Korban Perkosaan Dikeluarkan Sekolah, KemenPPPA Turun Tangan

Pelecehan seksual/ilustrasi. (foto: pixabay)

JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengupayakan hak pendidikan anak RA (14 tahun) yang menjadi korban pemerkosaan oleh seorang lansia berusia 69 tahun di Lampung Timur. Pelaku merupakan tetangga korban.

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, menyayangkan keputusan sekolah mengeluarkan korban yang sedang hamil lima bulan. Padahal korban hamil karena pemerkosaan yang dialaminya.
 
"Korban pemerkosaan seharusnya mendapatkan perlindungan dan pemenuhan hak agar dapat pulih, juga dapat melanjutkan hidupnya seperti semula," kata Nahar dalam keterangan tertulisnya, pada Selasa (1/8/2023).

Nahar menekankan pemenuhan hak bagi korban yang harus dipenuhi salah satunya untuk tetap dapat mengakses pendidikan yang layak. Ia menegaskan masa depan korban masih panjang sehingga masih harus sekolah.

"Jangan sampai korban mendapatkan kekerasan berulang karena haknya untuk belajar dibatasi. Lingkungan sekitar terutama institusi pendidikan sudah semestinya memberikan perlindungan bagi anak korban kekerasan seksual dan tidak memberikan stigma negatif," ujar Nahar.
 
KemenPPPA melalui Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) akan melakukan koordinasi lebih lanjut untuk memastikan RA dapat tetap mengakses pendidikan, meskipun dalam kondisi hamil. Untuk sementara ini, Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Lampung Timur memastikan kondisi kesehatan fisik dan psikis korban. "Saat ini korban telah mendapatkan layanan pendampingan visum dan penjangkauan ke rumah korban," ucap Nahar.
 
Nahar mengatakan, pendampingan proses hukum bagi korban telah diberikan. KemenPPPA terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat untuk memastikan korban mendapat keadilan dan pelaku diberikan hukuman sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. "Saat ini pelaku sudah ditahan di Polsek setempat dan sedang dalam tahap penyidikan."  

Selain itu, Nahar mengatakan, penegakan hukum kasus ini diharapkan dapat memperhatikan dan menggunakan UU No 12 Tahun 2012 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), di mana hak-hak korban atas penanganan, perlindungan, dan pemulihan juga dapat diberikan. "Termasuk hak untuk mendapatkan restitusi atau ganti rugi sebagai korban kekerasan seksual," tegas dia. 


(dpy)


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.