Survei Terbaru Indikator Politik: Elektabilitas Ganjar Kalahkan Prabowo dan Anies

Elektabilitas Ganjar Pranowo (kiri) paling tinggi dibanding Anies Baswedan dan Prabowo Subianto (kanan) berdasarkan sejumlah survei menjelang Pilpres 2024. (foto: afp, pemprov jateng, pemprov dki jakarta)

JAKARTA -- Indikator Politik merilis survei elektabilitas calon presiden (capres) untuk periode Agustus-September 2023. Direktur Eksekutif Indikator Politik, Burhanuddin Muhtadi, mengatakan, Ganjar Pranowo masih yang paling banyak disebut.

"Secara spontan, Ganjar paling banyak disebut 25,8 persen, kemudian Prabowo 23,1 persen, dan Anies 13,6 persen," kata Burhanuddin, Sabtu (30/9/2023), dikutip dari Antara.

Burhanuddin menjelaskan, nama-nama lain selain Ganjar, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan, kurang dari empat persen disebut masyarakat. Sedangkan, sekitar 30,7 persen belum menyebut nama capres yang akan dipilih untuk Pilpres 2024 mendatang.

Untuk simulasi tiga nama capres, Ganjar kembali unggul dengan raihan 37,4 persen. Mampu mengungguli Prabowo dengan 33 persen, Anies dengan 21,5 persen, dan sekitar 8,2 persen belum menunjukkan pilihan capres.

Menurut Burhanuddin, Ganjar unggul dari beberapa kategori pemilih. Seperti kelompok perempuan usia kurang dari 21 tahun, lebih dari 40 tahun, non-Muslim, etnis Jawa, serta pendidikan menengah dan tinggi.

Kemudian, pemilih kalangan wiraswasta, pengusaha, ibu rumah tangga, pelajar, pendapatan lebih dua juta di pedesaan. Selanjutnya, unggul sebaran daerah Ganjar unggul di Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali Nusa.

Dari survei ini, Prabowo tampak unggul di kelompok usia 22-25 tahun, etnis Sunda, Banten, Jawa Barat, dan Sulawesi. Sedangkan, Anies Baswedan tampak unggul di kelompok etnis Betawi dan daerah DKI jakarta.

"Wilayah lainnya tampak dukungan Prabowo dan Ganjar berimbang, di wilayah Sumatera dukungan tampak terbagi merata Anies, Ganjar, dan Prabowo," jelas Burhanuddin.

Survei melibatkan total 4.090 responden dengan sampel basis nasional 1.200 seluruh Indonesia. Burhanuddin mengakui, dinamika politik yang begitu cepat membuat banyak data terbaru belum terbaca survei. 

(dpy)