Pengamat Politik Selamat Ginting: Petugas Partai Bertentangan dengan Konstitusi
Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri dan capres 2024 dari PDIP Ganjar Pranowo. (foto: beritasatu.com/rommy)
JAKARTA -- Analis politik dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Selamat Ginting, mengatakan, pernyataan Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri soal istilah petugas partai bagi kader yang menjadi presiden/wakil presiden, kepala daerah/wakil kepala daerah, tidak sesuai dengan konstitusi UUD 1945.
“Mereka yang mendapatkan mandat dari rakyat untuk menjadi presiden/wakil presiden, kepala daerah/wakil kepala daerah, berdasarkan konstitusi, maka bakti dan tanggung jawabnya kepada nusa dan bangsa. Tanggung jawabnya bukan lagi kepada partai politik yang mengusungnya,” kata Selamat Ginting di Kampus Unas, Jakarta, Senin (5/6/2023).
Sebelumnya, Ketum PDIP Megawati mengingatkan kepada bakal calon presiden (capres) dari PDIP Ganjar Pranowo. “Awas kalau kamu (Ganjar Pranowo) tidak ngomong (sebagai) kader partai, petugas partai. Sadar juga untung beliau (Ganjar) nurut,” kata Mega di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Jumat (2/6/2023).
Menurut Selamat Ginting, konstitusi negara mengamanatkan, Pasal 9 ayat (1) UUD 1945 menetapkan, Presiden dan Wakil Presiden RI sebelum memangku jabatannya bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan MPR/DPR.
Sumpah Presiden dan Wakil Presiden RI: “Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya memegang teguh Undang-Undang Dasar (UUD) dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa”.
Ad pun untuk kepala daerah, Pasal 110 ayat (2) UU 32/2004 berbunyi sebagai berikut: “Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh 6 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya serta berbakti kepada masyarakat, nusa dan bangsa”.
Menurut Selamat Ginting, dua bunyi sumpah atau janji, baik presiden/wakil presiden maupun kepala daerah/wakil kepala daerah, tegas menyatakan memegang teguh Undang-Undang Dasar (UUD) dan menjalankan segala UU dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa.
Bukan hanya itu, kata Selamat Ginting, dalam praktik ketatanegaraan di Indonesia, berdasarkan UUD 1945, UU atau turunannya, semua pejabat publik sebelum memangku jabatannya harus mengucapkan sumpah, karena turut mengambil bagian dalam kekuasaan negara dan tanggung jawab negara.
“Jadi semua pejabat negara walau pun berasal dari partai politik, juga disumpah dan bertanggung jawab kepada negara. Bukan kepada partai politik, dan bukan pula sebagai petugas partai,” ujar kandidat doktor ilmu politik itu menjelaskan.
Lagi pula, kata Selamat Ginting, presiden dan wakil presiden tidak dipilih oleh lembaga partai politik, melainkan oleh rakyat yang memiliki kewenangan sebagai pemilih dalam pemilihan presiden/wakil presiden. Sehingga sumber kekuasaan presiden/wakil presiden berasal dari rakyat yang memilih, bukan dari partai politik. Walau memang betul partai politik maupun kumpulan partai politik yang mengusung calon presiden dan mendaftarkannya melalui Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Kesimpulannya, presiden dan wakil presiden jelas bukanlah petugas partai. Presiden merupakan pemegang mandat tertinggi yang diberikan rakyat untuk memimpin negeri,” kata Selamat Ginting yang lama berkiprah sebagai wartawan bidang poliik.
Oleh karena itu, lanjut Selamat, ketika ada ketua umum partai politik yang merasa gede rasa dengan menempatkan posisinya lebih tinggi daripada pemegang mandat rakyat, maka yang bersangkutan mengingkari prinsip demokrasi.
“Jadi presiden itu petugas rakyat untuk kepentingan bangsa dan negara. Bukan petugas partai seperti yang dianut negara komunis. Di negara komunis memang hanya ada satu partai, yakni partai komunis. Presiden negara tersebut, seperti Republik Rakyat Tiongkok merupakan petugas partai komunis. Indonesia bukan negara komunis!” tegas Selamat Ginting.
(dpy)
Betul juga memang seorang capres ataupun kalau jadi presiden, adalah petugas rakyat atau petugas negara untuk menjalankan pekerjaan yang akan memperbaiki nasib rakyat. Dia bukan petugas suatu partai walaupun partai terbesar disatu negara. Di negara-negara komunis memang siapa saja yang punya jabatan di negara itu adalah 'petugas partai' (komunis), Sayangnya di Indonesia sekarang ini berlaku 'criminal democracy' (Jeffrey Winters) sehingga yang menentukan ialah Oligarki tidak mungkin juga rakyat memilih secara demokratis. Semoga. MUGinting,
BalasHapus