Pemerintah RI Dorong Upaya Perlindungan Anak dari Bahaya Rokok
Melindungi anak dari bahaya rokok/ilustrasi. (foto: pixabay)
JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) RI mendorong perlindungan anak dari bahaya asap rokok. Tak hanya membawa efek negatif bagi kesehatan, penggunaan rokok oleh anak juga berdampak pada pembangunan sosial ekonomi sehingga menghambat tujuan pembangunan menuju Indonesia Emas Tahun 2045.
Berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar Nasional Tahun 2018, prevalensi perokok anak berusia 10-18 tahun mengalami peningkatan dari angka 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen pada 2018. Angka ini dua kali lebih tinggi dibandingkan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019, yaitu 5,4 persen.
“Dampak rokok tidak dapat kita remehkan karena secara jangka panjang dapat menyebabkan stunting karena asap rokok berpengaruh terhadap perkembangan janin. Selain itu, berisiko meningkatkan penyakit tidak menular, seperti jantung koroner dan kanker paru-paru,” kata kata Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan KemenPPPA, Amurwani Dwi Lestariningsih, dalam keterangan persnya, Rabu (19/7/2023).
Amurwani mengatakan, saat ini iklan, sponsor, dan promosi rokok sangat mudah diakses oleh masyarakat, termasuk anak melalui berbagai platform. Sebanyak 65,2 persen masyarakat bisa melihat iklan promosi rokok di tempat-tempat penjualan; 56,8 persen melalui televisi, video, dan film; 60,9 persen media luar ruangan; dan 36,2 persen melalui internet atau media sosial.
Hal ini pun, lanjut Amurwani, menjadi salah satu faktor meningkatnya penggunaan rokok oleh anak. "Kita harus mampu meningkatkan pemahaman terkait isu bahaya rokok bagi anak bagi orang tua, keluarga, masyarakat, pendidik."
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI, Eva Susanti menyebutkan, 3 dari 4 remaja mengetahui iklan rokok di media online; 59 persen remaja mengetahui tujuan iklan rokok dan terdapat kekaguman terhadap iklan tersebut, termasuk penampilan bintang iklannya; 11 persen remaja tertarik pada iklan rokok; bahkan 12,1 persen cenderung menikmati tayangan iklan rokok.
“Lama-lama ketertarikan ini akan memengaruhi daya sadar anak untuk menggunakan rokok,” kata Eva.
Pemerintah RI telah mengatur mengenai iklan, promosi, dan sponsor (IPS) terkait rokok di Indonesia melalui berbagai peraturan. Yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2021 tentang Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA).
Menurut Eva, perlu regulasi yang memberikan legitimasi yang lebih kuat bagi kementerian/lembaga untuk melarang, mengawasi, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran iklan zat adiktif, terutama produk tembakau di media internet dan diharapkan ke depannya dapat dilakukan pelarangan total IPS rokok di internet atau teknologi informasi.
“Dengan demikian, paparan iklan zat adiktif berupa produk tembakau pada anak dapat dibatasi dan hak anak atas perlindungan terhadap bahaya zat adiktif terpenuhi,” kata Eva menegaskan.
(dkd)
Post a Comment