Desak Rocky Gerung Minta Maaf, PDIP: Pernyataannya pada Presiden Jokowi Sangat tak Pantas

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan Rocky Gerung (kanan). (foto: kolase tvonenews.com)

JAKARTA -- PDI Perjuangan (PDIP) mengutuk keras pernyataan pengamat politik Rocky Gerung yang menggunakan kata-kata di luar kepantasan untuk menyerang martabat dan kehormatan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) sebagai kepala negara, kepala pemerintahan, dan sebagai seorang warga negara.

“Kami menilai pernyataan bahwa Presiden itu sebagai 'baji*gan yang tolol' adalah puncak kerusakan akhlak, degradasi nalar, dan kemandulan akal sehat. Rocky Gerung secara sadar sedang berusaha menghasut publik dengan kata-kata yang sangat menghina, tendensius dan nirbudi pekerti," ujar Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto, usai Rapat Konsolidasi di Sekolah Partai PDIP, seperti dalam keterangan tertulisnya, Selasa (1/8/2023).

Menurut Hasto, PDIP menghormati setiap perbedaan pendapat dalam negara demokrasi dan hal tersebut juga menjadi kultur kepemimpinan Presiden Jokowi. “Apa yang dilakukan Saudara Rocky Gerung sudah masuk delik penghinaan terhadap Presiden, dan tidak bisa lagi dikategorikan sebagai kritik, dan bahkan sudah masuk ke kategori ujaran kebencian," jelasnya.

PDIP, lanjut Hasto, memprotes keras dan meminta Rocky Gerung untuk meminta maaf. Ia menyayangkan akademisi dari Universitas Indonesia (UI) itu yang manfaatkan kebaikan Presiden Jokowi yang membangun kultur demokrasi dengan respek terhadap kebebasan berpendapat dan berorganisasi, lalu dipakai mencela Presiden dengan cara-cara yang tidak berkeadaban.

Hasto menegaskan, PDIP akan meminta Badan Bantuan Hukum menyiapkan opsi gugatan terhadap Rocky Gerung atas berbagai pernyataannya yang selama ini banyak didiamkan, tetapi semakin hari semakin tidak mencerminkan intelektualitasnya dengan pernyataannya yang sembarangan. “Pak Jokowi tidak hanya Presiden RI. Beliau adalah kader kami. Partai berdiri di depan jika ada yang merendahkan harkat dan martabat presiden.”

PDIP menilai pernyataan Rocky Gerung di hadapan kelompok buruh, khususnya mengenai berbagai keputusan pemerintahan (eksekutif dan legislatif) Presiden Joko Widodo, sebagai hal tak benar, dan cenderung hanya berupaya memprovokasi untuk adu domba. "Itu mengingatkan kami akan politik devide et impera yang dahulu dipakai oleh para penjajah," jelas Hasto.

Faktanya, sambung Hasto, Presiden Jokowi dan pemerintahannya selalu mengedepankan dialog dan berjuang meningkatkan produktivitas buruh dan kesejahteraan buruh. "Semuanya ditempatkan dalam koridor kemajuan bangsa, negara, dan kesejahteraan bersama seluruh rakyat Indonesia," ujar dia menegaskan. 


(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.