Pengamat Politik: Prabowo dan Ganjar Pranowo Belum Perlihatkan Titik Pembeda

Calon Presiden (Capres) 2024, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo (kanan). (foto: rm.id)


JAKARTA -- Peta koalisi menuju Pemilu 2024 masih membagi dua poros saja, yaitu keberlanjutan dan perubahan. Sayang, poros keberlanjutan masih ada dua nama yang belum menunjukkan pembeda, yakni Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo.

Pengamat politik, Ahmad Khoirul Umam mengatakan, poros yang mengusung Prabowo dan poros yang mengusung Ganjar sama-sama mengeklaim sebagai keberlanjutan Pemerintahan Presiden RI Jokowi. Jadi, memang tidak ada titik pembeda dua poros ini.

"Masih belum jelas juga apa titik perbedaan antara poros pengusung Ganjar dan poros pengusung Prabowo," kata Khoirul, dikutip dari Republika, Jumat (14/7/2023).

Saat ini, Prabowo maupun Ganjar memang masih menjabat di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi. Prabowo menjabat sebagai Menteri Pertahanan, Ganjar masih sebagai Gubernur Jawa Tengah.

Khoirul mengingatkan, calon presiden (capres) dan cawapres serta koalisi yang mampu membawa gagasan dan penilaian kebijakan yang kuat, lebih mudah diterima nalar dan akal sehat, berpeluang memenangkan suara rakyat. Sejarah pilpres membuktikan itu.

Jadi, lanjut Khoirul, sebenarnya sudah ada kisi-kisi untuk memenangkan hati, pikiran, dan suara rakyat sebagai legitimasi untuk melanjutkan kepemimpinan nasional. Artinya, besar atau kecil ukuran koalisi tidak menjamin pula kemenangan. "Sebaliknya, koalisi yang tidak diikuti visi dan misi yang jelas, serta lebih didasarkan pada kalkulasi kepentingan pragmatis cenderung rapuh."

Meski begitu, sambung Khoirul, di sisi lain sebagian masyarakat meyakini soliditas koalisi keberlanjutan dan koalisi perubahan dipengaruhi relasi kuasa. Restu Presiden Jokowi cukup menentukan pembentukan formasi masing-masing.

Ini pula yang sempat memunculkan kontroversi cawe-cawe Presiden Jokowi dalam mengorkestrasi koalisi menuju kontestasi 2024. Sekalipun, Jokowi mengklarifikasi cawe-cawe yang dimaksud bukan intervensi kekuasaan. "Namun, dukungan Jokowi masih dianggap sebagai variabel yang perlu dihitung dalam konstelasi politik ke depan," kata Khoirul menegaskan. 


(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.