Penyelesaian Non-Yudisial Pelangaran HAM, Menkopolhukam Mahfud MD: Itu Panggilan Kemanusiaan

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) RI Mahfud MD. (foto: setkab.go.id)

JAKARTA -- Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) RI Mahfud MD memberikan penjelasan yang lebih komprehensif kepada Komite I DPD terkait penyelesaian non-yudisial pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Ia menyatakan, penyelesaian tersebut tak menutup kasus pelanggaran HAM yang sifatnya yuridis.

"Ini adalah panggilan kemanusiaan sebagai bangsa kepada korban, bukan kepada pelaku, karena kalau pelakunya yang tahun 1965 sudah ada pengadilan, tapi dianggap pengadilan tidak fair, oke cari lagi," ujar Mahfud di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (4/7/2023), dikutip dari Antara, Rabu (5/7/2023). "Masih akan terus dicari, sama yang lain-lain juga begitu, kita cari pelakunya."

Jika pelaku pelanggaran HAM tidak ditemukan, pemerintah akan menyantuni para keluarga korban jiwa. Sebab tak sedikit dari para keluarga itu rumahnya dihancurkan hingga menjadi korban penembakan.

"Korban pelanggaran HAM terutama eks Mahit ya, eks mahasiswa ikatan dinas yang disekolahkan oleh pemerintah ke berbagai penjuru dunia untuk membangun Indonesia, tapi kemudian tak boleh pulang karena terjadi peristiwa 1965, sampai 58 tahun," ujar Mahfud. "Bayangin, 58 tahun sejak umur 23 tahun sampai umur 81-82 sekarang, lebih banyak yang sudah meninggal lagi di luar negeri, kita harus turun tangan demi kemanusiaan."

Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meluncurkan program pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat di Rumoh Geudong, Kabupaten Pidie, Aceh, Selasa (27/6/2023).

Program ini bertujuan untuk memulihkan luka bangsa akibat pelanggaran HAM berat masa lalu yang mengakibatkan beban yang berat bagi korban dan keluarga. Karena itu, Jokowi pun menegaskan agar luka tersebut harus segera dipulihkan. Sehingga Indonesia bisa bergerak maju.

Jokowi mengatakan, pada awal Januari 2023 lalu telah diputuskan bahwa pemerintah menempuh penyelesaian non-yudisial yang fokus pada pemulihan hak-hak korban tanpa menegasikan mekanisme yudisial.

Realisasi pemulihan hak-hak korban pelanggaran HAM berat di 12 peristiwa pada hari itu sekaligus menandai komitmen bersama untuk melakukan upaya pencegahan agar hal serupa tak kembali terulang di masa yang akan datang.

 

(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.