Selamat Ginting: Nomadisme Politik Jokowi, Bawa Gerbong Melawan PDIP

Analis politik Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Selamat Ginting. (foto: republika.co.id)

JAKARTA -- Analis politik Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Selamat Ginting, mengatakan, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) melakukan nomadisme politik (perubahan sikap politik) dengan membawa gerbong partai politik (parpol) koalisi pemerintahan untuk melawan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dalam kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

“Jokowi membawa empat partai politik koalisi pemerintahan dalam gerbong yang dikendalikannya. Itulah wujud nomadisme politik Jokowi melawan PDIP, partai yang justru membesarkan namanya,” kata Selamat Ginting menjawab pertanyaan awak media di Jakarta, Selasa (15/8/2023).

Menurut Ginting, nomadisme politik sangat erat dengan psikis aktor politik sehingga rela mengorbankan identitas bahkan ideologi politiknya. Kondisi psikis itu membuat aktor politik dalam hal ini Jokowi melakukan perlawanan politik untuk memenuhi hasrat berkuasa.

“Bisa jadi Jokowi merasa tidak nyaman lagi berada di dalam kandang banteng (PDIP) karena berbeda pandangan politik, terutama dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Ungkapan Mega yang sering menyebut Jokowi sebagai petugas partai, seperti pelecehan politik bagi seorang presiden,” ujar Ginting yang juga wartawan senior bidang politik.

Ginting mengemukakan, nomadisme politik yang dilakukan Jokowi bagi PDIP merupakan pengkhianatan politik. Tindakan ini tentu saja tidak dikehendaki Megawati dan partai akan mengambil tindakan tegas terhadap Jokowi, seperti pemecatan.

“Megawati sangat keras terhadap kadernya yang melakukan nomadisme politik. Tanpa ampun pasti dipecat. Kita tunggu saja keputusan politik dari PDIP,” ujar Ginting.

Menurut Ginting, nomadisme politik yang dilakukan Jokowi karena merasa nyaman berada dalam koalisi yang mendukung Prabowo Subianto. Deklarasi Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Amanat Nasional (PAN) ke dalam Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) yang digawangi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) merupakan jawaban riil politik koalisi partai yang didukung Jokowi.

“Koalisi yang mendukung Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dalam kontestasi Pilpres 2024 sudah mencapai lebih dari 46 persen jumlah kursi di parlemen. Kondisi ini membuat Jokowi semakin nyaman berada di koalisi ini,” papar Ginting.

Selain itu, kata Ginting, partai non-parlemen, seperti Partai Bulan Bintang (PBB) juga sudah deklarasi mendukung Prabowo dan bergabung dengan koalisi tersebut. Sinyal politik dukungan serupa juga akan dilakukan Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora) dalam waktu dekat. Termasuk kemungkinan juga akan dilakukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda).

“Pernyataan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo yang juga adik dari Prabowo Subianto, menarik untuk dicermati. Hashim mengatakan kedua partai (Golkar dan PAN) mendukung Prabowo atas seizin dan restu dari Jokowi,” kata Ginting.

Ginting menjelaskan, dinamika politik yang tinggi memungkinkan partai politik akan melakukan nomadisme politik dengan keluar dari koalisi dengan PDIP. Terutama Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang kini sedang bergolak karena Sandiaga Uno belum juga ditetapkan sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) dari Ganjar Pranowo yang diusung koalisi tersebut.

“Ada ancaman dari elite PPP untuk melakukan nomadisme politik keluar dari koalisi bersama PDIP, jika Sandiaga Uno tidak diumumkan sebagai bakal cawapres. Elite PDIP juga mempersilakan jika PPP akan hengkang dari koalisi dengan PDIP. PPP berpotensi bergabung dengan koalisi yang diduga kuat didukung Presiden Jokowi karena sebelumnya PPP bersama Golkar dan PAN, tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB),” ujar Ginting menjelaskan.

Hal yang sama, kata Ginting, juga bisa terjadi pada Partai Persatuan Indonesia (Perindo) yang sebelumnya pernah menjalin komunikasi dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. “Politik itu sangat dinamis, kita lihat saja perkembangannya hingga pendaftaran capres-cawapres,” pungkas dia.


(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.