Novel Baswedan: Penangkapan Syahrul Limpo Halangi Pengusutan Dugaan Pemerasan Pimpinan KPK

Eks penyidik KPK Novel Baswedan. (foto: rmol.id)

JAKARTA -- Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, menduga penangkapan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) menjadi upaya untuk menghalangi pengusutan dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK. Kasus pemerasan ini pun sedang ditangani Polda Metro Jaya.

"Saya melihat ini adalah cara untuk menghalang-halangi perkara pemerasaannya. Kalau sah atau tidaknya tentu ada proses yang harus dibuktikan dalam UU," kata Novel kepada awak media, Jumat (13/10/2023), dikutip dari Antara.

Menurut Novel, Firli Bahuri menyalahgunakan kekuasaannya sebagai Ketua KPK untuk menangkap Syahrul Limpo. Sebab, jelas dia, seharusnya dugaan pemerasan yang dilakukan oleh pimpinan KPK lebih dulu diselesaikan, lalu dilanjutkan dengan pengusutan kasus korupsi Syahrul Limpo.

"Jadi, upaya Firli untuk menutup atau membungkam perkara pemerasannya, ini yang bahaya. Kenapa? Kalau ada kasus korupsi ditangani, ternyata aparat penegak hukumnya memeras, terus yang harus didahulukan mana? Perkara korupsi atau pemerasannya? Harusnya pemerasannya dulu," jelas Novel. "Karena sampai kemudian perkara pokoknya digunakan membungkam, untuk menghalang-halangi, untuk mengintimidasi, sehingga para korban dan para saksi tak berani bicara menyampaikan fakta apa adanya. Karena ada conflict of interest atau peluang terjadinya abuse of power. Nah, ini yang harus dilihat."

Oleh karena itu, Novel menilai, penangkapan terhadap Firli juga perlu dilakukan. Sehingga tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan dan pengusutan kasus pemerasan di kepolisian bisa diusut tuntas. "Firli harus ditangkap karena yang pertama (diduga) melakukan pemerasan. Pemerasan itu level tertinggi dalam tindak pidana korupsi. Kedua, dia menyalahgunakan kewenangan bisa jadi di Pasal 23, menyalahgunakan kewenangan dalam penanganan perkara korupsi"  

Sebelumnya, KPK menangkap Syahrul Limpo di salah satu apartemen di wilayah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Kamis (12/10/2023) malam. Alasannya, lembaga antikorupsi ini khawatir Syahrul Limpo bakal melarikan diri hingga menghilangkan barang bukti terkait dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan).

Padahal, KPK sudah menerbitkan surat pemanggilan kedua pada 11 Oktober 2023 terhadap Syahrul Limpo untuk diperiksa terkait kasus korupsi di Kementan pada Jumat (13/10/2023). Syahrul pun memastikan bakal menghadiri pemanggilan itu. Namun, ia keburu ditangkap KPK.

Adapun pemanggilan pertama Syahrul seharusnya dilakukan pada 11 Oktober 2023. Tetapi ia sudah mengonfirmasi ke KPK tidak bisa hadir lantaran harus kembali ke kampung halamannya di Makassar, Sulawesi Selatan, untuk menjenguk ibunya yang sedang sakit.

 

(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.