KPK Kembali Tahan Hakim Agung Gazalba Saleh, Kali Ini Terkait Dugaan Gratifikasi dan TPPU

Hakim Agung, Gazalba Saleh, tersangka kasus suap dan telah ditahan oleh KPK RI. (foto: rmol.id)

JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI menahan kembali Hakim Agung Gazalba Saleh pada Kamis (30/11/2023) malam. Ia ditahan usai ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
 
"Berdasarkan kecukupan alat bukti naik ke tahap penyidikan untuk dugaan penerimaan gratifikasi disertai tindakan dan upaya menempatkan, mentransfer, mengalihkan, menukarkan dengan mata uang asing sebagai TPPU, maka KPK menetapkan dan mengumumkan tersangka, sebagai berikut, GS (Gazalba Saleh), Hakim Agung Kamar Pidana MA RI periode 2017 sampai dengan sekarang," kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (30/11/2023) dikutip dari Antara.

Menurut Asep, untuk kebutuhan proses penyidikan, KPK menahan Gazalba Saleh selama 20 hari pertama hingga 19 Desember 2023. Ia bakal mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) KPK.

Kasus ini berawal sejak Gazalba menduduki jabatan sebagai Hakim Agung Kamar Pidana MA RI pada 2017. Dalam beberapa perkara ia ditunjuk untuk menjadi salah satu anggota majelis hakim yang menangani permohonan kasasi maupun peninjauan kembali di MA.

Sejumlah perkara yang pernah disidangkan dan diputus oleh Gazalba, diketahui terdapat pengondisian terkait isi amar putusan. Tujuannya, untuk mengakomodasi keinginan dan menguntungkan pihak-pihak berperkara yang mengajukan upaya hukum di MA.

"Dari pengondisian isi amar putusan tersebut, GS menerima pemberian sejumlah uang sebagai bentuk penerimaan gratifikasi. Di antaranya untuk putusan dalam perkara kasasi dengan terdakwa Edhy Prabowo, Rennier Abdul Rahman Latief, dan peninjauan kembali dari terpidana Jafar Abdul Gaffar," ungkap Asep.

Asep menambahkan, sebagai bukti permulaan awal KPK menemukan adanya aliran uang berupa penerimaan gratifikasi sejumlah sekitar Rp 15 miliar. Aliran dana ini terjadi dalam kurun waktu 2018-2022.

Kemudian, Gazalba menggunakan uang hasil gratifikasi itu untuk membeli sejumlah aset. Rinciannya, yakni pembelian satu unit rumah secara tunai di wilayah Cibubur, Jakarta Timur dengan harga Rp 7,6 miliar; satu bidang tanah dan bangunan di wilayah Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan seharga Rp 5 miliar. "Didapati pula adanya penukaran sejumlah uang ke beberapa money changer menggunakan identitas orang lain yang nilainya hingga miliaran rupiah," jelas Asep.

Gazalba diketahui tidak pernah melaporkan gratifikasi itu kepada KPK dalam waktu 30 hari sejak diterima. Ia juga tidak mencantumkan aset-aset bernilai ekonomis lainnya dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya.

Atas perbuatannya, Gazalba disangkakan melanggar Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Sebelumnya, KPK sudah menahan Gazalba Saleh terkait kasus dugaan suap penanganan perkara di MA. Namun, majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung menjatuhkan vonis bebas Gazalba Saleh. Ia dinilai tidak bersalah dalam kasus tersebut.

Gazalba didakwa menerima uang sebesar 20 ribu dolar Singapura untuk pengurusan perkara kasasi pidana terhadap pengurus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana Budiman Gandi. Uang yang berasal dari penggugat Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma ini diberikan pengacara mereka Yosef Parera dan Eko Suparno kepada Desy Yustria sebesar 110 ribu dolar Singapura.

Atas vonis bebas itu, KPK mengajukan kasasi ke MA. Namun, MA menolak kasasi itu pada Kamis (19/10/2023). Lewat putusan ini, Gazalba Saleh resmi menghirup udara bebas. Sebab, kasasi merupakan upaya hukum terakhir yang bisa dilakukan KPK selaku aparat penegak hukum. Khusus dalam sidang kasasi kali ini, MA menyiarkannya secara daring. Tapi sidang ini hanya membacakan petikan putusan, sedangkan pertimbangan putusan tak dibacakan oleh majelis hakim.


(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.