Webinar Nasional Moya Institute: Tantangan dan Peluang Parpol Baru dan Non-Parlementer pada Pemilu 2024

Parpol baru peserta Pemilu 2024. (foto: liputan6.com)

JAKARTA -- Sistem multipartai yang dianut Indonesia memunculkan ruang bagi tumbuhnya partai-partai politik (parpol) baru sebagai peserta pemilu. Hal tersebut merupakan "political dividend", hasil dari reformasi politik (1998), yang mengantarkan Indonesia ke era demokrasi, sehingga memberikan ruang dan peluang sama bagi semua parpol untuk memenangkan kontestasi.

Kehadiran parpol baru yang telah disahkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk menjadi peserta pemilu adalah cerminan terbukanya partisipasi publik dalam mengekspresikan aspirasi politik. Selain peluang tersebut, parpol baru juga akan menghadapi tantangan yang tidak ringan.

Selain proses pembentukannya yang tidak mudah (challenging) dan tidak murah (costly), mereka juga dihadapkan pada pertarungan elektoral melawan parpol lama (established), yang sudah eksis jauh sebelumnya. Perebutan ceruk pun semakin kompetitif, apalagi ceruk tersebut relatif beririsan (nasionalis, religius, dan nasionalis-religius).
 
Survei Kompas periode Mei 2023 memberikan gambaran betapa beratnya parpol baru untuk mendulang elektabilitas. Porsi elektoral parpol relatif telah dikuasai oleh parpol papan menengah dan atas, terutama yang kini mendominasi parlemen. Survei itu menyebutkan, porsi elektoral 9 parpol yang menempati kursi DPR saat ini mencapai 78,9 persen. Sementara parpol nonparlemen dan parpol baru tercatat hanya lima persen.
 
Pada Pemilu 2024 nanti, tercatat ada enam partai politik pendatang baru, yaitu: Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora), Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Partai Ummat, Partai Pelita, Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), dan Partai Rakyat.

Keenam partai baru tersebut, bahkan termasuk parpol nonparlemen seperti, PSI dan Perindo, dipastikan menghadapi tantangan yang lebih berat untuk meninggikan tingkat popularitas, kesukaan, dan elektabilitas agar mampu memasuki "Gerbang Senayan".
 
Menjadi pertanyaan untuk kita analisis, apakah konfigurasi parpol pasca-Pemilu 2024 tidak akan berubah signifikan? Apakah ke-9 partai yang kini eksis di parlemen akan seluruhnya kembali lolos dari "electoral threshold" atau akankah ada yang terpental, sementara parpol baru atau parpol nonparlemen memiliki potensi menggantikan?

Memang senyatanya tidak hanya parpol baru saja yang harus berjuang untuk memasuki parlemen, tetapi juga ke-9 partai yang saat ini berada di dalam parlemen.

Untuk itu, seluruh parpol ditantang dapat menawarkan gagasan-gagasan segar, terutama yang berkelindan erat dengan isu-isu yang dirasakan oleh generasi milenial dan Gen-Z.
 
Sebagaimana dirilis KPU belum lama ini, generasi milenial dan Gen-Z mendominasi jumlah pemilih dalam pemilu hingga 56 persen, yaitu kurang lebih 106 juta orang. Anak-anak muda cenderung tertarik dengan isu-isu mikro yang menyentuh kehidupan keseharian mereka, bukan isu-isu normatif dan ideologis semata.

Selain itu, parpol harus mampu pula menghadirkan narasi yang bisa memberikan harapan dan optimisme bagi para pemilih dan bangsa Indonesia di dalam menghadapi tantangan di tahun-tahun ke depan, seperti persoalan geopolitik, keamanan dunia, resesi ekonomi, dan volatilitas tatanan dunia, agar mampu melaju, menuju Indonesia Emas 2045.
 
Tantangan-tantangan tersebut di atas sejatinya juga menghadirkan peluang, yang jika parpol baru cermat, berpotensi menyundul eksistensi parpol yang telah lahir lebih dahulu. Terlebih di era digital saat ini, upaya menaikkan popularitas dapat diakselerasi secara cepat dengan menggunakan IT.

Diperkirakan pula bahwa sebagai pendatang baru, parpol baru relatif tidak memiliki rekam jejak buruk di masa lalu, sehingga itu merupakan nilai plus di mata calon pemilih.

 


 
Untuk itulah Moya Institute, sebuah lembaga kajian strategis nirlaba, berinisiatif menggelar Webinar Nasional bertajuk “Tantangan dan Peluang Parpol Baru pada Pemilu 2024”, Jumat, 21 Juli 2023 pukul 16.00-18.00 WIB.

Webinar akan menampilkan sejumlah narasumber berkompeten, yaitu:

1. Djayadi Hanan (Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia/LSI);
2. Mahfudz Siddiq (Sekjen Partai Gelombang Rakyat Indonesia/Gelora);
3. Dr Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Mazdi (Ketua Harian Partai Perindo).
 
Penanggap:

- Prof. Dubes Imron Cotan (Pemerhati Isu-isu Strategis dan Global)
 
Pemantik:

- Hery Sucipto (Direktur Eksekutif Moya Institute)
 
Moderator:

- Tascha Liudmilla (Presenter Berita Satu).

 

Link:
 

- Youtube: https://s.id/1PP3P
 

- Zoom: https://us02web.zoom.us/j/82709126586?pwd=a2V3N2E0Yk5oTS8xM0lWS2RaSGFhdz09



Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.