Indopol: Kinerja Pemerintahan Jokowi Dapat Rapor Merah, Ganjar-Mahfud Solusi Perbaiki Kondisi

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). (Foto: setkab.go.id)
 

JAKARTA -- Indopol Survey bekerja sama dengan Fakultas Hukum (FH) Universitas Brawijaya Malang telah melakukan survei pada 6 hingga 12 November 2023 terkait kinerja Pemerintahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Survei Indopol terbaru itu menunjukkan penurunan kepercayaan publik terhadap kinerja Presiden Jokowi.

Tren kepuasan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia, misalnya, mengalami penurunan sejak bulan Juni 2023 sebesar 11,61 persen, di bulan November 2023 (64,68 persen menjadi 53,07 persen).

Kepuasan publik terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia juga mengalami penurunan 7,2 persen sejak bulan Juni 2023 (60.48 persen menjadi 53.3 persen). Begitu pula dengan pelaksanaan demokrasi di Indonesia mengalami tren menurun sejak bulan Juni 2023 sebesar 6,29 persen (dari 74,11 persen menjadi 67.82 persen).

Sementara itu evaluasi kinerja Pemerintah Jokowi-Ma'ruf Amin pada bulan November 2023 ini kepuasan rendah berada pada bidang pembukaan lapangan kerja (49,76 persen) serta penanganan pengangguran dan kemiskinan (49,44 persen).

"Temuan survei Indopol menunjukkan bahwa kondisi hukum, sosial, ekonomi, dan politik, Indonesia akhir-akhir ini sedang tidak baik-baik saja. Hal itu terbukti dari 84,67 persen publik hasil survei Indopol yang menyatakan setuju dengan pendapat tersebut," ujar Dekan FH Universitas Brawijaya Aan Eko Widiarto dalam keterangan tertulisnya, Senin (27/11/2023).

Direktur Eksekutif Indopol Survey, Ratno Sulistiyanto, dalam Rilis Hasil Survei dan Diskusi Publik tentang Kondisi Hukum Pasca-Putusan Mk No 90 dan Diskusi Mengenai Ancaman Demokrasi dan Negara Hukum (Dinasti Politik, Nepotisme, Politisasi Hukum, dan Kecurangan Pemilu), Senin (27/11/2023), dipantau dari siaran YouTube, menyatakan, jika membaca data hasil survei Indopol tentang buruknya situasi penegakan hukum di Indonesia, secara kualitatif sepertinya kandidat potensial yang dapat memperbaiki dan mereformasi hukum dengan baik adalah Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

"Dalam paslon ini ada faktor Mahfud yang punya pengalaman panjang dalam dunia hukum dan terakhir sebagai Menkopolhukam ia membentuk tim reformasi hukum di Kemenkopulhukam," jelas Ratno.

Paslon yang memiliki rekam jejak dan pengalaman yang kuat dalam hukum, lanjut Ratno, dibutuhkan karena kondisi hukum berada sedang memprihatinkan, terutama pasca-putusan MK.

Adapun penelitian ini menggunakan metode survei dengan populasi penduduk Indonesia yang tersebar di 38 provinsi di Indonesia dengan kriteria responden yang berumur 17 tahun atau sudah menikah yang memiliki hak pilih dalam pemilu. Pengambilan sampel dengan cara multistage random sampling, berjumlah 1.240 responden.

Margin of error adalah sebesar ± 2,85%, pada tingkat kepercayaan 95 persen. Responden terpilih dilakukan wawancara tatap muka (face to face interview) oleh surveyor yang sebelumnya telah dilatih dan responden merefleksikan laki-laki/perempuan dan berbagai jenis profesi.

Ketua PBHI Nasional, Julius Ibrani, menyatakan, berdasarkan survei Indopol, untuk menyehatkan kembali hukum dan politik di Indonesia, butuh profil calon presiden-wakil presiden yang berpengalaman. "Kita kita cek Ganjar-Mahfud memiliki pengalaman dalam reformasi hukum," jelas dia.

Mahfud, lanjut Julius, menjadi satunya satunya calon yang mampu mendobrak kebobrokan hukum. Mahfud yang membuka wacana reformasi hukum di sosmed dan bisa berbicara masalah kebobrokan hukum. "Pilih sosok yang turun ke bumi dan yang berani ungkap kebobrokan. Mahfud memiliki rekam jejak dan pengalaman. Kita butuh orang yang berani ke depan," tegas dia.

Menurut Julius, temuan hasil survei Indopol mengkonfirmasi secara penuh apa yang disampaikan PBHI sejak 2017. Pertama, Pemerintah Jokowi pada periode pertama asal kasih harapan dalam reformasi hukum. Tapi sejak periode pertama ada switching hukum. Setelah itu hukum mulai dilihat sebagai gangguan.

"Pada sejumlah kesempatan Jokowi minta hukum jangan bikin gaduh. Dan sejak tahun 2017 Jokowi mulai berubah, hukum dilihat menghambat investasi dan bikin gaduh. Yang pertama dilakukan adalah dengan merevisi UU KPK. Jokowi tak menghargai bahkan menghina hukum," jelas Julius. "Selanjutnya adalah melemahkan KPK, putusan MK tidak dipatuhi. Jokowi kemudian mengabaikan putusan hukum. Berikutnya dia memainkan komposisi di lembaga negara dan sekarang istilahnya bangun koneksi Solo."

 

(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.