Mirip Tragedi Pilu Ari Anggara, KemenPPPA Ungkap Seorang Anak Dianiaya Sekeluarga di Malang
Kekerasan pada anak/ilustrasi. (foto: pixabay) |
JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengecam tindakan kekerasan fisik terhadap anak korban DDP (7 tahun) oleh lima orang di Malang, Jawa Timur. Para terduga pelaku ternyata merupakan ayah kandung, ibu tiri, nenek tiri, kakak tiri, dan paman tiri.
Kisah DDP mirip tragedi tahun 1980-an yang menimpa seorang anak bernama Ari Anggara yang disiksa sampai meninggal oleh ayah kandung dan ibu tirinya.
Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar mengungkapkan, korban DDP mengalami penyekapan dan kekerasan fisik sejak April 2023 oleh keluarga terdekat yang mengasuhnya.
"Anak korban pun mengaku jarang sekali diberikan makan, sering disiksa oleh keluarga, dan kerapkali mengalami kekerasan fisik di antaranya seperti dipukul, disundut rokok, dicekik, dipukul dengan rotan, dan dicelupkan kedua tangannya ke panci yang berisi air mendidih," kata Nahar dalam keterangannya pada Senin (16/10/2023).
Awal mula terungkapnya kasus tersebut dari keberanian anak korban yang berhasil kabur dan meminta bantuan tetangga pada 9 Oktober 2023. Kondisi anak korban saat itu dipenuhi bekas luka dan kelaparan karena anak korban jarang diberi makan oleh terduga pelaku.
"Tetangga anak korban lantas segera menghubungi perangkat Rukun Warga (RW) dan Desa yang kemudian diteruskan ke pihak Kepolisian," ujar Nahar.
Dari situ Kepolisian segera berkoordinasi dengan Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DinsosP3AP2KB) Kota Malang. Pada 10 Oktober 2023, Kepolisian melakukan penangkapan kepada seluruh terduga pelaku dan DinsosP3AP2KB melakukan evakuasi dan asesmen terhadap korban serta membawa korban ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Saiful Anwar Malang.
"Anak korban DDP selama ini disekap di ruangan kecil dan tidak diizinkan untuk keluar sama sekali," ujar Nahar menjelaskan. "Kondisi anak korban saat ditemukan tetangga dalam keadaan kelaparan dengan banyak bekas luka, terlebih yang melakukan penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi itu sendiri adalah keluarga anak korban."
UPTD PPA Kota Malang melakukan evakuasi terhadap anak korban, melakukan rujukan ke RSUD Saiful Anwar Malang untuk pemeriksaan kondisi kesehatan anak korban, mendampingi pelapor untuk melakukan pelaporan kepada Polresta Malang Kota, dan mendampingi secara psikologis terhadap anak korban, serta melakukan monitoring berkala terhadap kondisi anak korban yang didampingi oleh DinsosP3AP2KB Kota Malang.
Nahar mengungkapkan seusai pemeriksaan kesehatan dan perawatan luka yang dialami anak korban, akan dilakukan asesmen dan pendampingan psikologis berkelanjutan untuk melihat kondisi mental anak korban. Sehingga dapat segera diberikan penanganan yang tepat dan sesuai kebutuhan agar anak korban tidak mengalami traumatis berkepanjangan dan dapat kembali menjalani hidup dengan normal.
Selain itu, terkait hak pendidikannya pun perlu dipastikan agar anak mendapatkan hak pendidikan dan membantu anak dalam proses sosialisasi dengan teman sebaya serta lingkungan anak. “Anak korban perlu mendapatkan kepastian keamanan, tempat tinggal yang layak dan aman, serta keberlanjutan pengasuhan ke depannya," tegas Nahar.
Terduga pelaku telah melanggar Pasal 76C jo Pasal 80 Ayat (2) dan Ayat (4) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Terduga pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100 juta dan dapat ditambah sepertiga apabila yang melakukan penganiayaan tersebut adalah orang tuanya.
Selain itu, terduga pelaku pun dikenakan Pasal 44 Ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Adapun ancamannya pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau denda paling banyak Rp 30 juta.
(dpy)
Post a Comment