Ongkos Politik Caleg di Jakarta Hingga Capai Rp 40 Miliar, Waketum MUI Buya Anwar Gelang-Geleng Kepala

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Buya Anwar Abbas. (foto: rmol.id)

JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Buya Anwar Abbas, menyoroti mahalnya ongkos politik calon anggota legislatif (caleg) di DKI Jakarta yang disebut mencapai Rp 40 miliar. Biaya politik calon wakil rakyat itu pun membuatnya geleng-geleng kapala.

"Membaca pernyataan salah seorang petinggi partai yang mengatakan biaya atau ongkos untuk bisa duduk menjadi anggota DPR dari daerah pemilihan Jakarta sangat mahal yaitu sebesar Rp 40 miliar, hal ini tentu saja membuat kita geleng-geleng kepala," ujar Buya Anwar dalam keterangan tertulisnya yang diterima Senin (14/8/2023).

Mahalnya ongkos politik itu diungkapkan Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin saat memberikan sambutan pada pidato kebangsaan di Gedung Joeang 45, Jakarta Pusat, Jumat (11/8/2023) malam.

"Bahkan kata yang bersangkutan (Cak Imin), jika sang calon hanya memiliki modal Rp 20 miliar hingga Rp 25 miliar, maka besar kemungkinan mereka tidak akan pernah bisa melaju ke Senayan," jelas Buya Anwar.

Menurut Buya Anwar, yang namanya politik uang dalam pemilu sudah menjadi sesuatu yang sangat sulit untuk dihindari. Karena, lanjut dia, tanpa adanya uang dari caleg, masyarakat sekarang enggan untuk memilihnya. "Masyarakat sekarang ini sudah rusak."

Apalagi, lanjut Buya Anwar, sesuatu yang akan diberikan kepada para pemilih itu sekarang menurut politisi tersebut tidak cukup hanya berupa kaos dan atau kerudung, melainkan juga kulkas. "Jadi dengan demikian dapat disimpulkan hanya orang kaya atau orang yang dibiayai oleh orang kaya sajalah yang bisa berkuasa dan bisa menang dalam pemilu," kata dia menegaskan.

Ketua PP Muhammadiyah ini mengatakan, hal tersebut tentu sangat patut disesalkan. Karena, masyarakat tidak mungkin mau menaruh harapannya kepada orang yang hanya sibuk berpikir untuk dapat mengembalikan investasi yang sudah ia tanam atau utang yang harus dia bayar ketika mencalonkan diri.

"Akibatnya dunia politik kita sudah bagaikan sebuah pasar di mana para pelaku yang ada sibuk bertransaksi untuk kepentingan dirinya dan kelompok serta partainya," jelas Buya Anwar.

Bahkan, sambung Buya Anwar, bisa dilihat bahwa ada oknum yang tidak segan-segan melakukan apapun, termasuk mewarnai ayat dan pasal dalam pembahasan sebuah rancangan undang-undang (UU) yang kemudian disahkan menjadi UU. Menurut Buya Anwar, UU tersebut pun sangat merugikan rakyat dan juga sangat bertentangan dengan jiwa dan semangat dari UUD 1945.

"Hal ini bisa terjadi karena yang penting bagi mereka bukanlah bagaimana mereka bisa memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat serta patuh kepada konstitusi, tapi adalah bagaimana caranya supaya modal yang sudah ditanam bisa kembali dan keuntungan yang mereka inginkan bisa mereka dapatkan," cetus Buya Anwar.

Jika dalam pemilu yang akan datang hal serupa masih saja terus terjadi, maka menurut Buya Anwar, sangat tipis sekali harapan rakyat, terutama nasib mereka-mereka yang ada di lapis bawah akan bisa berubah. "Untuk itu kita harus bisa mengusahkan secara bersama-sama bagaimana caranya agar Pemilu 2024 yang akan datang benar-benar bisa dilaksanakan dengan biaya atau ongkos yang semurah-murahnya," tegas dia.

Hanya dengan itulah, kata Buya Hamka, masyarakat akan bisa mendapatkan anggota DPR yang benar-benar mampu mencerminkan dirinya sebagai wakil rakyat. Ini penting karena dengan hal seperti itulah rakyat bisa berharap di negeri ini akan dapat tercipta sebuah perubahan yang benar-benar berarti dan bermakna. "Di mana rakyatnya akan bisa hidup dengan aman, tentram, damai, sejahtera dan bahagia. Semoga."  


(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.