LBH Masyarakat Minta Pemerintah Hentikan Pendekatan Keamanan dan Militeristik dalam Kebijakan Narkotika

Maruf Bajammal dari LBH Masyarakat. (foto: istimewa/net)


JAKARTA -- Pada Senin, 11 September 2023, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyelenggarakan rapat terbatas (ratas) soal pemberantasan dan penanganan narkotika di Indonesia. Dalam ratas itu, Jokowi menyampaikan terdapat usulan agar rehabilitasi narkotika bisa dilakukan di 6 Resimen Induk Komando Daerah Militer (Rindam).

Jokowi mengatakan, usulan itu muncul dari Panglima Daerah Militer (Pangdam). Namun demikian, Jokowi tidak menyebutkan usulan itu muncul dari Pangdam wilayah mana.

Jokowi bukan pertama kali ini saja mewacanakan penggunaan pendekatan atau pelibatan aktor keamanan dalam kebijakan narkotika. Sebelumnya, pada tahun 2016, Jokowi pernah secara terang-terangan memberikan arahan secara langsung kepada jajarannya, di antaranya BNN dan institusi kepolisian untuk memberantas narkotika.

Dalam arahan tersebut, tidak tanggung-tanggung, Jokowi juga memerintahkan untuk menembak di tempat para pelaku yang diduga terlibat dalam tindak pidana narkotika. Perintah tembak di tempat yang diserukan Jokowi tersebut kemudian mulai memakan korban.

Berdasarkan pemantauan LBH Masyarakat (LBHM), dalam rentang waktu tahun 2017-2018 setidaknya ada 414 orang yang menjadi korban luka dan 167 orang meninggal tanpa melalui proses peradilan. Catatan tersebut menunjukkan watak Jokowi lebih menyukai pendekatan perang dalam mengatasi permasalahan narkotika (war on drugs), ketimbang pendekatan yang berbasis kesehatan dan ilmu pengetahuan atau sains yang sejalan dengan hak asasi manusia (HAM).

Selain itu, berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Undang-Undang TNI), dalam ketentuan Pasal 7 pada pokoknya telah menyebutkan bahwa TNI memiliki tugas pokok menegakkan kedaulatan negara dan mempertahankan keutuhan negara Indonesia. Selanjutnya, dalam Pasal 7 ayat 2 Undang-Undang TNI itu, tugas pokok TNI tersebut dilakukan dengan operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang.

"Merujuk ketentuan tersebut tidak ada satu pun yang menyebutkan bahwa TNI diberikan kewenangan untuk melakukan rehabilitasi masalah narkotika," ujar advokat LBH Masyarakat, Maruf Bajammal, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (12/9/2023) .

Menurut Maruf, pelibatan TNI dalam kebijakan narkotika hanya akan menambah rentetan permasalahan dwifungsi TNI yang dilakukan oleh Pemerintahan Jokowi. "Jika terus dibiarkan, kebiasaan buruk ini akan mengancam iklim demokrasi dan HAM yang susah payah telah diperjuangkan dalam reformasi tahun 1998."

Padahal, lanjut Maruf, dalam kebijakan narkotika sepatutnya pendekatan kesehatan dengan pengurangan dampak buruk (harm reduction) berlandaskan ilmu pengetahuan yang sejalan dengan HAM seyogianya dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan kebijakan narkotika di Indonesia.

Berdasarkan catatan Jaringan Reformasi Kebijakan Narkotika (JRKN), rehabilitasi bukanlah satu-satunya alternatif solusi, apalagi rehabilitasi yang bersifat paksa. Dari jumlah 13 persen pengguna narkotika yang mengalami masalah dalam penggunaannya, tentunya membutuhkan pendekatan yang bervariasi dan tidak terbatas pada pendekatan rehabilitasi rawat inap/jalan. Upaya dekriminalisasi dengan pendekatan kesehatan, serta intervensi berbasis sosial bagi 87 persen pengguna narkotika tanpa gangguan lebih memberikan solusi, ketimbang mengirim mereka ke penjara dan/atau memaksa mengakses (bersifat mandatory) layanan rehabilitasi, termasuk jika nanti dilakukan di Rindam.

Oleh sebab itu, sambung Maruf, sudah seyogianya Jokowi kembali ke jalan yang benar dan menolak usulan-usulan yang justru menjerumuskan kebijakan narkotika secara khusus, dan situasi HAM Indonesia secara umum, ke dalam keterpurukan yang lebih dalam.

Berdasarkan hal-hal tersebut, lanjut Maruf, LBHM yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Reformasi Sektor Keamanan dan Jaringan Reformasi Kebijakan Narkotika menuntut, sebagai berikut.

Pertama, negara harus menjamin bahwa praktik perang terhadap narkotika (war on drugs) harus diakhiri. Kedua, negara harus mengambil tindakan yang efektif dalam permasalahan narkotika yang berlandaskan pendekatan kesehatan dan ilmu pengetahuan yang sejalan dengan HAM. Ketiga, negara harus menghentikan segala upaya untuk mengembalikan dwifungsi TNI, salah satunya menghentikan rencana pelibatan TNI dalam penanganan narkoba.


(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.