Hakim Agung Gazalba Saleh "Dibebaskan" Pengadilan Tipikor Bandung, KPK Bakal Ajukan Kasasi

Hakim Agung, Gazalba Saleh, tersangka kasus suap dan telah ditahan oleh KPK RI. (foto: rmol.id)

BANDUNG -- Hakim agung nonaktif Gazalba Saleh divonis bebas oleh majelis hakim dalam sidang putusan kasus suap atas perkara pidana Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana di Pengadilan Tipikor Bandung, Selasa (1/8/2023).

Dalam persidangan itu, Majelis Hakim yang dipimpin Joserizal memutuskan terdakwa tidak terbukti bersalah, dengan alat bukti yang disodorkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak kuat, sehingga terdakwa dibebaskan dari seluruh dakwaan.

"Memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya," seperti dikutip dari putusan yang dilihat di laman SIPP PN Bandung, Selasa (1/8/2023), dilansir dari Antara, Rabu (2/8/2023).

Majelis hakim yang diketuai oleh Yoserizal memutuskan terdakwa Gazalba Saleh tidak bersalah dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di MA. Ia dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi.

"Menyatakan terdakwa Gazalba Saleh tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," demikian bunyi putusan tersebut.

Majelis hakim meminta agar Gazalba Saleh dibebaskan dari seluruh dakwaan. Selain itu membebaskan terdakwa dari tahanan. "Membebaskan terdakwa Gazalba Saleh dari dakwaan alternatif pertama dan dakwaan alternatif kedua. Membebaskan terdakwa dari tahanan," mengutip putusan sidang.

Ditemui di luar persidangan, JPU KPK Arif Rahman membenarkan pengadilan memutuskan bahwa alat bukti yang dihadirkan tidak kuat, tetapi dia menegaskan bahwa alat bukti yang dikantongi KPK sudah kuat untuk menjerat Gazalba.

"Putusannya majelis hakim tadi membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan, pertimbangan majelis intinya tidak cukup bukti. Tapi kalau kami lihat, kami yakin bahwa alat bukti terutama saksi, kemudian petunjuk itu, kuat untuk membuktikan dakwaan kami terhadap apa yang kami sangkakan kepada terdakwa," ujar Arif.

Setelah putusan ini, Arif mengatakan, pihaknya akan melakukan upaya hukum lanjutan atas putusan majelis hakim hari ini, yakni dengan mengajukan banding kasasi. "Kami masih ada upaya hukum jadi akan mengajukan upaya hukum segera setelah hari ini lapor (pada KPK), akan melakukan kasasi atas perkara ini," katanya.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun bakal mengajukan kasasi atas putusan tersebut. "KPK secara prinsip menghargai setiap putusan majelis hakim. Namun demikian, kami sangat yakin dengan alat bukti yang KPK miliki, sehingga kami akan segera lakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Selasa (1/8/2023).

Ali menegaskan, penanganan perkara ini pada hakikatnya tidak semata penegakan hukum tindak pidana korupsi saja. Namun juga sebagai upaya menjaga marwah institusi peradilan, khususnya di MA. "Agar tidak terjadi praktik lancung korupsi, salah satunya melalui modus jual-beli perkara," tegas dia.

Gazalba didakwa menerima uang sebesar 20 ribu dolar Singapura untuk pengurusan perkara kasasi pidana terhadap pengurus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana, Budiman Gandi. Uang yang berasal dari penggugat Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma ini, diberikan pengacara Yosef Parera dan Eko Suparno kepada Desy Yustria sebesar 110 ribu dolar Singapura.

Desy Yustria kemudian memberikan uang kepada Nurmanto Akmal sebesar 95 ribu dolar Singapura. Sebanyak 10 ribu dolar Singapura diberikan kepada Desy Yustria untuk pengurusan perkara.

Selanjutnya uang 55 ribu dolar Singapura diberikan kepada Redhy, dan Redhy memberikan uang 20 ribu dolar Singapura ke terdakwa Gazalba Saleh melalui perantaraan Prasetio Nugroho.

JPU KPK lantas menuntut hakim agung nonaktif Gazalba Saleh dengan hukuman penjara selama 11 tahun dan denda Rp 1 miliar. Ini karena Gazalba dinilai telah terbukti menerima suap menyangkut perkara kasasi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana dengan terdakwa Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma.

Gazalba diyakini melanggar Pasal 12 huruf C jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan alternatif pertama.

 

(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.