Politik Muka Dua Jokowi Terhadap Prabowo dan Ganjar
Selamat Ginting. (foto: hariansianggalang.co.id)
Oleh Selamat Ginting *)
Joko Widodo (Jokowi) merupakan aktor politik dengan fenomena politik bermuka dua. Menampilkan standar ganda dalam panggung politik yang penuh drama, terutama jelang pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Tidak usah heran jika bertemu Prabowo Subianto, Jokowi seolah mendukung Prabowo. Begitu juga jika bertemu Ganjar Pranowo, seolah mendukung Ganjar. Itulah yang dinamakan politik bermuka dua.
Jokowi pun tampak dekat dengan bakal calon presiden (capres) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ganjar Pranowo di acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IV PDIP di Jakarta, Jumat (29/9/2023).
Melihat fenomena politik Jokowi yang kadang sangat mesra secara politik dengan bakal capres dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto, namun bukan tidak mungkin justru mendukung Ganjar. Sebaliknya, sangat mesra dengan Ganjar, namun bisa jadi justru mendukung Prabowo.
Itulah realitas politik yang senantiasa ditampilkan Jokowi terhadap dua bakal capres tersebut. Fenomena itu menggambarkan politik muka dua Jokowi itu memang penuh standar ganda atau kemunafikan.
Hal itu selaras dengan pandangan profesor ilmu politik dari Inggris David Runciman, dalam bukunya ‘Political Hypoccrisy: The Mask of Power, from Hobbes to Orwell and Beyond’. Perilaku Jokowi sebagai aktor politik merupakan bagian dari fenomena politik muka dua. Artinya, dunia politik yang penuh dengan wajah kemunafikan dan sikap standar ganda.
Jika dikupas dengan teori politik muka dua dari David Runciman, maka politik muka dua itu penuh dengan seolah-olah (mendukung), padahal palsu, dan menipu. Kemudian pada gilirannya hanya dijadikan topeng kekuasaan.
Pencitraan adalah salah satu kelebihan Jokwo dalam berpolitik. Kontestasi Pilres 2024 juga akan dijadikan arena pencitraan yang sangat jauh dari makna dan realita yang sebenarnya.
Pencitraan politik memang seperti teater atau panggung sandiwara. Inilah praktik kemunafikan para aktor panggung klasik yang disebut juga hypokrisis. Sikap berpura-pura menjadi sesuatu yang bukan dirinya.
Publik mudah terhibur dengan aksi panggung politik akibat perbuatan kepura-puraan dan kebohongan. Para pendukung bakal capres Prabowo akan merasa senang saat Jokowi bersama Prabowo. Begitu pula para pendukung Ganjar akan merasa bahagia jika Jokowi bersama Ganjar.
Padahal itu semua hanya kepura-puraan karena yang terpenting adalah mendapatkan syahwat kekuasaan setelah tidak lagi menduduki posisi presiden.
Berkaitan dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad, SAW, Ginting mengingatkan hadis tentang tiga tanda-tanda orang munafik. “Apabila berkata, ia berbohong; apabila berjanji, ia meningkari; dan apabila diberi amanat, ia khianati”.
Sebaiknya, Jokowi menghindari berkata bohong soal dukungan terhadap bakal capres/cawapres. Caranya tidak ikut cawe-cawe atau ikut menentukan capres/cawapes dalam Pemilu 2024 mendatang. Sebagai kepala negara, mestinya Jokowi mengambil posisi sentral dan tidak menghianati sumpah jabatannya sebagai kepala negara yang harus mengayomi semua pihak
Sabtu, 30 September 2023
*) Analis politik dan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Nasional (UNAS) Jakarta.
Post a Comment