elektoral tahun 2024," ujar Direktur Imparsial Gufron Mabruri dalam keterangan tertulisnya kepada gebrak.id, Jumat (3/11/2023).


Menurut Gufron, putusan kontroversial Mahkah Konstitusi (MK) yang memberi tiket bagi langkah pencawapresan Gibran Rakabuming sesungguhnya merupakan puncak gunung es dalam kemunduran demokrasi Indonesia. "Karena jauh sebelumnya terjadinya kemunduran tersebut telah banyak diangkat oleh sejumlah pakar dan analis politik baik dari dalam maupun luar negeri, terutama berkaitan dengan menurunnya tingkat kebebasan berpendapat di Indonesia," jelas dia.


Dalam realitasnya, lanjut Gufron, alih-alih memperbaiki kondisi demokrasi di Indonesia, menjelang akan berakhir masa periode jabatan yang kedua Presiden Jokowi semakin mempertontonkan dirinya sebagai perusak demokrasi dengan berupaya membangun “politik dinasti” yang sarat dengan praktik kolusi dan nepotisme melalui pencawapresan anaknya, Gibran, berpasangan dengan Prabowo Subianto dalam Pemulu 2024. 


"Kami menilai, kondisi kemunduran demokrasi di akhir era pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak bisa dan tidak boleh dibiarkan terus terjadi, mengingat demokrasi merupakan capaian politik yang diperjuangkan dengan susah payah pada tahun 1998 dan harus terus dipertahankan," tegas Gufron. 


Untuk merespons hal tersebut, sambung Gufron, dibutuhkan adanya bangunan gerakan pro-demokrasi untuk menyelamatkan demokrasi dari kemunduran. "Ini termasuk dengan menjadikan politik elektoral sebagai momentum dan media untuk mengoreksi semua kebijakan dan langkah politik Presiden Jokowi yang memundurkan capaian politik reformasi 1998 tersebut." 


(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.