MKMK tak Izinkan Anwar Usman Adili 'Sidang Ulang' Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres Besok

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) melarang eks Ketua MK Anwar Usman ikut terlibat mengadili sidang perdana pengujian materiel atas Putusan MK terkait Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) soal batas usia calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres) pada Rabu (8/11/2023) besok pukul 13.30 WIB. (foto: tvonenews.com)


JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang perdana pengujian materiel atas Putusan MK terkait Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) soal batas usia calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres) pada Rabu (8/11/2023) besok pukul 13.30 WIB.


Gugatan itu diajukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Brahma Aryana (23 tahun), dan teregister dengan perkara nomor 141/PUU-XXI/2023. Brahma didampingi oleh kuasa hukumnya yakni Viktor Santoso Tandiasa dan Harseto Setyadi Rajah.


Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) melarang eks Ketua MK Anwar Usman ikut terlibat mengadili perkara nomor 141/PUU-XXI/2023 yang dilayangkan mahasiswa Unusia, setelah ipar Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) itu terbukti melakukan pelanggaran etik berat terkait Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. 


Materi gugatan adalah Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang sebelumnya telah diubah secara kontroversial lewat Putusan MK 90/PUU-XXI /2023, menjadi "berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui Pemilu termasuk pemilihan kepala daerah.". 


Larangan dari MKMK agar Anwar tak mengadili uji materi itu terdapat dalam putusan yang dibacakan Selasa (7/11/2023). MKMK mengabulkan permintaan mahasiswa Unusia agar Anwar tak ikut mengadili perkara uji materi yang telah ajukan. 


"Permintaan pelapor dari Unusia agar tidak mengikutsertakan hakim terlapor dalam pemeriksaan perkara Nomor 141PUU-XXX/2023 dapat dibenarkan," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie dalam kesimpulan putusannya. 


Jimly pun menyatakan apresiasi terhadap inisiatif mahasiswa itu. "Dia menguji undang-undang yang sudah mengalami perubahan karena putusan MK. Dan itu boleh diuji," kata dia menjelaskan. 


Apalagi, MK telah meregistrasi perkara itu, sehingga MK harus menyidangkannya pula. MK juga sudah menjadwalkan sidang perkara tersebut besok. 


"Pada saat disidang nanti, para pemohon boleh menggunakan ketentuan Pasal 17 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, hak ingkar. Hak ingkar terkait putusan MKMK ini di mana hakim terlapor yang sudah diberi sanksi tidak boleh mengikuti penanganan perkara itu," jelas Jimly. "Maka ada peluang terjadinya perubahan tapi bukan oleh MKMK, tapi oleh MK sendiri. Biarlah putusan MK diubah oleh MK sendiri melalui mekanisme yang tersedia."


Sebelumnya, MKMK menyimpulkan tak bisa mengoreksi putusan kontroversial MK berkaitan dengan syarat usia minimum capres-cawapres. Sebab, lembaga itu adalah lembaga penegak etik. 


Selain itu, Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan sebagaimana doktrin MK di seluruh dunia menyatakan bahwa putusan MK final dan mengikat di tingkat pertama. Sebagai informasi, perkara nomor 141/PUU-XXI/2023 diajukan Mahasiswa Fakultas Hukum Unusia, Brahma Aryana. 


Brahmana berharap, MK bisa memutus perkara itu dalam waktu cepat karena perkara tersebut dianggap sudah sangat jelas lantaran sudah diperiksa MK melalui gugatan-gugatan sebelumnya.


Sebelumnya, MK memutuskan mengabulkan sebagian satu gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa dari Solo bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan yang pro pencalonan Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden RI Jokowi, sebagai cawapres itu tetap diketok, meski dihujani empat pendapat berbeda atau dissenting opinion hakim MK dan dua alasan berbeda dari hakim. 



(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.