Webinar Nasional Moya Institute, Proklamasi: Peluang dan Tantangan Pemimpin Songsong Indonesia Emas 2045

 


JAKARTA -- Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang beragam secara ras, etnis, budaya, dan agama, Indonesia memiliki tantangan dan peluang yang bersifat historis dalam menyongsong masa Indonesia Emas 2045. Ketika itu, bangsa Indonesia mencapai usia 100 tahun.

Dalam perspektif sejarah, usia republik yang 78 tahun relatif masih muda. Sehingga, tidak mengherankan isu persatuan dan kesatuan bangsa masih terus menjadi sorotan di ruang diskursus publik.

Situasi semakin dinamis seiring dengan momentum yang terbangun oleh siklus demokrasi lima tahunan, yaitu pemilu. Pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg) telah disepakati untuk diselenggarakan pada tanggal 14 Februari 2024, sementara pilkada serentak pada tanggal 27 November 2024.

Dalam kancah perpolitikan praktis (realpolitik), seluruh daya, dana, dan sarana akan dimanfaatkan untuk memenangkan kontestasi oleh para kontestan dalam pilpres, pileg, dan pilkada. Kontestasi yang tidak sehat, dengan memanfaatkan isu-isu primordial pada pemilu-pemilu sebelumnya telah memecah belah masyarakat, termasuk pada tingkat akar rumput, dan berbahaya bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Beberapa jiwa melayang sia-sia akibat kontestasi politik tersebut.

Patut disyukuri bahwa para pemimpin bangsa memilih persatuan dan kesatuan daripada pertikaian dan permusuhan, sehingga Indonesia terbebas dari ancaman yang lebih besar (baca: "Post-Race: Confrontation or Cohabitation" oleh Imron Cotan, The Jakarta Post, 27 Mei 2019).

Saat ini, ketika pilpres dan pileg akan berlangsung, situasi di kawasan Eropa juga sedang berada dalam zona turbulensi, yang ditandai dengan pecahnya perang proksi Rusia-Ukraina (22 Februari 2022). Hal ini tidak hanya memporak-porandakan Ukraina, tetapi juga jalur logistik dunia, terutama yang terkait dengan ekspor gandum, BBM, dan pupuk, baik yang berasal dari Rusia maupun dari Ukraina.

Selain memicu krisis dan menghambat pertumbuhan ekonomi global, dunia terdorong memasuki suatu "twilight zone", yang membuka peluang bagi pecahnya perang terbuka, melibatkan senjata pemusnah massal (nuklir, kimia, dan biologi). Jika perang tersebut pecah, sudah dapat dipastikan seluruh negara, termasuk Indonesia, akan terdampak. Dunia pun akan menjadi planet yang tidak layak huni.

Pada saat yang sama, stabilitas dan keamanan di kawasan juga sedang tidak stabil. Intervensi Amerika Serikat dalam hubungan antarselat China-Taiwan memicu sikap keras China, yang dalam beberapa kesempatan telah mengindikasikan tidak akan ragu menggunakan kekerasan militer jika Taiwan menyatakan merdeka dari China daratan.

Di sisi lain, pertikaian berbasis klaim kedaulatan wilayah di Laut China Selatan antara China dengan Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei Darussalam terus berlanjut. Sementara itu, perundingan tentang "Code of Conduct di LCS" praktis terkendala, terutama terkait dengan zona penerapannya.

Dapat dikatakan saat ini, Indonesia menghadapi tantangan internal dan eksternal yang bersifat historis. Jika Indonesia mampu mengatasi tantangan-tantangan tersebut, maka era Indonesia Emas pada tahun 2045 tentu dapat dicapai. Sehingga, Indonesia muncul sebagai negara maju, demokratis, sejahtera, dan multikultural.

Dalam perjalanan dan trajektori sejarah ini, Indonesia harus mampu menelurkan pemimpin nasional berkualitas unggul di tataran eksekutif, legislatif, dan yudikatif untuk memastikan kapal bangsa dapat berlabuh di pelabuhan Nusantara Emas 2045. Modal kuat yang seharusnya dimiliki oleh para pemimpin tersebut adalah kemampuan menciptakan, menjaga, dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa serta piawai dalam mengemudikan kapal besar bangsa tersebut menuju tujuan yang telah ditetapkan oleh konstitusi.

Pilihan tersebut terletak di tangan seluruh generasi bangsa dari berbagai lapisan. Patut dicatat bahwa daftar pemilih sementara dari KPU menetapkan bahwa dari 206 juta pemilih, sekitar 100 juta di antaranya berasal dari Generasi Milenial dan Generasi Z. Mereka lahir pasca era Bung Karno, Soeharto, dan reformasi, yang sangat rentan terhadap pengaruh pemikiran berbasis media sosial (hoax, post-truth, dan internet of things). Mereka tidak memiliki ideologi dan diperburuk oleh sikap yang mendambakan monetisasi.

Moya Institute kembali memandang penting untuk memanfaatkan peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus tahun ini sebagai momentum untuk mengkaji isu krusial dan strategis tersebut di atas. Dengan menampilkan para narasumber yang kredibel, Moya Institute, menggelar webinar pada Jumat, 25 Agustus 2023, pukul 16.00-18.00 WIB dengan tema: "Proklamasi: Peluang dan Tantangan Pemimpin Menyongsong Indonesia Emas 2045".

Narasumber:
•    Prof. Dr. Hikmahanto Juwana, S.H., LL.M, (Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani)
•    Prof. Dr. Abdul Mu'ti, M.Ed, (Sekretaris Umum PP Muhammadiyah)
•    Fahri Hamzah (Politikus Reformasi)

Penanggap:
Prof. Dubes Imron Cotan (Pemerhati Isu-isu Strategis dan Global)

Pemantik Diskusi:
Hery Sucipto (Direktur Eksekutif Moya Institute)

Moderator:
Tasya Syarief
(Presenter RTV)

Link:
Youtube: https://s.id/1SzrX
Zoom: https://s.id/1SzrT

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.