Pengamat Politik dari Unair Ingatkan MK Hati-Hati Soal Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres
Pengamat politik Airlangga Pribadi Kusman. (foto: pdipperjuangan-jatim.com) |
JAKARTA -- Pengamat politik Airlangga Pribadi Kusman mengingatkan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk berhati-hati dalam memutus perkara gugatan terkait batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) menjelang Pemilu 2024.
"Hendaknya, MK bersikap hati-hati dan bijaksana dalam mengambil keputusan berhubungan dengan hal tersebut," kata Airlangga dalam keterangan tertulisnya, Rabu (11/10/2023).
Pengamat politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu mengatakan hal tersebut guna menanggapi terkait uji materi terhadap syarat usia capres dan cawapres yang diatur dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang saat ini digugat di MK.
Menurut Airlangga, tidak dapat dimungkiri bahwa gugatan terkait batas usia capres dan cawapres mudah dihubungkan dengan kepentingan politik kelompok tertentu. Salah satunya, lanjut dia, terkait dengan sosok Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka yang muncul kabar bakal dilamar menjadi bakal cawapres oleh salah satu kandidat capres untuk Pilpres 2024.
Airlangga pun berharap MK mempertimbangkan posisi lembaga itu sebagai pelindung utama konstitusi (guardian of constitution). Oleh karena itu, ia mengingatkan para hakim MK harus bebas dari kepentingan politik dalam mengambil keputusan.
"Mengambil kebijakan yang langsung berhubungan dengan kontestasi antarkekuatan politik dapat mengundang kritikan terkait dengan dimensi etik, seperti imparsialitas. Dalam konteks ini, maka yang dipertaruhkan adalah muruah dari Mahkamah Konstitusi," tegas Airlangga.
Jika MK mengabulkan gugatan tersebut, sambung Airlangga, maka lembaga tersebut bisa dianggap sebagai instrumen politik dari kekuasaan. Apalagi, Gibran yang disebut-sebut akan "dipinang" menjadi bakal cawapres itu adalah anak dari Presiden RI Joko Widodo.
"Maka, sorotan juga akan berpengaruh pada muruah Presiden Joko Widodo yang akan dianggap oleh publik menggunakan lembaga MK bagi strategi kekuasaannya," jelas Airlangga.
Oleh karena itu, Airlangga menyarankan bila MK mengabulkan gugatan tersebut, maka hendaknya disertai catatan bahwa keputusan tersebut berlaku setelah Pilpres 2024. "Sehingga, MK tetap dapat menjaga integritasnya dan tidak terseret oleh pusaran kekuasaan dalam kontestasi elektoral Pilpres 2024," tegas dia.
(dpy)
Post a Comment